Mohon tunggu...
Akhmadi Swadesa
Akhmadi Swadesa Mohon Tunggu... Seniman - Menulis Fiksi

Menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Arwah Suruhan

27 Mei 2024   05:02 Diperbarui: 14 Juni 2024   19:30 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi horor sumber: Pixabay


Oleh: Akhmadi Swadesa

KETIKA jenazah Shopi sudah masuk ke liang kubur, dan orang-orang yang berdiri di atas bersiap mengayunkan cangkulnya untuk menggelontorkan bongkahan tanah menutup liang kubur itu, sontak Rastaman -- ayah Shopi -- menahannya.
     "Tunggu dulu," kata orangtua itu sambil kembali turun ke dalam lubang kubur putri kesayangannya itu. Hampir saja aku lupa, pikirnya. Dengan wajah sedih dia membuka lagi bilahan papan yang tersusun miring -- papan penahan agar tanah tidak langsung mengenai mayat -- di atas jenazah itu, tepat pada bagian kepala. Dia sibak sedikit kain kapan hingga wajah Shopi terlihat dan perlahan dia arahkan untuk menghadap ke arahnya. Rastaman kemudian mengeluarkan beberapa lembar foto ukuran 4R dan memperlihatkannya kepada jenazah Shopi.
     "Shopi anakku, kau lihatlah orang-orang di dalam foto ini. Perhatikanlah. Temukan orangnya yang telah membinasakanmu. Bunuhlah dia sebagaimana dia membunuhmu. Dimana saja dan dengan caramu. Namun, tujuh hari sebelum kau melakukannya, tunjukkanlah orang itu kepadaku meskipun cuma dalam mimpi," bisik Rastaman bernada memerintah.
     Dan kemudian Rastaman juga membuka galeri hape androidnya, lantas menunjukkan foto-foto orang yang tadi ikut mengantar jenazah Shopi ke tanah perkuburan. Tadi memang secara diam-diam Rastaman berhasil memfoto semua orang itu. Dengan referensi semua foto-foto itu, dia perlihatkan kepada jenazah Shopi agar anaknya yang sudah meninggal, dengan harapan secara gaib mampu mengenal pembunuhnya dan membalasnya dengan hukuman yang setimpal. Nyawa harus dibayar nyawa!
     Cara yang dilakukan Rastaman ini adalah cara yang diajarkan oleh bapaknya dahulu. Menurut bapak, jika ada yang terbunuh dan pelakunya belum ditemukan, maka ketika si korban sudah di lubang kubur namun kuburan itu belum di tutup, perlihatkan saja kepada si mayat foto-foto orang yang dikenalnya, atau foto-foto orang yang pernah dekat dengan korban. Foto-foto itu boleh ditemukan dimana saja. Maka roh si mayat akan 'melihat' foto-foto itu dan siap menjalankan perintah yang dipesankan kepadanya.
     "Jika dari foto-foto itu ternyata tidak ada foto si pelaku, Pak, bagaimana?" tanya Rastaman ketika itu.
     "Pertanyaan yang bagus," sahut bapak tersenyum. "Itu bukan masalah. Tidak jadi soal. Lantaran dari foto-foto itu ada yang memang foto teman atau sahabat si korban ketika masih hidup. Dari mereka itulah, secara gaib tentunya, kenalan si korban itu nantinya yang akan menunjukkan kepada si korban siapa si pembunuh itu, dan arwah si korban akan bergerak mengejar pembunuhnya untuk membalas dendam. Begitulah."
     Ketika kubur Shopi telah ditutup dan orang-orang yang mengantar sudah pulang, Rastaman beserta istri dan anak bungsunya  -- adik almarhumah Shopi, si Kamrin yang baru berumur sebelas tahun, masih berdiri memandang gundukan tanah kuburan Shopi.   Anak mereka memang hanya dua orang, Shopi dan Kamrin.
    "Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Bapak?" tanya si istri, lirih.
     "Tidak ada. Kita menunggu saja," jawab Rastaman.
     "Apa yang kita tunggu, Pak?" Kamrin ikut nimbrung.
     "Ya, menunggu. Tuhan tidak tidur. Setiap perbuatan, baik atau buruk, ada balasannya."
     Shopi sudah duduk di kelas 3 SMA. Tapi kemarin senja mayat Shopi ditemukan mengambang di pinggir sungai, kurang lebih satu jam setelah gadis manis itu dengan riang gembira bermain bola voli di halaman balai desa bersama teman-temannya. Shopi dipastikan dibunuh seseorang dengan cara dicekik dan dibenamkam ke air sungai yang sedang pasang. Di lehernya ada bekas cekikkan. Seluruh warga desa rusuh. Tapi tidak ada yang mengaku melihat Shopi pergi ke sungai, apalagi bersama seseorang. Peristiwanya segera dilaporkan ke polisi. Dan polisi tingkat kecamatan dengan senang hati menerima laporan itu, selanjutnya terserah kalian! Maksudnya biarlah waktu nanti yang akan mengungkap siapa pelaku pembunuhan itu. Petugas tidak mau repot memikirkannya! Apalagi Shopi hanya anak seorang petani biasa yang masuk katagori miskin.
     Namun yang paling membuat Rastaman dan istrinya bertambah sedih adalah, bahwa Shopi ternyata sedang hamil muda. Itu dikatakan mak Sulami, seorang dukun beranak berpengalaman, yang turut serta ketika memandikan jenazah Shopi.
     Siapa yang menghamili Shopi? Pacarnyakah? Siapa pacarnya? Kedua orangtua Shopi, yang kerjanya hanya bertani dan sibuk di ladang, tidak tahu siapa pacar anak gadisnya itu. Shopi tidak pernah cerita, dan tidak pernah pula mengajak teman cowoknya ke rumah mereka. Lantas siapa?
