Mohon tunggu...
Alaek Mukhyiddin
Alaek Mukhyiddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Aktivis Ahlusunnah Wal Jamaah

adalah penggagas Jam'iyah sastra di pondok pesantren Sidogiri, sekaligus menjadi ketua perdananya. saat ini menjabat sebagai pemimpin Redaksi Majalah Nasyith. ia juga aktif sebagai aktivis ahlusunah wal jamaah dan menjabat sebagai anggota tim fatwa Annajah Center Sidogiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarlah Aku Pergi

22 Agustus 2021   16:42 Diperbarui: 24 Agustus 2021   16:49 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Darimu aku belajar bahwa ditinggalkan dan meninggalkan hanya akan saling membuat luka di antara kita. Jika saling mencintai, mengapa harus pergi? Namun, suka tidak suka takdirlah yang berbicara. Meski aku tahu bahwa melepasmu tidak semudah pagi berganti siang atau senja berganti malam.

***

Kali ini aku tidak bisa menyangkal bahwa memang keadaan suka berbalik tak tertebak. Setelah melalui kebahagiaan bersama, menghabiskan indahnya siluet senja, menatap debur ombak yang berlaga, kini di tempat yang sama pula, kita menghadapi keadaan yang berbeda. 

Bila sebelum-sebelumnya kita dapat berteduh di bawah senja yang damai dengan duduk berdampingan, bergandengan tangan serta menikmati desiran angin yang sesekali menerpa, tetapi saat ini kita datang ke tempat ini bukan untuk bermanja ria dengan senja. Kita datang untuk mengusir rasa sesak di antara kita. Oleh karena itu, aku paham bahwa memang setiap hari ada senja, tetapi tidak semua senja bisa kita lalui dengan rasa bahagia.    

"Mas?"

"Hmmm...."

"Dengan kenyataan ini, mungkinkah pernikahan kita masih dapat dipertahankan." Suaramu memecah keheningan. Terlihat aura cemas saat kau mengatakannya.

Aku hanya bisa membisu. Terpaku. Melempar pandangan pada hamparan laut di depan. Mengikuti alur debur ombak menghantam cadas yang kian mengeras. Namun, yang kurasa saat ini hanya kegamangan. Sama halnya seperti senja ini yang terkadang berhias dengan siulan burung yang terbang. Namun, saat ini keadaannya malah sepi. Sunyi.

Sebelum kujawab pertanyaanmu, sekilas kulihat matamu yang menatap kosong ke depan. Ekspresi wajahmu kaku. Tidak seperti biasanya yang terlihat ceria. Aku mulai mengatur napas. Berkata datar

"Kita harus kuat. Aku percaya bahwa kita dapat melalui kehampaan ini bersama." Kupegang kedua tanganmu, mengangkatnya perlahan untuk kemudian kugenggam secara bersamaan agar kamu tahu bahwa aku masih terlalu mencintaimu.

Aku tahu saat ini hatimu sedang rapuh. Mengingat kenyataan pahit ini yang melilit cita-cita kita berdua. Untuk memiliki buah dari cinta yang kita bina. Yah, penantian panjangnya hingga saat ini belum jua membuahkan kehamilan. Ditambah lagi dengan pengakuan seorang dokter bahwa kamu mandul turut membuatmu larut dalam kemurungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun