"Hari pertamaku bertemu dosen pembimbing di kampus Untirta penuh dengan tantangan, terutama dalam mencari tempat fotokopi untuk mencetak KRS. Tapi semua itu diselesaikan dengan bantuan dari teman-teman baruku yang baik. Semua pengalaman hari ini membuatku semakin yakin bahwa kehidupan kuliah bukan hanya soal belajar di kelas, tetapi juga tentang bagaimana kita beradaptasi, mandiri, dan menjalin hubungan baik dengan orang lain."
HARI ini, Jumat, 22 Agustus 2025. Aku ada pertemuan dengan Dosen Pembimbing Akademik pada pukul 10.30. Ini hari pertamaku pergi ke kampus untuk bertemu dosen dan melihat beberapa ruangan yang hampir semuanya dilengkapi AC. Berbeda dengan sekolah-sekolah sebelumnya, yaitu SD, SMP, dan SMK.
Namun, hari ini aku mengalami beberapa masalah kecil. Ada satu hal yang perlu disiapkan saat pertemuan, yaitu cetak Kartu Rencana Studi (KRS). Aku kesulitan mencari tempat fotokopi di sekitar wilayahku. Aku sendiri baru saja ngekos di sini, jadi tidak tahu apa-apa. Bahkan, ketika aku bertanya kepada ibu kos, beliau juga tidak tahu, atau mungkin memang tidak ada. Tapi semua itu akhirnya bisa kuatasi berkat bantuan teman baruku. Mau tau ceritanya? Begini ceritanya...
Hari ini aku bangun pagi sekali. Walau pertemuannya jam 10.30, aku merasa kuliah berbeda dengan sekolah biasa. Apalagi sekarang aku hidup mandiri, tanpa orang tua, tanpa ada yang menyiapkan makanan, tanpa ada yang mengingatkan untuk mandi semua itu harus kujalani sendiri.
Setelah bangun, aku langsung merapikan kamar dan mandi, sambil menunggu waktu salat Subuh. Seusai salat, aku membuka laptop dan mengecek KRS di akun Siakang Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Aku melihat KRS sudah disetujui oleh dosen, yang artinya aku resmi menjadi mahasiswa aktif Untirta.
Namun, satu hal yang belum beres: aku belum mencetak KRS. Sebenarnya beberapa hari lalu aku sudah pergi ke tempat fotokopi, tetapi ternyata tutup. Aku bolak-balik dari pagi hingga sore, namun belum juga buka. Aku pun memutuskan untuk mencoba lagi besok.
Sayangnya, keesokan harinya tempat fotokopi itu masih tutup. Aku tidak tahu harus bagaimana. Pagi itu aku berkeliling kompleks sambil olahraga pagi, berharap menemukan tempat fotokopi. Hampir satu setengah jam aku mencari, tapi tetap tidak ada hasil.
Aku kembali ke kos, kebetulan bertemu ibu kos. Saat kutanya lagi, beliau tetap tidak tahu ada atau tidaknya tempat fotokopi di kompleks. Aku pun mencoba mencari lewat internet, dan hasilnya menunjukkan bahwa semua tempat fotokopi berada di pusat kota. Sebenarnya aku bisa saja naik angkot, karena ada beberapa yang ke sana. Tapi kemudian aku mendengar bahwa ada tempat fotokopi di kampus, sehingga aku berpikir lebih baik mencetak di sana saja.
Meski begitu, perasaanku tidak enak. Aku takut ternyata di kampus tidak ada. Aku jadi panik. Pukul 09.30 aku mulai bersiap, dan berangkat 15 menit kemudian. Saat itu aku benar-benar gugup, bahkan tanpa sadar berangkat ke kampus hanya memakai sandal.
Di depan gerbang kampus barulah aku menyadari hal itu. Akhirnya aku balik lagi ke kos untuk ganti sandal dengan sepatu. Jaraknya lumayan jauh, jadi cukup menyita waktu. Setelah bolak-balik, aku tiba di kampus lagi pukul 10.15. Masih ada 15 menit untuk mencari tempat fotokopi.