Mohon tunggu...
Beny Akumo
Beny Akumo Mohon Tunggu... Pengacara - Ingin menjadi pengusaha

Seorang in-house Lawyer: itu saja, tidak lebih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hasil Berlibur dengan David Pelzer

15 November 2010   09:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:35 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hampir selama seminggu penuh, saya berlibur di Rumah. Awalnya karena badan rasanya kurang enak, sehingga memutuskan diri sendiri untuk melakukan cek darah di laboratorium Rumah Sakit dekat kantor. Hasilnya? Positif typus. Saya meminta surat rujukan dari dokter, agar saya di rawat di rumah atau rumah sakit, sehingga saya bisa “berlibur” menikmati hidup.

Untuk langkah awal, segala “keperluan” saya dipindahkan untuk diungsikan ke kamar yang akan saya gunakan selama saya “berlibur” – rencananya sih, berdasarkan surat keterangan yang dokter berikan saya akan “berlibur” selama 4 (empat) hari kerja, sejak hari Selasa sampai dengan hari Jumat – sabtu dan minggu adalah bonus “berlibur” nya

Menurut buku tata cara berlibur yang efektif – berdasarkan buku yang pernah saya baca (dan saya koleksi) yang diterbitkan oleh salah seorang “pakar” backpacker wanita di Indonesia, pesan beliau adalah: carilah hari libur yang jika liburnya 2 (dua) hari tapi bisa menghasilkan libur yang panjang … nah, berhasil khan buat saya? Dapet ijin “berlibur” dari dokter 4 (empat) hari, tapi jika di total maka saya berlibur selama 6 (enam) hari, fiuuuhhhhhhh … bonus sabtu dan minggu nya

Karena “liburan” kali ini sangat mendadak, maka persiapan pun se”adanya” saja, seperti contohnya: Istri saya menyiapkan / order melalui “staff ahli rumah tangga” untuk di masakkan bubur saja, lauk pauknya jangan yang di goreng atau berminyak atau sayur nya jangan yang bersantan, minum air bening (bukan putih) hangat, atau sesekali teh manis hangat, tidak ada Indomie goreng atau rebus – habis sangat “mendadak” jadi tidak sempat membeli Indomie selayaknya kalau kita hendak berlibur dengan waktu yang sudah dipersiapkan matang-matang jauh hari sebelumnya

Kamera ada, dan siap. Namun sampai selesai “berlibur” tidak satu pun objek photo yang saya bisa jepret, bahkan kacamata hitam buat berlibur juga tertinggal di dashboard mobil, wah pokoknya serba “minim” persiapan, tidak ada sun-block, tidak membawa parfume, sebagai ganti parfume saya memakai minyak kayu putih merk cap-lang dan kadang memakai minyak angin cap kapak, wanginya masih enaklah di bandingkan saya tidak memakai “minyak” apapun. Hari-hari saya hanya mengandalkan kaos-kaos yang biasa saya pakai untuk tidur – beberapa celana pendek (dan celana dalam tentunya), bantal 2 (dua) buah, dan 1 (satu) guling. Obat-obatan tidak lupa saya siapkan – apalagi obat-obat yang sudah dokter anjurkan untuk di konsumsi selama saya “berlibur”, bisa runyam “liburan ini” jika saya tidak membawa dan mengkonsumsi obat-obat tersebut

Akhirnya, untuk mengisi liburan kali ini, saya “ngubek” perpustakan “kecil” milik saya, mencari-cari buku-buku mana yang sudah saya beli namun belum di baca. Ternyata ada banyak, ada “Rara Mendut” nya YB Mangunwijaya, ada “A Child Called it”, terus “A lost boy”, juga “A Men Named Dave” ketiganya kisah nyata yang menimpa David Pelzer, juga ada “Playing For Pizza”, “The Appeal”, “Bleachers” nah kalau yang ini buku milik John Grisham. Setelah memilih dan memilih, akhirnya saya memutuskan untuk membaca Trilogi milik David Pelzer, karena jika membaca buku-buku milik John Grisham bisa-bisa menambah “pening” masa “liburan”, atau membaca “Rara Mendut” (yang baru terbaca 1/3 nya) dengan bahasa yang indah-indah dan perlu “pemikirian” lebih dalam, maka walhasil saya nantinya bisa dipastikan saya akan pusing-pusing. Tadinya saya juga mau membaca buku mengenai teroris “The Untold Story” atau “Pacific War” Cuma akhirnya sampai “liburan” saya selesai hanya Trilogi itu yang selesai – tamat saya baca

[caption id="attachment_73038" align="alignleft" width="100" caption="A Man Named Dave"][/caption]

