Mohon tunggu...
Akbar Malik
Akbar Malik Mohon Tunggu... Dosen - Menjadi hebat dan melampaui keterbatasan

Perenung sejati

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seberapa Pentingkah Nilai dalam Proses Pendidikan?

19 Januari 2018   20:33 Diperbarui: 19 Januari 2018   20:46 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: youthmanual.com

Dalam sebuah proses pendidikan, ada suatu standar yang digunakan untuk dijadikan parameter atau indikator untuk mengukur sejauh mana target pendidikan dicapai. Standar itulah yang biasa kita sebut dengan 'nilai'. Menjadikan nilai sebagai tolak ukur yang dianggap dapat "mewakilkan" tingkat pemahaman seseorang terhadap suatu ilmu, selalu menjadi pembahasan yang menarik, bahkan terkadang menjadi perdebatan.

Ada yang berpandangan bahwa nilai tidak dapat dijadikan tolak ukur utama dalam menentukan apakah seseorang paham atau tidak suatu ilmu. Karena untuk menilai pehamaman seseorang diperlukan indikator-indikator lain, tidak hanya sebatas pada sebuah angka atau huruf pada selembar kertas ujian.

Ada juga yang berpandangan bahwa nilai pada secarik kertas tidaklah menggambarkan karakter positif yang dimiliki sang pemilik nilai. Pandangan ini memandang bahwa karakter positiflah yang merupakan goals dari pendidikan, tidak hanya sebuah nilai, yang penilaiannya cenderung parsial.

Ada juga yang memandang bahwa nilai adalah segalanya. Pandangan ini didasarkan pada pandangan masyarakat umum yang lebih menghargai dan menitikberatkan nilai, bahwa nilai merupakan indikakor kesuksesan seorang penuntut ilmu.

Saya berlepas diri terhadap apa pun pandangan Anda terhadap nilai. Namun izinkanlah saya sedikit bercerita tentang pandangan saya mengenai nilai.

Kemarin, grup seketika ramai membicarakan nilai yang sudah keluar. Nilai yang sudah final diberikan dosen, dan terlampir pada web khusus informasi nilai mahasiswa.

Respons mereka setelah melihat nilai macam-macam. Ada yang bahagia penuh syukur, karena nilai yang didapat memuaskan. Ada juga yang biasa saja, tak ambil pusing tentang nilai. Ada juga yang sedikit mengambil pikiran berlebih terhadap nilai yang didapatnya, karena ragu melaporkannya kepada orangtua. Bermacam-macam.

Saya sendiri memilih mengombinasikan semua respons itu. Bersyukur karena masih dapat nilai, nilai yang tak mungkin mengecewakan diri sendiri, karena mungkin itulah hasil kerja saya. Rasanya tak perlu ambil pusing juga, toh perjalanan perjuangan masih panjang, masih ada kesempatan memperbaiki dan menyempurnakan yang kurang. Sedikit berpikir lebih juga ia, berpikir bagaimana caranya pada kesempatan selanjutnya bisa lebih baik.

Saya menghargai dan mengangkat topi setinggi-tingginya kepada Anda yang memandang bahwa nilai tinggi itu perlu dan penting. Sebagai wujud pertanggungjawaban kita sebagai manusia yang sudah menginjakkan kaki di bangku sekolah atau perkuliahan. Saya sependapat dengan Anda, karena salah satu prinsip saya juga begitu.

Namun saya juga terkadang berpandangan bahwa nilai itu tidak begitu penting untuk kehidupan. Daya juang untuk mendapatkan nilai tinggi tak akan sebanding dengan perjuangan kita melawan arus dan menerjang badai lika-liku kehidupan. Karena itu, kadang saya merasa ilmu kehidupan jauh lebih penting daripada ilmu mata kuliah.

Sebenarnya, apa pun pandangan kita terhadap urgensi nilai dalam sebuah proses pendidikan, kehidupan bersekolah dan berkuliah akan terus berlanjut. Dan ketika kita memilih untuk duduk di bangku sekolah atau kuliah, seketika tanggungjawab sebagai insan intelektual jatuh pada diri kita. Yang tanggungjawab tersebut harus diwujudkan dan dibentuk dalam keseharian.

Ketika Anda memilih mengeyam pendidikan di bangku perguruan tinggi, sudah menjadi konsekuensi bahwa Anda harus mendapat dan memperjuangkan nilai yang tinggi.

Ada sebuah persepsi yang harus diluruskan. Bahwa setiap aspek penilaian pendidikan itu tidak bisa diurai satu per satu. Karakter positif, nilai yang tinggi, dan kemampuan menjadi satu paket yang harus dimiliki setiap siswa atau mahasiswa. Dalam bahasa lainnya kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Adalah sebuah kekeliruan apabila kita menitikberatkan pada salah satu aspek saja. Misal afektif. Kita memandang karakter adalah yang terpenting dan terutama, sedangkan kognitif (nilai) tidak begitu penting.

Ketiga aspek tersebut menjadi kesatuan yang utuh yang harus dimiliki setiap orang yang bersekolah atau berkuliah. Ketiganya harus menjadi fokus utama, tanpa memilah dan memandang salah satu lebih penting.

Hidup ini harus ideal, dan proporsional. Semua harus ditempatkan secara tepat. Termasuk menempatkan dan memosisikan nilai dalam proses pendidikan kita. Janganlah kita terlalu acuh sehingga abai terhadap apa yang sudah menjadi tanggungjawab kita. Jangan pula terlalu berlebihan, menganggap nilai sebagai dewa kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun