Pada akhir Perang Dunia II para ahli bidang ekonomi berkumpul untuk membicarakan bagaimana membangun kembali perekonomian dunia pasca Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh PBB di Bretton Woods pada 1 Juli dan berakhir pada 22 Juli 1944. Pada pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan 44 negara di dunia, termasuk Amerika dan Inggris. Hasil dari pertemuan itu akhirnya disepakati untuk mendirikan tiga lembaga ekonomi internasional seperti international monetary fund (IMF), international bank for reconstruction and development (IBRD), dan lembaga perdagangan internasional (ITO). ketiga lembaga itu memiliki peranan yang berbeda dalam menyelenggarakan tugasnya. IMF memiliki peran sebagai pengatur sistem keuangan dan bertanggung jawab dalam mengatur sistem finansial dan keuangan global serta menyediakan pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu permasalahan ekonomi masing-masing negara anggotanya. Secara umum, IMF memiliki tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mendorong kerjasama moneter internasional melalui suatu lembaga permanen yang menyediakan mekanisme untuk berkonsultasi dan kerjasama dalam pemecahan maslah moneter internasional.
2. Untuk membantu tercapainya perluasan dan keseimbangan pertumbuhan perdagangan internasional dan untuk menyumbang tercapainya tignkat pendapatan nasional yang tinggi untuk pengembangan sumber daya produktif dari seluruh negara anggota sebagai sebuah tujuan utama kebijakan ekonomi.
3. Untuk mendorong stabilitas nilai tukar untuk mempertahankan sistem nilai tukar yang teratur antar negara anggota untuk mencegah terjadinya persaingan depresiasi mata uang.
4. Untuk membantu penciptaan dari sistem pembayaran multilateral antar negara anggota dan penghapusan hambatan transaksi valuta asing yang menghambat pertumbuhan perdagangan dunia. Dalam merealisasikan tujuannya, IMF menyediakan pinjaman jangka pendek untuk membantu negara anggotanya yang tengah mengalami krisis perekonomian. Tanggung jawab IMF meliputi tiga fungsi pokok yaitu: regulatory, financial, dan consultive.
 Krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997, peristiwa tersebut telah berlangsung selama hampir dua tahun lamanya yang kemudian menjadi kelumpuhan kegiatan perekonomian di Indonesia karena banyaknya perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur. Keadaan ekonomi saat itu diperparah dengan beberapa peristiwa seperti kegagalan panen padi di banyak wilayah di Indonesia karena musim kering panjang dan terparah selama 50 tahun terakhir, hama, kebakaran hutan besar-besaran di Kalimantan dan peristiwa kerusuhan yang terjadi di berbagai kota di Indonesia pada pertengahan tahu 1998. Penyebab terjadinya krisis terebut bukan berasal dari fundamental ekonomi Indonesia yang lemah, melainkan karena hutang swasta luar negeri yang tercatat dengan jumlah besar. Selain itu krisis berkepanjangan itu terjadi karena merosotnya nilai tukar rupiah yang tajam akibat dari adanya serbuan mendadak dan bertubi-tubi terhadap dollar AS dan jatuh temponya hutang kepada swasta luar negeri dalam jumlah yang besar. Kesalahan pemerintah pada saat itu adalah karena pemerintah telah memberikan sinyal yang salah kepada pelaku ekonomi dengan membuat nilai rupiah terus menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang tinggi sehingga menyebabkan pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam mata uang asing menjadi relatif murah. Selain itu, pemerintah tidak melakukan pengawasan terhadap hutang-hutang swasta luar negeri, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan dibentuknya tim PKLN. Menurut IMF, krisis ekonomi yang terjadi secara berkepanjangan di Indonesia ini disebabkan karena pemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah sangat terdepresiasi. Strategi IMF dalam menangani permasalahan ini adalah dengan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada mata uang. Selain itu, IMF mengeluarkan bantuan pertama yang ditandatangani pada 31 Oktober 1997 yang mana didalam bantuan tersebut tertuju pada empat bidang seperti.
 1. Penyehatan sektor keuanganÂ
2. Kebijakan fiskalÂ
3. Kebijakan moneterÂ
4. Penyesuaian struktural.Â
Dalam menunjang bantuan yang ditawarkan pada empat aspek diatas, IMF mengalokasikan stand by credit sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga sampai lima tahun masa program peminjaman berlangsung. Kemudian US$ 3,04 milyar dicairkan dengan segera dan jumlah yang sama disediakan setelah 15 Maret 1998. Dari total keseluruhan pinnjaman tersebut, Indonesia sendiri memiliki kouta di IMF sebesar US$ 2,07 milyar. Dalam hal ini, prioritas utama IMF adalah restrukturisasi sektor perbankan. Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit murah bagi perusahaan kecil-menengh dan koperasi dengan tambahan dana dari anggaran pemerintah.