Mohon tunggu...
TRI WAHYUNINGSIH
TRI WAHYUNINGSIH Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi dan Media

Suka mengerjakan apa saja yang berhubungan dengan komputer dan kamera

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wajah Generasi di Tengah Arus Liberalisasi

31 Januari 2023   16:50 Diperbarui: 31 Januari 2023   16:57 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenakalan remaja di Kota Jambi sudah mulai mengkhawatirkan. Ini terlihat dari maraknya kekerasan di jalanan yang dilakukan sekelompok anak di bawah umur dengan mengendarai sepeda motor. Jumlah perkara yang melibatkan anak-anak ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan, namun kadar perbuatan yang dilakukan semakin mengkhawatirkan. Sejauh ini Kejari Jambi mencatat, jumlah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) untuk pelaku anak pada 2020, 2021, dan 2022, berkisar di angka 40 sampai 46 SPDP per-tahun. 

Hanya, meski jumlahnya tidak jauh berbeda, yang menjadi perbedaan adalah bentuk perbuatan dan modus perbuatan pelaku anak. Di 2020-2021 itu hanya kenakalan remaja yang dilakukan pelaku. Seperti pemukulan atau 351 (pasal penganiayaan) ringan, sementara pada 2022, perbuatan kelompok anak di bawah umur sangat mengkhawatirkan. Sebab, kejahatannya sudah tidak masuk akal lagi. Seperti pembegalan di Tugu Keris (Jambione, 29/8), korban hampir putus pergelangan tangan dan kaki.

Selain kasus penganiayaan, kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak juga mengalami peningkatan perbuatan. Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Provinsi Jambi mencatat angka kasus kekerasan dan pelecehan seksual selama pandemi Covid-19 sebanyak 76 kasus, terdiri dari 43 orang anak dan 23 perempuan. Kemudian kekerasan terhadap Fisik 5 orang anak dan 5 orang perempuan. Bahkan tak sedikit remaja yang menjadi pelaku kekerasan seksual tersebut. Ada yang pacaran, pacarnya dibawa ke hotel dan dijual via online, padahal umurnya 13 sampai 14 tahun.

Tak cukup dengan kasus penganiyaan, kejahatan bersenjata hingga kekerasan seksual, remaja di Jambi pun terjerat dalam lingkaran penyalahgunaan obat-obat terlarang (Narkoba). Data dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Jambi mencatat sepanjang tahun 2020 ada 752 kasus atau meningkat 176 kasus (31%) dibandingkan kasus narkoba di daerah itu tahun 2019 sebanyak 576 kasus, mirisnya 20% adalah pengguna dari kalangan remaja.

Apa Yang Terjadi?

Angka-angka di atas tentu tak menggambarkan fakta sesungguhnya. Ibarat gunung es, kenyataan yang tersembunyi ditengarai jumlahnya jauh lebih banyak dari yang menyeruak ke permukaan. Hal ini tentu harus membuat kita prihatin, mengingat remaja merupakan asset masa depan bangsa. Bahkan secara persentase, data-data tersebut angkanya jauh lebih besar.

Sesungguhnya fenomena kriminalitas, seks bebas, kekerasan seksual hingga narkoba di kalangan remaja  ini cukup untuk membuktikan betapa liberalisme memang sudah menjadi norma dan sekaligus life style menggantikan posisi agama yang sebelumnya cukup kental mewarnai budaya mereka. Remaja sekarang seakan tak rela tertinggal nafas jaman bernama modernitas yang kadung dimaknai sempit sebagai 'kebebasan' semata-mata. Tak heran, jika di pelosok kampungpun, gadis-gadis desa tak kalah modisnya dengan artis sinetron yang sehari-hari mereka tonton di televisi. Begitupun dengan para pemudanya. Gaya rambut, pakaian, hand phone, cara bicara dan bergaul tak kalah heboh dibanding pemuda Amrik dan artis-artis ibukota yang menjadi idola mereka. Oleh karenanya, jangan harap jika hari ini kita bisa melihat remaja desa  berbondong-bondong pergi ke mesjid untuk mengaji dan mengkaji ilmu agama sebagaimana yang biasa terjadi belasan tahun yang lalu. Maraknya pergaulan bebas yang kian menjadi trend dan dianggap sebagai standar kemajuan lifestyle di kehidupan modern. Istilah gaul, modern, dan metropolis kini selalu identik dengan pergaulan bebas. Sementara itu, interaksi sosial diantara individu umat --termasuk antara laki-laki dan perempuan-- yang seharusnya berorientasi pada tujuan membangun kerjasama (ta'awun) demi kemajuan umat, kian tersibghah oleh warna/orientasi seksualistik. Sehingga, alih-alih umat ini bisa bangkit, yang terjadi justru sebaliknya, umat semakin terjerumus pada kehancuran.

Liberalisme (paham kebebasan) memang menjanjikan banyak hal sekaligus menjerumuskan. Bagi sebagian orang, terlebih para remaja dengan segala karakteristik keremajaannya yang serba ingin tahu, dinamis dan potensi seksualitasnya  sedang berkembang, paham ini tentu cukup menggiurkan. Hanya saja, cara berpikir dan mental/emosi yang belum matang pada remaja membuat pilihan-pilihan perilaku bebas mereka lebih banyak dituntun berdasarkan keinginan naluriah semata. Akibatnya, tak sedikit dari mereka yang terjerumus dalam perilaku negative yang tidak hanya membahayakan masa depan mereka sendiri, tetapi juga membahayakan masa depan bangsa.

Kondisi ini kemudian diperparah oleh penerapan sistem sekuler yang memang 'tidak aman dan tidak sehat' buat remaja. Sistem ini bahkan menjadi lahan subur bagi berkembangnya liberalisme di tengah-tengah masyarakat dan menjadi biang kerusakan atas mereka. Sebagaimana diketahui, sekularisme dan liberalisme keduanya sama-sama menafikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dengan paham ini, semua orang dibiarkan menjalani pilihan-pilihan hidup tanpa harus terikat dengan aturan apapun sepanjang pilihannya tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebebasan orang lain. Kalaupun agama boleh berperan, kedua paham ini telah mendistorsi peran tersebut hanya pada hal-hal yang berhubungan dengan urusan ibadah yang dianggap privat, termasuk masalah pernikahan, perceraian dan ritual kematian. Adapun dalam tata ekonomi, pemerintahan, budaya, tata sosial dan lain-lain, system ini mengharamkan adanya campur tangan agama. Semua pengaturannya diserahkan pada kehendak manusia berdasarkan prinsip kebebasan (free will) yang kemudian terrumus dalam formula HAM.  Alhasil, yang muncul adalah tatanan hidup yang rusak, seperti tatanan ekonomi kapitalistik yang eksploitatif, tata pemerintahan yang oportunistik, tata budaya yang hedonistik, tata sosial yang liberalistik, dan lain-lain.

Islam Menyelamatkan Generasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun