Pendahuluan
Berbicara teori evolusi, mungkin anda langsung teringat pada Charles Darwin. Memang evolusi seakan-akan mutlak milik Darwin padahal sebelum ia sudah banyak bermunculan evolusi oleh para failasuf yang tergolong failasuf alam diantaranya Thales, Anaximander hingga berkembang pada era sokrates seperti Plato dan lain sebagainya. Para failasuf alam mengutarakan pandangannya bahwa alam semesta lahir dari elemen atau materi utama seperti air, api, udara dan tanah. Sedangkan menurut Plato semesta yang kita tempati ini merupakan bayangan dari dunia ide. Puncak terkenalnya istilah evolusi itu bermula dari upaya yang dilakukan Charles Darwin dalam memahami manusia. Manusia baginya berasal dari seleksi alamiah atau hukum alam.
Namun teorinya tersebut belakangan ini mendapat banyak kritik. Seperti yang dilontarkan oleh Mulyadhi Kartanegara, Guru Besar Filsafat Islam, teori evolusi masih memiliki kekurangan berupa ketidakjelasan arah teori evolusi tersebut akan bermuara, artinya teori tersebut tidak memiliki tujuan yang pasti dan jelas. Tak hanya itu, asal manusia diciptakan bermula pada seleksi alamiah namun jika ditanyakan darimana asal usul tersebut pun tidak jelas berasal dari mana (Kartanegara, 2017: 128). Utamanya dari kalangan kristianitas sebab teori Darwin bertentangan dengan apa yang ditulis dalam kitab perjanjian lama bahwa langit dan bumi dengan segala isinya langsung diciptakan oleh Allah dalam waktu enam hari dan ciptaan terakhir adalah manusia yakni adam dan hawa yang ditempatkan dalam taman Firdaus (Suseno, 2023: 20).
Sekalipun mendapat krititikan, Darwin tetap dikenal sebagai penggagas dan pendorong kebanyakan manusia untuk memahami timbulnya alam semesta dengan alat yang ada pada dirinya yakni indra dan akal ketimbang hanya meyakini saja pada dalil keagamaan tanpa mau mencurahkan anugerah Tuhan yang telah diberikan. Tak hanya itu, beragam pandangan ilmiah pun lahir sebagai reaksi atas kemunculan karya Darwin, itu berarti ia berhasil menghidupkan dunia sains. Diantaranya Yuval Noah Harari, sejarawan asal Israel yang secara signifikan membahas perkembangan manusia pada abad 21 dengan segala tantangan dan ancaman hingga saat ini. Bagaimanakah pandangan keduanya? Mari simak penjelasan berikut ini.
B. Charles Darwin
Teori evolusi sudah banyak dikenal dalam dunia pengetahuan. Nama Charles Darwin sudah marak sebagai ilmuwan yang mencetuskan teori tersebut. Darwin seorang naturalis yang besar ditengah keluarga industrialis dan saintis kedokteran (www.britannica.com) merumuskan teorinya dalam karyanya "The Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in the Struggle for Life". Sebetulnya, ia tidak menyebut rumusan teorinya bernama evolusi, tetapi keturunan dengan modifikasi. Istilah evolusi digunakan oleh para pembaca Darwin setelah buku Darwin terbit. Lalu evolusi yang diyakini oleh Masyarakat awam ialah manusia berasal dari kera. Padahal tidak seperti itu, dalam sejarahnya manusia berkerabat dengan simpanse lalu perkembangannya manusia berevolusi lebih unggul dari hewan lain sebab manusia melewati empat revolusi diantaranya revolusi kognitif, pertanian, ilmiah dan industri (Purnomo, 2023: 82).