     Apakah Shopi memberitahu kepada lelaki itu bahwa dia hamil, dan lelaki itu harus tanggung jawab? Dan si lelaki tidak mau tahu. Shopi terus memaksanya. Lelaki itu marah. Lalu mencekik dan membenamkan Shopi ke air sungai yang sedang pasang. Namun itu hanya satu kemungkinan.
     Hari pun bergulir menyeret kesedihan keluarga Rastaman. Di hari ke tiga belas kematian Shopi, pada tengah malam yang dingin dan berhujan gerimis, Rastaman terbangun dari tidurnya. Dia seperti mendengar ketukan yang amat lirih pada daun pintu depan. Rumah mereka ini, sebagaimana rumah-rumah di kampung kecil, letaknya berjauhan dari rumah tetangga. Sangat jarang ada tetangga yang berkunjung ke rumah tetangga yang lain pada waktu malam. Apalagi di tengah malam yang dingin dan bergerimis seperti sekarang ini!
     Namun Rastaman tergerak hatinya untuk bangkit dari tempat tidurnya, dan berjalan ke pintu depan sambil memegang lampu senter. Daun pintu depan itu selain memakai kunci selot, juga diberi palang kayu. Rastaman perlahan-lahan melepaskan palang kayu itu dan menarik kunci selot. Daun pintu terbuka lebar dan...Shopi nampak bergaun putih berdiri di tanah halaman yang basah karena gerimis! Rambutnya tergerai panjang, sorot matanya putih dan kosong. Shopi menatap ayahnya sambil tersenyum.
     "Shopi anakku...," bisik Rastaman, takjub.
     Sorot lampu senter yang Rastaman arahkan ke depan, memperlihatkan bahwa Shopi tidak sendirian. Di belakangnya, seperti bayangan yang samar-samar nampak seorang pemuda menatap tajam ke arah Shopi.
     "Tarsam!" teriak Rastaman. "Kau Tarsam! Kau yang membunuh Shopi, anakku?!"
     Dengan emosi yang memuncak Rastaman melompat ke depan. Ingin ia rangkul Shopi, dan menendang Tarsam. Namun Rastaman hanya menyentuh angin. Di depannya hanya gelap malam. Lirih dia dengar arwah Shopi berkata: "Dialah orangnya, Bapak...."
     "Lakukan tugasmu, Nak. Seperti yang bapak perintahkan di dalam liang kuburmu tempo hari," bisik Rastaman.
     Tarsam adalah putra sulung dari  Brotomungkir, seorang bos rentenir di desa ini. Dengan meminjamkan uang kepada warga yang membutuhkan dan juga kepada para petani, kemudian memungut bunga yang tinggi, kehidupan Brotomungkir memang nyaman dan kaya raya, paling tidak untuk ukuran di desa kecamatan itu.
     Tarsam adalah pemuda angkuh dan sombong. Setelah tamat SMA dia tidak lanjut ke perguruan tinggi, hanya sesekali membantu pekerjaan ayahnya yang rentenir itu. Kerjanya lebih banyak mejeng dengan sepeda motor mahal dan handphone android keluaran terbaru. Dan kerap pulang larut malam.
     Gadis-gadis di desa itu merasa bangga jika bisa berteman dan akrab dengan Tarsam. Termasuk Shopi, tentu saja.
     Tujuh hari setelah kemunculan arwah Shopi di halaman rumahnya pada tengah malam yang bergerimis itu, yang disaksikan oleh Rastaman sang ayah, kini terjadi peristiwa horor di rumah keluarga Brotomungkir.
     Sudah pukul sebelas malam, Brotomungkir masih  menghadap meja kerjanya, sibuk menghitung pembukuan uang yang masuk. Tiba-tiba lelaki yang telah berumur lebih setengah abad itu mendengar suara gaduh di sekeliling rumah. Seperti suara langkah binatang yang besar dan berat berlari-lari mengitari rumahnya yang besar itu. Dia menajamkan pendengarannya. Oh, itu suara babi, pikirnya pasti. Memang babi-babi liar dari hutan kerap secara bergerombol memasuki kampung. Keadaan dalam rumah sudah sepi. Istri dan anak-anaknya sudah tidur.
     Brotomungkir merasa kesal juga. Dia berdiri dari duduknya dan berjalan meraih senapan berburunya yang tergantung di belakang pintu. Lantas berjalan menuju ruang depan setelah lebih dulu mengisi senapan itu dengan peluru. Masih terdengar suara gaduh di sekeliling rumah.
     Dengan gerakan kasar Brotomungkir membuka daun pintu depan yang berat. Dia terkejut bukan main. Di teras rumahnya yang berkeramik mahal itu, nampak seekor babi besar berdiri kokoh dan memandang tajam ke arahnya. Mata babi itu nampak merah menyala. Brotomungkir tidak membuang waktu. Moncong senapannya dia arahkan ke babi itu dan: "DOOR!" Peluru lepas menerjang.
     Tubuh itu terjungkal tanpa sempat mengeluarkan suara. Darah muncrat dan menggenang di sekitar kepalanya. Brotomungkir mundur selangkah. Wajahnya pucat. Lampu teras yang terang-benderang memperlihatkan pemandangan sebenarnya. Ternyata yang dia tembak bukan seekor babi, melainkan seorang manusia!
     "Tarsam!" teriak Brotomungkir sambil melemparkan senapannya ke lantai.
     Tidak jauh dari situ, di semak-semak rumpun bambu kuning di sudut halaman, terlihat samar di gelap malam, bayangan arwah Shopi. Sorot matanya putih dan kosong. Melayang dan melayang, lantas melenyap dari tempat itu. ***


Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun