Mohon tunggu...
A.L.A.Indonesia
A.L.A.Indonesia Mohon Tunggu... Dosen, Peneliti, Petualang, Penonton Sepakbola, Motivator, Pengusaha HERBAL -

"Jika KOMPASIANER tak punya nyali menuliskan kebenaran, ia tak ubahnya manusia tanpa ruh. Ia seperti mayat-mayat hidup. Catat! Jika kita berjuang mungkin kita tidak selalu menang, tapi jika kita tidak berjuang sudah pasti kita kalah. http://blasze.tk/G9TFIJ

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Membedah Fenomena Poligami, Perceraian dan Perawan Tua di Arab Saudi

18 Agustus 2015   14:53 Diperbarui: 18 Agustus 2015   14:53 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Perceraian di arab saudi (Sumber arabnews.com)"][/caption]

Sangat menarik membaca artikel terkait budaya poligami di Arab Saudi yang ditulis oleh Kompasianer Sayeed Kalba Kaif dan Mariam Umm. Dalam artikelnya, Kompasianer Sayeed menulis isu poligami dengan judul bombastis “Di Arab Saudi Istri Terima Saja Dimadu”. Tentu saja tulisan Kompasianer Sayeed dengan judul “Di Arab Saudi Istri Terima Saja Dimadu” menjadi menarik karena berbeda dengan para wanita Indonesia yang terkenal dengan ungkapannya “wanita mana yang rela dimadu?”. Terbukti tulisan Kompasianer Sayeed langsung mendapat tanggapan dari Kompasianer Mariam Umm yang juga tinggal di Arab Saudi.

Menurut Kompasianer Mariam Umm, judul yang dibuat oleh Kompasianer Sayeed kurang tepat karena faktanya tidak semua istri di Arab Saudi rela dimadu. Ada fakta menarik yang diungkap oleh Kompasianer Mariam Umm bahwa untuk mencegah terjadinya poligami maka dibuat perjanjian pra nikah yang salah satu pointnya menolak untuk dipoligami. Karena terkait dengan masalah poligami yang sensitif, Mariam Umm dengan menggunakan fakta yang dimilikinya menolak generalisir yang dilakukan oleh Sayeed.

Sayangnya, tanggapan yang baik dari Mariam Umm untuk melengkapi artikel tentang budaya poligami di Arab Saudi justru ditanggapi negative oleh Kompasianer Sayeed. Anehnya, tanggapan negative Kompasianer Sayeed terhadap Mariam Umm justru semakin menunjukkan bahwa judul artikel Kompasianer Sayeed memang sengaja dibuat “bombastis” dengan tujuan mendatangkan banyak pembaca. Jadi target Kompasianer Sayeed memang untuk memancing pembaca. Fakta tersebut diungkap secara jelas oleh Kompasianer Sayeed dalam berbagai balasan komentarnya yang menuliskan bahwa tujuannya memang untuk “menipu” pembaca, bukan untuk menyampaikan fakta kebenaran. Masih menurut Sayeed, menulis di Kompasiana tidak perlu data yang akurat karena bukan merupakan karya ilmiah. Hmmm...ya sudah, sing waeas ngalah wae….

Membaca Budaya Poligami di Arab Saudi

Isu poligami merupakan isu yang sensitif, karenanya harus hati-hati. Ketika mendengar kata poligami secara otomatis otak kita langsung tertuju pada profil keluarga yang terdiri dari seorang suami dengan beberapa istri mulai dari dua, tiga sampai empat. Bahkan ada beberapa kasus seorang suami yang istrinya lebih dari empat. Pelaku poligami beralasan bahwa poligami halal karena memang diperbolehkan dalam ajaran Islam.

Berdasarkan kajian sejarah Islam diketahui bahwa praktek kehidupan di jazirah arab sebelum datangnya Islam menunjukkan ada bermacam jenis pernikahan seperti nikah mut’ah (nikah kontrak) yakni dalam waktu tertentu dengan imbalan materi tertentu, nikah muhallil (nikah perantara) yakni wanita yang sudah diceraikan oleh suaminya dengan ditalak tigakali, namun dia ingin menikahi lagi dengan menyuruh orang lain untuk menikahi dulu lalu menceraikannya. Ada lagi nikah shighor (tukar menukar), nikah perempuan satu dengan laki-laki bayak, nikah dengan saudarinya sendiri, bahkan menikahi istri ayahnya dan sebagainya.
Akar budaya poligami yang sudah ada sejak era pra Islam sampai kini masih tetap dipertahankan, meskipun dengan berbagai prasyarat yang ketat misalnya harus bersikap adil dan dibatasi maksimal 4 istri. Namun seiring perkembangan jaman, budaya poligami akhirnya melahirkan kontroversi ketika harus berhadapan dengan budaya monogami.

Sepertinya halnya budaya poligami di arab, tradisi monogami di Indonesia juga dipengaruhi faktor budaya kesukuan di Indonesia. Adanya ungkapan “wanita tidak mau dimadu” disemangati oleh kebiasaan yang tumbuh dikalangan wanita jawa dan di Indonesia pada umumnya. Secara tidak langsung menggambarkan pengakuan hak-hak wanita sekaligus memberikan arti kesetaraan gender. Tentu saja budaya monogami “wanita tidak mau dimadu” ditentang oleh penganut poligami. Dan hinggá kini kontroversi poligami vs monogami masih terus berlangsung. Karenanya isu poligami merupakan isu yang sangat sensitif.

Kesadaran masyarakat Indonesia dalam mengamalkan ajaran Islam telah mengalami proses adaptasi dengan ”kearifan” budaya lokal. Inilah yang belakangan ditentang oleh kelompok Islam radikal dan fundamentalis yang ingin menerapkan ajaran Islam secara holistik dimanapun berada. Maraknya aksi teror yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal dan fundamentalis semakin mengokohkan kontroversi poligami vs monogami di Indonesia.

Padahal sebagai ajaran rahmatan lil alamin, sudah semestinya Islam didakwahkan dengan penuh kearifan tanpa mengibarkan konfrontasi terhadap budaya lokal. Poligami ditegaskan dalam ranah kewajaran (mubah) bagi yang mampu berlaku adil dan bukan dalam ranah kewajiban agama. Dalam Islam hukum mubah dan wajib jelas sangat berbeda nyata. Ironisnya, konsep adil yang menjadi prasyarat penting diperbolehkannya melakukan poligami sering diplintir dan diakal-akali. Prinsip daripada “berzina” lebih baik melakukan “poligami” sering dijadikan dalil pembenar mengapa seseorang melakukan poligami. Jadi sangat ironis, ketika poligami bukan lagi didasarkan pada kemampuannya berlaku adil atau tidak, tapi lebih didasarkan untuk memenuhi nafsu seks-nya semata. Lagi-lagi, prinsip daripada “berzina” lebih baik melakukan “poligami” menjadi andalan dalilnya.

Fenomena Perceraian di Arab Saudi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun