Mohon tunggu...
Akmal Yusra Adamma
Akmal Yusra Adamma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa Hubungan Internasional di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai seorang mahasiswa jurusan hubungan internasional, saya selalu berusaha mengamati bagaimana kebijakan dan aktor luar negeri negara berinteraksi dan menjalin hubungan. Sejalan dengan pengalaman saya di berbagai organisasi penelitian dan pengembangan, serta sebagai pemimpin dalam organisasi yang berfokus pada hubungan internasional, saya telah dilatih dalam menganalisis urusan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Konflik Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

26 Mei 2024   11:29 Diperbarui: 26 Mei 2024   11:29 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kedaulatan dapat dimaknai sebagai kekuasaan tertinggi atas segala sesuatu yang dimiliki. Dalam konteks sebuah negara, kedaulatan merupakan  konsep bahwa negara tersebut memiliki hak terkait kekuasaan penuh dan eksklusif atas wilayahnya dan urusan domestiknya tanpa campur tangan dari pihak luar. Namun, hak-hak tersebut seringkali memiliki tantangan tersendiri apabila dihadapkan pada kondisi internasional yang penuh akan kepentingan dari berbagai macam aktor-aktor negara. Indonesia sendiri juga tak luput dari dinamika internasional yang juga seringkali mengancam kedaulatannya.

Konflik yang saat ini memiliki implikasi signifikan terhadap kedaulatan Indonesia adalah sengketa Laut China Selatan (LCS). LCS adalah wilayah yang memiliki keunggulan strategis yang kaya akan sumber daya alam dan menjadi jalur pelayaran utama. Wilayah ini menjadi titik sengketa karena klaim sepihak oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang mencakup sebagian besar wilayah melalui konsep Sepuluh Garis Putus-Putus (Ten Dash Line). Klaim Sepuluh Garis Putus-Putus yang diajukan oleh Tiongkok mencakup sekitar 90% dari LCS. Klaim ini tentunya bertentangan dengan kedaulatan dari beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Laut Natuna Utara yang merupakan wilayah dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia termasuk menjadi bagian dari klaim Tiongkok. Tak jarang klaim ini dilakukan dengan kapal-kapal patroli milik Tiongkok memasuki wilayah tersebut tanpa izin, yang akhirnya membuat hubungan antara Indonesia dan Tiongkok menjadi renggang.

Klaim sepihak oleh Tiongkok ini telah bertentangan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang diresmikan pada 1982, di mana perjanjian ini mengatur penetapan batas laut, hak-hak navigasi, penggunaan sumber daya laut, dan lain-lain. Sebagai negara yang meratifikasi UNCLOS pada tahun 1985, Indonesia memiliki hak penuh terkait wilayah ZEE nya di Laut Natuna Utara. Indonesia mendorong penyelesaian sengketa secara damai melalui diplomasi yang berdasarkan pada hukum internasional, termasuk UNCLOS. Indonesia mendukung upaya multilateral untuk memastikan bahwa semua klaim maritim di LCS sesuai dengan UNCLOS. Mahkamah Arbitrase Internasional pada tahun 2016 telah menolak klaim historis Tiongkok atas LCS, yang mana berujung pada penolakan Tiongkok untuk mematuhi keputusan tersebut.

Konflik LCS memaksa Indonesia untuk melakukan pendekatan diplomasi yang berhati-hati. Pendekatan strategis diperlukan Indonesia agar dapat menyeimbangkan antara menjaga kedaulatannya dan hubungan baik dengan Tiongkok. Diplomasi ini mencakup diplomasi bilateral, diplomasi regional, peningkatan kehadiran militer, dan upaya penyelesaian sengketa secara damai. Indonesia terus mengadakan dialog dengan Tiongkok secara langsung dalam membahas isu-isu LCS dengan bersamaan tetap memelihara hubungan ekonomi dan kerjasama keamanan, yang mencakup investasi, perdagangan, dan proyek-proyek yang mendukung Belt and Road Initiative (BRI) dengan Tiongkok. Di sisi lain, Indonesia melalui ASEAN juga berperan aktif dalam mendorong penyelesaian sengketa melalui mekanisme yang damai. Indonesia mendukung penerapan Code of Conduct (COC) di LCS yang sedang dirundingkan antara ASEAN dan Tiongkok untuk mengurangi ketegangan dan mencegah konflik.

Keamanan maritim di Laut Natuna Utara menjadi perhatian utama bagi Indonesia. Indonesia telah meningkatkan patroli maritim di sekitar Kepulauan Natuna untuk melindungi dan memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap wilayah ZEE Indonesia. Pelanggaran oleh kapal-kapal patroli Tiongkok mengancam keamanan nelayan Indonesia dan merusak sumber daya alam laut yang vital bagi ekonomi lokal. Dalam mengatasi hal ini, Indonesia telah meningkatkan patroli militer dan memperkuat armada angkatan lautnya di wilayah tersebut. Selain itu, Indonesia juga mendorong kerjasama keamanan dengan negara-negara ASEAN lainnya untuk menghadapi ancaman bersama yang ditimbulkan oleh klaim sepihak Tiongkok.

Tiongkok sendiri telah menunjukkan berbagai respon terkait upaya Indonesia dalam mengamankan wilayahnya di LCS. Khususnya di Laut Natuna Utara. Tiongkok lebih sering menggunakan pendekatan bilateral dalam berurusan dengan negara-negara ASEAN terkait sengketa di LCS. Pendekatan ini memungkinkan Tiongkok untuk menggunakan kekuatan ekonominya dan pengaruh diplomatiknya untuk mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan secara individu, daripada menghadapi kekuatan regional secara kolektif yang mungkin menentang klaimnya. ASEAN sering kali berusaha mencapai konsensus dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu, jika Tiongkok bernegosiasi secara multilateral dengan ASEAN, maka hal ini dapat mengurangi kemampuannya dalam mencapai kehendaknya. Dengan mengisolasi negara-negara ASEAN secara individu, Tiongkok dapat menghindari keputusan kolektif yang merugikan klaimnya di LCS.


Ancaman LCS terhadap kedaulatan Indonesia adalah sangat rumit. Klaim Sepuluh Garis Putus-Putus oleh Tiongkok tidak hanya bertentangan dengan hukum internasional, tetapi juga menantang kemampuan Indonesia untuk melindungi wilayah dan sumber daya maritimnya. Melalui pendekatan hukum internasional, diplomasi yang kuat, dan peningkatan keamanan maritim, Indonesia harus terus berupaya mempertahankan kedaulatannya. Dukungan internasional dan regional akan sangat penting dalam menghadapi tantangan ini, serta memastikan bahwa prinsip kedaulatan dihormati dan dilindungi di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah.

Referensi

Connelly, A. L. (2016, December 2). Indonesia in the South China Sea: Going it alone. Lowy Institute. Retrieved May 26, 2024, from https://www.lowyinstitute.org/publications/indonesia-south-china-sea-going-it-alone

Habibie, S. Y. (2024, April 25). South China Sea Conflict: Indonesia's Maritime Diplomacy. Modern Diplomacy. Retrieved May 26, 2024, from https://moderndiplomacy.eu/2024/04/25/south-china-sea-conflict-indonesias-maritime-diplomacy/

Yi, S. W. (2024, January 4). Navigating South China Sea Security in 2024 -- The Diplomat. The Diplomat. Retrieved May 26, 2024, from https://thediplomat.com/2024/01/navigating-south-china-sea-security-in-2024/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun