Kehidupan kita secara tidak sadar diajak untuk memiliki keputusan, mau tidak mau secara sadar ataupun tidak. Sehingga manusia mau tidak mau jika ingin menjadi menjadi manusia berkembang dan memiliki nilai guna atas kehidupan, menemukan potensi diri sesuai apa yang ditekuni atau disenangi. Keduanya ini tak kenal umur dan waktu ditentukan dengan bijak setiap individu,
Usaha yang bisa dilakukan paling sederhana yaitu menciptakan kesadaran dari dalam diri yang berdampak keluar. Dengan kata lain apapun yang diperjuangkan secara personal berdampak secara universal. Maka ini tidak mudah, butuh sebuah ekspert bidang serta modal ilmu dan pengalaman lebih luas--yang tidak hanya diperoleh dari pendidikan. Akan tetapi pendidikan akan menawarkan hal-hal tersebut ada dan dapat dipelajari di perguruan tinggi khususnya.
Jika memandang siklus pengembangan diri manusia pria, wanita, dan waria atau sebaliknya. Modalnya yaitu sebuah ilmu pengetahuan dan sebuah sikap. Keduanya akan selalu punya nilai dalam lintas zaman, bahkan dari dulu hingga sekarang secara sadar itu selalu ada dan berkembang sesuai peradaban manusia yang akan selalu ada. Namun, apakah itu dapat didapat oleh banyak orang, tidak, tidak semua mendapatkan sebuah kesadaran, kesabaran, dan kesempatan yang sama. Akan tetapi berusaha untuk membesar kemungkinan menemukan di ruang belajar besar kemungkinan dapat diperolehnya.
Sehingga muncullah sebuah sudut pandang penting untuk memilih, ingin menjadi manusia generalis atau spesialis. Kedua kata tersebut sebenarnya sudah dituliskan oleh seorang pakar bernama "David Epstein" menulis buku berjudul "Range: Mengapa Menguasai Berbagai Bidang Bisa Membuat Kita Unggul di Dunia yang Semakin Khusus". Sebuah buku menarik mengupas masalah-masalah hidup manusia yang begitu dekat. Bahwa kita akan menyadari bahwa sekarang mudah akses dengan adanya teknologi. Namun tuntutan malah harus menjadi orang banyak yang tahu. Lalu apa yang bisa dilakukan oleh kita.
Mari kita sadari sebagai pelajar. Kita bisa tahu bawah manusia sekarang banyak tuntutannya misal tidak bisa dikontrol dengan baik. Bahwa dalam pandangan stoik manusia semestinya menyadari kalau ada yang bisa dikontrol ada yang tidak.
Sejalan sebenarnya dalam ajaran Agama Islam. Bahwa kita semestinya bisa berpikir sejenak dengan hati agar kita bisa lebih bijak menentukan serta bisa mencapai hidup bijaksana yang berguna. Ini bersifat ideal, tapi perlu disesuaikan dengan hidup sesuai kemampuan kita di bidangnya bukan malah semua dikerjakan, sebab khawatir akan berdampak kurang membuat lebih produktif dan bisa fatal misal bukan bidangnya.
Pengembangan ini perlu disadari agar bisa memiliki dasar atas apa yang dipilih dan ingin kita kembangkan dalam diri kita sebagai pelajar, sehingga hal ini dapat dirasakan keberdampakannya. Baik personal maupun universal.
Bagaimana menjawab persoalan tersebut, apa yang dibutuhkan. Yang dibutuhkan sebuah parangai saintifik temper atau pola pikir yang logis sesuai dengan sebuah pertanyaan, misalkan mengapa kita hidup di bumi apa tugas kita apa yang harus dilakukan sebagai manusia. Kesadaran ini merupakan sebuah sikap pesimis=kesadaran. Sedangkan dalam optimis=keyakinan bahwa hidup merupakan hidup sebaik-baiknya manusia bermanfaat dalam skala kecil atau bersyukur besar.
Mencapai itu sangatlah banyak. Salah duanya secara personal peningkatan literasi dan kemampuan belajar sesuai kebutuhan--yang terus menerus. Sebab kedua aspek tersebut telah ada dalam keyakinan agama 'iqro (membacalah)' sebuah sumber mencapai segala itu ada ilmunya, salah satu dengan membaca dan belajar terus menerus. InsyaAllah akan menemukan pengembangan diri sesuai dengan pilihan kita sebagai manusia sosial.