Paradigrma awal Darwin adalah tidak ada perubahan sejak waktu bumi diciptakan, paradigma tersebut dipengaruhi oleh Aristoteles. Tetapi perkembangannya berubah menjadi konklusi bahwa organisme yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan mampu juga meneruskan sifat unggul kepada keturunannya melalui proses reproduksi (Taufik, 2019: 100). Keturunan dengan modifikasi, berbagai bentuk kehidupan yang ada di bumi seperti pohon, bunga, cacing dan lain sebagainya merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama. Keragaman menimbulkan adanya klasifikasi hierarki spesies dari mulai yang kecil hingga besar, kurang sempurna hingga sempurna. Adanya keragaman bermula karena bentuk-bentuk yang berbeda cenderung berevolusi secara terpisah seiring perjalanan waktu (Ridley, 2024). Modifikasi keragaman spesies sendiri mengandaikan adanya hereditas dan variasi pada setiap spesies.
Kita bisa melihat beragamnya variasi spesies mulai dari binatang, tanaman hingga manusia disebabkan oleh pertumbuhan reproduksi dengan kebiasaan dan keadaan berbeda, juga oleh Andrew Knight disebut faktor bertambahnya makanan pun memengaruhi adanya variasi (Darwin, 2009: 5). Landasan hereditas dan variasi begitu penting, tanpa keduanya maka evolusi tidak akan terjadi dan seleksi alamiah tidak efektif. Adapun hereditas sendiri suatu totalitas pewarisan karakter sedangkan variasi merupakan perubahan yang meniscayakan adanya perbedaan pada setiap spesies (Ridley, 2024). Semua spesies memiliki asal usul nenek moyang yang sama, hanya saja dalam kelahirannya atau kemunculannya memiliki kesamaan karakter sekaligus perbedaan. Kita, manusia yang merupakan genus homo atau manusia dari spesies sapiens. Sapiens yang dimaksud adalah nenek moyang manusia sekarang ini yang memenangkan persaingan seleksi alam dengan genus manusia lainnya seperti homo erectus, neanderthal dan homo Denisova (Purnomo: 82). Setelah hidup, spesies mencoba beradaptasi pada alam yang sepenuhnya teratur ini. Baginya, alam berkembang dengan sendirinya berdasarkan hukum-hukumnya atau yang ia sebut seleksi alamiah (Kartanegara: 118).
Seleksi alamiah sebagai mekanisme perubahan evolusioner. Seleksi alamiah timbul karena tingginya laju pertumbuhan yang membuat setiap spesies survive untuk bertahan hidup melalui perjuangan atau persaingan (Ridley, 2024). Perjuangan atau persaingan bagian dari proses internal yang terjadi antar individu dalam suatu kelompok biologis yang sama. Saat jumlah setiap spesies yang menempati semesta ini berlebih maka akan beragam juga variasi keturunan suatu spesies terutama dalam hal struktur maupun kebiasannya. Kondisi seperti itu memunculkan seleksi alam yang terjadi pada setiap populasi yang memenuhi sejumlah keadaan seperti:
- Beberapa anggota kelompok berbeda dari individu lainnya.
- Keturunannya biasanya mirip dengan orang tuanya.
- Beberapa individu dalam suatu populasi menghasilkan keturunan lebih banyak daripada rata-rata.
Seleksi alamiah mengandaikan adanya persaingan antar organisme-organisme, siapa pun yang unggul, kuat dan mampu bertahan diri maka itulah yang hidup (Suseno, 2023: 24). Seleksi alamiah pun mendorong perubahan evolusioner ke arah peningkatan adaptasi. Itu artinya individua tau spesies yang menunjukkan keberhasilannya dalam menumbuhkembangkan adalah mereka yang paling mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Argumentasi Darwin memang tidak perlu mendalilkan keberadaan Tuhan namun bukan berarti ia menentang agama apalagi menyangkal keberadaan Tuhan. Ia tidak seperti itu, ia hanya menyangkal anggapan yang berkembang bahwa spesies mempunyai asal-usul yang berbeda. Justru, adanya adaptasi pada alam semesta yang sudah teratur dengan hukum-hukumnya menjadi landasan adanya keberadaan Tuhan.
C. Yuval Noah Harari