Buku yang mencerahkan – mengingat isinya adalah mengenai penyiksaan (David mengistilahkan “penyiksaan” dengan “Permainan”) yang dilakukan oleh “The Mother” – Ibu kandung dari David Pelzer, dimana sampai dengan seluruh buku terbaca, David tidak menemukan jawaban mengapa “The Mother” tega menyiksa dia setiap hari (dibakar, dipukul, ditusuk pisau, disuruh memakan “kotoran anjing”, disiram dan di rendam dengan amoniak dan cairan pembersih lantai, dibiarkan kedinginan di basement, dan lain sebagainya – sampai duduk pun di atur, cara berdiri, kapan waktunya bergerak, kapan waktunya menjawab, ditambah dengan diwajibkan mengerjakan seluruh pekerjaan rumah – tanpa bantuan dari saudara-saudara lain atau bahkan Bapaknya sekalipun) sampai “The Mother” tidak mau memanggil nama “David”, “The Mother” hanya menyebut “it” kepada David – sesuatu barang, sesuatu yang bukan manusia. Hingga akhirnya pihak sekolahan melaporkan keadaan David yang sudah “sangat payah” kepada pihak kepolisian – sebelumnya pihak sekolahan hanya memanggil Ibu David (“The Mother”) untuk konfirmasi dan klarifikasi, namun selalu disangkal oleh The Mother dan mengatakan bahwa “it” jatuh, atau “it” terlalu aktif dan lain sebagainya

[caption id="attachment_73039" align="alignright" width="300" caption="The Lost Bo"]

12898121751362920348
12898121751362920348
[/caption]

Dalam buku kedua (The Lost Boy), David Pelzer menceritakan bagaimana dia tinggal dengan beberapa keluarga yang berganti-ganti, dimana sebagai anak asuh (Foster Child) – anak yang di asuh dan di pelihara oleh Negara dititipkan kepada keluarga yang mempunyai izin sebagai “pengasuh”. Bagaimana susahnya membiasakan atau menata hidup kembali, bersosialisasi, bertabiat, memandang orang lain sebagai makhluk social, sampai dengan susahnya hidup berganti-ganti orangtua asuh. Disini juga David menceritakan bagaimana “gigihnya” The Mother “memperjuangkan” agar David dimasukkan kedalam Rumah Sakit Jiwa, sehingga jika Pengadilan menyatakan benar memang Jiwa David labil, maka putusan pengadilan terdahulu yang menyatakan bahwa The Mother lah yang bersalah telah menyiksa anak kandung nya – akan gugur, dan The Mother akan “menang”. Namun berkat bantuan “orangtua” asuhnya, maka dalam persidangan permohonan yang menyatakan David berjiwa labil / sakit yang diajukan oleh The Mother, David bisa memberikan keterangan yang membantu Hakim Tunggal memutus bahwa David tidak berjiwa labil / sakit, sehingga David bisa kembali diasuh oleh Negara – melalui program “orangtua asuh”

[caption id="attachment_73040" align="alignright" width="300" caption="A Child Called I"]

12898122961032507584
12898122961032507584
[/caption]

Di buku ketiga (A Men Named Dave), David menceritakan bagaimana dia berusaha untuk menggapai mimpinya menjadi penerbang di kesatuan angkatan udara amerika serikat (US Air Force). Dimana di awal-awal pendaftaran sebagai “airman” dia berusaha keras untuk mendapatkan sertifikat kelulusan setara SMA, dilanjutkan dengan proses penyisihan yang amat ditakutkan oleh David dimana nantinya jika panitia seleksi dapat melihat bagaimana dia berbicara jika gugup maka akan menjadi gagap. Namun semua itu dapat dilalui, sehingga ia di terima sebagai “airman” namun dengan posisi sebagai “jurumasak” tentara. Namun berkat kegigihan nya, akhirnya David bisa mendapatkan kesempatan menjadi “penerbang”. Disini juga David menceritakan bagaimana dia merasa kehilangan dengan meninggalnya Bapak kandung nya, yang dulu dipuja sebagai “supermen” keluarga, ketika meninggal dalam keadaan sebagai gelandangan, dan tidak sedetikpun The Mother mau menengok Bapaknya – suami dari The Mother saat sakit, maupun saat sudah meninggal, The Mother hanya menggumam “ummmm baguslah…” saat David menelpon The Mother memberitahukan bahwa suaminya, Bapak nya David meninggal dunia – karena kanker

Namun juga di akhir buku ketiga itu diceritakan bagaimana David memaafkan The Mother atas semua perlakuan The Mother padanya saat David masih kecil (sebelum The Mother meninggal), namun tetap saja David tidak menemukan jawaban, mengapa “dia” yang disiksa oleh The Mother

Akhir Trilogi tersebut, David mendapatkan apa yang dicita-citakan, mempunyai keluarga yang baik (Istri kedua), mempunya 1 (satu) orang anak dinamai Stephen, menjadi penulis dan motivator terkenal, dengan segudang prestasi yang diakui oleh Dunia

Liburan” saya selesai dengan memperoleh hikmah yang sangat besar dari Trilogi milik David Pelzer, dan mudah-mudahan penyakit saya (typus) tidak muncul lagi, sehingga saya tidak perlu “berlibur” tanpa rencana yang matang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun