Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia. Buku: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri. BT 2022. KOTY 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pendidikan Hijau nan Berkelanjutan bagi (Calon) Generasi Green Jobs

18 Januari 2025   07:54 Diperbarui: 19 Januari 2025   16:13 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memupuk kepedulian sejak dini kepada anak didik. (Foto: Akbar Pitopang)

Di tengah arus modernisasi maka selanjutnya isu keberlanjutan menjadi perhatian. Tidak terkecuali di dunia pendidikan. Sekolah bisa menjadi garda terdepan dalam menanamkan nilai-nilai positif mengenai gaya hidup berkelanjutan kepada generasi muda. Program-program seperti menanam sayuran hingga panen telah menjadi highlight di kalender kegiatan sekolah. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, hadirnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema gaya hidup berkelanjutan relevan memperkuat langkah ini. Seberapa jauh ini benar-benar membekas dalam diri para siswa?

Kegiatan seperti menanam sayuran bukan sekadar aktivitas bercocok tanam. Ada filosofi seperti kesabaran, tanggung jawab, dan apresiasi terhadap proses alam. 

Saat siswa melihat tunas kecil menjelma menjadi tanaman yang subur, mereka belajar bahwa hal besar dimulai dari langkah kecil. Terlebih, ketika tanaman itu akhirnya dipanen maka ada rasa bangga dan syukur. 

Sayangnya, seringkali program ini menghadapi masalah klasik. Setelah panen biasanya lahan menjadi terlantar, tanaman dibiarkan mati, dan semangat siswa mulai memudar. 

Kegiatan yang seharusnya menjadi fondasi mindset kebiasaan baik berubah menjadi sekadar rutinitas tahunan untuk keperluan dokumentasi atau laporan. 

Apa yang salah?
Kesibukan sekolah, kurangnya dukungan secara berlanjutan, hingga minimnya pengelolaan usai panen menjadi faktor utama. 

Padahal, jika program ini dikelola dengan baik maka dampaknya bisa sangat besar. Bukan hanya pada siswa tetapi juga pada lingkungan sekolah dan masyarakat sekitarnya. 

Bayangkan jika setiap sekolah mampu menghasilkan sayuran organik untuk konsumsi sendiri. Dampaknya tidak hanya pada kesehatan siswa tetapi juga dapat menjadi upaya mewujudkan ketahanan pangan.

Program kegiatan berbasis gaya hidup berkelanjutan di sekolah. (Foto: Akbar Pitopang)
Program kegiatan berbasis gaya hidup berkelanjutan di sekolah. (Foto: Akbar Pitopang)

Dalam konteks yang lebih luas, program ini juga relevan dengan tren global seperti karir green jobs. Profesi ramah lingkungan pasti dapat menjadi masa depan yang cerah bagi generasi muda. 

Siswa bila sudah terbiasa dengan kegiatan seperti ini maka memiliki minat serta peluang besar untuk berkontribusi dalam sektor pertanian berkelanjutan, energi terbarukan, atau bahkan ekonomi hijau.

Akan tetapi, sebelum membahas potensi besar itu sebaiknya langkah kecil harus benar-benar dioptimalkan. Sebuah kebiasaan tidak akan terbentuk jika hanya dilakukan sesekali. 

Program gaya hidup berkelanjutan di sekolah harus dilanjutkan dengan keberlanjutan yang nyata. Libatkan lebih banyak pihak, termasuk orang tua. 

Menumbuhkan gaya hidup berkelanjutan di sekolah antara harapan dan kenyataan. (Foto: Akbar Pitopang)
Menumbuhkan gaya hidup berkelanjutan di sekolah antara harapan dan kenyataan. (Foto: Akbar Pitopang)

Bukankah lebih baik jika panen hasil kerja siswa bisa dibagikan kepada keluarga mereka? 
Hal ini tidak hanya meningkatkan kebanggaan siswa tetapi juga mempererat kolaborasi guru dan orangtua.

Tidak kalah penting, sekolah harus mengubah pola pikir siswa tentang kegiatan ini. Tanamkan bahwa gaya hidup berkelanjutan bukan sekadar tugas sekolah tetapi harus diamalkan menjadi bagian dari gaya hidup. 

Hendaknya siswa bisa membawa kebiasaan ini ke rumah. Mulai dari menanam berbagai macam sayuran di pot hingga memanfaatkan sampah dapur untuk mengompos.

Jika dilakukan secara konsisten maka dampak kegiatan ini bisa sangat besar. Bayangkan jika satu sekolah mampu mempengaruhi ratusan siswa. Supaya siswa semangat membawa nilai-nilai keberlanjutan ini kepada keluarga mereka. Perlahan tapi pasti, sekolah mulai memberi dampak.

Program kegiatan berbasis gaya hidup berkelanjutan di sekolah. (Foto: Akbar Pitopang)
Program kegiatan berbasis gaya hidup berkelanjutan di sekolah. (Foto: Akbar Pitopang)

Bagaimana memastikan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi proyek tahunan tanpa berkesinambungan?
Jawabannya ada pada komitmen bersama. Semua pihak harus melihat program ini sebagai proses jangka panjang yang bukan sekedar tugas jangka pendek.

Melalui kegiatan ini, siswa juga bisa belajar mengenal pentingnya kemandirian pangan. Di Indonesia yang subur, sangat ironis jika kita terus bergantung pada impor pangan. 

Dengan mengajarkan siswa bercocok tanam maka mereka diajak untuk berpikir kritis tentang potensi besar negeri ini yang belum tergarap optimal.

Kegiatan ini juga membawa aspek spiritual dimana siswa diajarkan untuk lebih dekat dengan alam dan menyadari peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Karena tanggung jawab menjaga bumi bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak sebagai generasi penerus.

Keterlibatan orangtua dalam P5 menuju kemandirian pangan. (Foto: Akbar Pitopang)
Keterlibatan orangtua dalam P5 menuju kemandirian pangan. (Foto: Akbar Pitopang)

Bagi sekolah yang ingin menjadikan program ini lebih dari sekadar gaya-gayaan maka perlu ada langkah strategis yang harus diambil. Misalnya, menjalin kerjasama dengan komunitas atau pemilik usaha terkait. Dan siswa bisa belajar langsung dari praktisi yang berpengalaman. 

Keberlanjutan memang bukan perkara mudah tapi bukan berarti tidak mungkin. Dengan pengelolaan yang tepat semestinya kegiatan ini bisa membangun kebiasaan positif yang membekas di hati siswa hingga mereka akan membawa semangat ini kemanapun mereka pergi.

Sekarang sudah masanya untuk mengajarkan gaya hidup berkelanjutan kepada generasi muda karena bukan lagi pilihan tetapi kebutuhan. 

Sebab dunia membutuhkan anak-anak muda yang tidak hanya jago joget-joget TikTok tetapi juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan.

Berjualan hasil panen sayuran yang ditanam oleh siswa. (Foto koleksi Akbar Pitopang)
Berjualan hasil panen sayuran yang ditanam oleh siswa. (Foto koleksi Akbar Pitopang)

Semoga kedepannya kegiatan menanam sayuran di sekolah bukan lagi sekadar P5. Agar menjadi simbol perubahan yang dimulai dari akar. 

Dari tanah yang sama, tunas kecil tumbuh menjadi harapan besar untuk generasi penerus bangsa. Kita menanam harapan melalui setiap tunas yang tumbuh. 

Layaknya harapan untuk Indonesia yang mandiri berdikari, konsisten hijau, dan komitmen berkelanjutan.

Semoga ini bermanfaat..

*****
Salam berbagi dan menginspirasi.
== Akbar Pitopang ==

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun