Mohon tunggu...
Mudzakkir Abidin
Mudzakkir Abidin Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang suka menulis

Menulis adalah sumber kebahagiaan. Ia setara dengan seratus cangkir kopi dalam menaikkan dopamine otak. Jika kopi berbahaya jika berlebihan dikonsumsi, namun tidak dengan tulisan, semakin banyak semakin baik buat otak.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ada Negerinya K-Pop di Pegunungan Karst Maros Pangkep

14 Agustus 2023   17:48 Diperbarui: 14 Agustus 2023   18:13 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ipar saya mengajak kami liburan Ahad kemarin ke Zulu Park. Sebuah spot wisata yang baru terletak di desa Balleangin, Kec. Balocci, Kab. Pangkep, Sul-Sel.

Setelah dhuhur kami berangkat. Kami sengaja memilih lewat jalur alternatif. Dari Bantimurung, ke Leang-Leang tembus kec. Balocci, Pangkep. Tak melewati jalan trans Sulawesi yang ramai kendaraan dan sering macet.

Karena di sepanjang jalan ini, mata dimanjakan oleh pemandangan hamparan sawah yang menguning dan gunung karst yang gagah menawan. Fyi, gugusan pegunungan karst terbesar kedua di dunia yang terletak di Maros Pangkep ini sudah diakui sebagai bagian UNESCO Global (UGGp).

Adrenalin sedikit terpompa saat harus melintasi beberapa jalan yang sangat menanjak dan sempit. Untuk supir pemula dan panikan, sebaiknya menghindari jalan ini.

Kami melintasi hutan. Jalan sepi. Tak ada rumah di sisi kanan kiri jalan. Tak ada mobil yang melintas kecuali dua mobil rombongan kami, satu mobil pickup orang lain yang berada di depan kami, dan sesekali pengendara motor berpapasan dengan kami.


Ada kejadian yang cukup lucu saat tiba di perkampungan. Kami penasaran berada di mana sekarang, apakah sudah masuk di wilayah administratif kabupaten Pangkep atau masih berada di wilayah administratif kabupaten Maros, daerah asal kami.

Saya pun iseng mampir bertanya pada sekelompok warga yang sedang nongkrong di tepi jalan. Ada yang menjawab sudah masuk Pangkep. Ada menjawab masih berada di Maros. Jawaban mereka bikin kami cengar-cengir. Warga desa saja bingung. Apalagi kami.

Dok pribadi
Dok pribadi

Saya pun membeberkan cara paling jitu untuk menjawab rasa penasaran kami. Yaitu dengan melihat baliho calon anggota dewan yang banyak terpampang di tepi jalan. Foto-foto beberapa caleg DPRD Pangkep yang terlihat. Menunjukkan kalau kami sudah berada di kec. Balocci, Pangkep.

Kurang lebih satu jam perjalanan dari rumah, kami sudah tiba di Zulu Park. Belum apa-apa saya langsung jatuh cinta pada tempatnya. Udaranya segar. Lingkungannya asri.

Taman ini diitari oleh pegunungan batu gamping yang menjadi bahan baku marmer yang katanya diekspor ke Italia. Areal persawahan di sisi atas dan sungai berbatu di sisi bawah. Entah yang mana puncak gunung Bulusaraung, tapi katanya kami berada di kaki gunung tersebut.

Untuk masuk ke taman, kami harus melintasi jembatan gantung yang telah dicat warna-warni yang sebenarnya kontras dengan pemandangan alam. Namun, dapat dimaklumi karena itu untuk kebutuhan daya tarik wisata.

Kami tiba di sore hari, jadi terik panas tak begitu menyengat. Lagi pula ada gazebo di mana-mana untuk bernaung jika sedang panas. Fasilitas lain seperti villa, mushalla, kafe, kolam renang, dan spot foto juga tersedia.

Ada yang unik di sini. Beberapa petunjuk jalan menggunakan aksara Hangul (Korea). Ada pula latar berfoto bergambar bangunan khas Korea. Terlihat beberapa pengunjung menggunakan pakaian tradisional Korea. Tapi mereka berhijab, matanya tak sipit, dan kulitnya kuning langsat.

Saya menyapa mereka dengan bahasa Korea "Annyeong Haseyo". Mereka hanya tersenyum tipis tanpa menjawab. Rupanya mereka orang-orang lokal yang menyewa hanbok (pakaian tradisional Korea) yang disediakan pihak Zulu Park semata untuk berfoto.

Dok pribadi
Dok pribadi

Begitu melihat kolam renang, anak-anak langsung ingin berenang. Sementara saya mengajak istriku untuk makan di kafe sebab dari tadi perutku minta diisi.

Makanan yang saya pesan harganya cukup bersahabat, tapi rasanya tak memuaskan. Untung suasana kafe membuat saya merasa tak rugi mengeluarkan duit.

Menjelang jam lima sore, anak-anak sudah berhenti mandi-mandi. Kami naik ke balkon yang ada lantai tiga bangunan utama. Balkonnya lumayan luas. Lantainya beralas rumput sintetik. Juga  ada "bean bag" untuk duduk selonjoran atau bahkan berbaring.

Untuk pengunjung yang gemar mengambil gambar, ini spot paling didambakan. Tapi bagi saya pribadi, saya lebih menikmatinya sebagai tempat bersantai mengagumi keindahan alam pegunungan, persawahan, dan infrastruktur taman yang aestetik. Dan menikmati terpaan lembut angin sepoi-sepoi sambil menyeruput secangkir teh panas.

Saya teringat dengan orang-orang Arab yang biasa saya antar ke tempat wisata seperti ini. Betapa girangnya mereka jika melihat pemandangan ini. Terbayang mereka akan mengeluarkan izbah (peralatan masak), menjerang air, membuat cai (teh) atau qahwah (kopi Arab), menikmati cemilan, lalu mendendangkan nasyid Arab dan bercengkrama ria.

Menjelang Maghrib, kami pulang. Melewati jalan utama. Melintasi jalan poros Tonasa Satu. Akses jalan sangat mulus.

Zulu Park sangat cocok bagi pengunjung yang mendambakan ketenangan (healing) dibanding kesenangan. Menginginkan kedamaian dibanding keramaian. Jadi akan cocok bagi sebagian orang, dan mungkin tak cocok bagi sebagian yang lain.

Oh iya, sepanjang jalan poros Tonasa Satu juga menawarkan banyak spot wisata alam lainnya seperti Taman Wisata Purbakala Sumpang Bita,   Danau Hijau Balocci, dll, yang bisa dijangkau dalam satu perjalanan. Bisa menjadi alternatif wisata jika telah bosan ke Malino dan Bantimurung.

Dok pribadi
Dok pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun