Mohon tunggu...
akang ato
akang ato Mohon Tunggu... Dosen - Usai Lulus pada studi pendidikan non formal dan sosiologi, saya memiliki memiliki keminatan kajian pada bidang ilmu sosial (social science) serta berbagai problematika masyarakat.

belajarlah sampai tak bisa belajar lagi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rekonstruksi Gerakan Mahasiswa

15 Maret 2020   17:41 Diperbarui: 15 Maret 2020   17:50 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai suatu realitas yang tidak dapat dihindari adalah perubahan zaman yang dinamis. Setiap perubahan zaman akan menentukan pola pikir dan pola perilaku. Kaitannya dengan kedua pola tersebut berdampak pada kehidupan gerakan mahasiswa di kampus-kampus. Tentu dibaregi dengan berbagai kondisi sosial-budaya, sosial-ekonomi, maupun sosial-politik. Gejala sosial semacam globalisasi, westernisasi, konsumerisme, dan industrialisasi memberi pengaruh cukup signifikan pada pola pikir dan pola perilaku. Maka sangat wajah ketika perbandingan generasi sering dijadikan bahan analisis.  

Permasalahan berikutnya adalah menurunnya tingkat penekanan pada gerakan mahasiswa. Melihat dari sejarah gerakan, adalah tekanan,
ketidakberpihakan menjadi salah satu faktor gerakan menjadi bentuk perlawanan. Perlawanan yang dimaksud adalah dengan menaruh sasaran pada pemerintah yang menjalankan birokrasi. Secara umum isu yang diangkat adalah masalah ketidakadilan dan HAM. Lebih jelasnya, menaruh keberpihakan pada rakyat yang secara struktur dijadikan sasaran marginalisasi. Belajar dari sejarah gerakan mahasiswa, seperti gerakan mahasiswa pada 1965 yang dipelopori oleh KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang dibentuk atas anjuran Mayor Jendral Syarif Thayib; peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) yang dilakukan generasi mahasiswa 1973-74. Akibat proses tersebut rezim Soeharto mengambil tindakan normalisasi kehidupan kampus (NKK) dalam kehidupan politik. Karena kampus selama periode tersebut menjadi pusat mobilisasi mahasiswa dan pusat kritik terhadap penguasa, dan yang masih terngiang-ngiang adalah tamatnya cerita Bapak Pembangunan pada Mei 1998 dengan dibarengi beberapa tragedi yang memilukan.  

Selain gerakan mahasiswa yang bergerak melalui mobilisasi massa, ada pula beberapa aktivis pemuda semacam Soe Ho Gie, Wiji Tukul, Munir, Marsinah, dan beberapa deretan aktivis tunggal yang mengorbankan diri untuk sebuah keadilan. Diluar hiruk-pikuk ketidakadilan hukum, harga bbm, dan beberapa deret kekuasaan pemerintah, mereka (para aktivis) adalah satu sebab mahasiswa menyuarakan kembali tampil dipermukaan sebagai bagian dari aktivis gerakan mahasiswa.  

Masuk pada era milenial-digital kemudian banyak yang mempertanyakan kembali apakah masih ada gerakan mahasiswa, gerakan mahasiswa sudah mati, dan ungkapan sinis lain. Dari kepemimpinan satu ke kepemimpinan berikutnya tak sedikit kasus, masalah, konflik yang dihasilkan. Manakala mengusik kembali gerakan mahasiswa, permasalahan ketimpangan masih menumpuk segudang menunggu diselesaikan. Contoh yang nyata adalah konflik agraria yang terhitung sampai 2017 terdapat 659 kasus. Tentu ini bukan kondisi yang biasa-biasa saja. Jika melihat dampak, maka kasus semacam ini justru membutuhkan perjuangan daripada menyuarakan kembali kejadian yang menimpa aktivis tunggal.  

Analisis sederhana yang dapat dilihat dari kondisi mahasiswa sekarang dan mahasiswa orde baru adalah terletak pada perbedaan kesenangan. Bisa dibilang senang diskusi warung kopian, senang sosialita, senang EO, dan yang lebih banyak adalah senang ML.an. Akibatnya, jika mahasiswa orde baru sering menggunakan istilah lawan, revolusi, hidup mahasiswa, untuk menghidupkan demostrasi. Bedanya dengan sekarang istilah itu diganti dengan savage, kill. Isu yang disukai bergeser dari isu kapitalisme, feodalisme, menjadi isu info cashback dari pengguna startup.  

Dalam hal ini gerakan mahasiswa harus belajar dari perjuangan gerakan mahasiswa pada masa sebelumnya. Mereka harus bersikap tegas dengan berbagai kajian dan tidak hanya riuh dengan selebrasi politik. Tidak hanya bergerak dalam dunia maya seperti dengan gerakan petisi online, akan tetapi bergerak dalam aksi nyata. Mahasiswa di Chile berhasil mendorong kebijakan kuliah gratis yang dibiayai dari pajak korporasi, karena mereka turun ke jalan-jalan untuk aksi massa dengan tuntutan-tuntutan yang menekan penguasa sejak tahun 2006 melalui apa yang dinamai Penguin Revolution. Artinya, gerakan mahasiswa selain berkutat dengan teori, mereka harus turun ke massa rakyat melalui strategi live-in dengan melakukan
aktivitas sosial-politik demi menciptakan kesadaran politik pada massa dan keyakinan atas kekuatannya (Novianto, 2015).


Dari masalah ini, maka perlu direkonstruksi gerakan mahasiswa saat ini. Pertama, gerakan mahasiswa harus mentradisi di kalangan aktivis mahasiswa. Tradisi sebagaimana sifatnya sudah bisa menjadi alat sosialisasi dalam kehidupan masyarakat. Kedua, gerakan mahasiswa menampilkan kembali keberpihakannya pada masyarakat yang menjadi korban. Ketiga, gerakan mahasiswa perlu memperbanyak diskusi dan cermat masalah sosial. Keempat, gerakan mahasiswa harus di mulai dari organisasi ekstra universiter. Organisasi ekstra universiter sebagai basis gerakan yang sudah terbukti keterlibatannya dalam gerakan mahasiswa. Dipercaya pula bisa menghadirkan massa untuk keperluan demonstrasi atau aksi massa. Termasuk bisa memobilisasi sumberdaya dan memetakkan arah gerakan. Memobilisasi sumberdaya adalah bagian penting untuk memetakkan potensi kekuatan yang dapat dimaksimalkan dari suatu bentuk perlawanan. Yakni siapa saja yang terlibat dan memiliki pengaruh pada keberhasilan gerakan yang dilakukan. Tentu setiap gerakan mahasiswa berpotensi resiko seperti tindakan represif dari pemerintah. Sebab gerakan tersebut
berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Berkaitan pula pada tuntutan yang akan menguntungkan rakyat. Dengan demikian, beberapa aksi massa pasti hadir pula pihak yang mengatasnamakan pihak keamanan.  

Organisasi ekstra universiter dalam hal ini adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Sebagai organ pergerakan, aksi demonstrasi tentu bukan sesuatu yang asing. Tradisi gerakan harus diimbangi dengan tradisi diskusi atau kajian. Bekal dan persiapan berupa diskusi untuk menempatkan bahwa posisi mahasiswa tak dapat dipisahkan dari pengkajian intelektual. Berikutnya mengetahui apa yang dijadikan kajian dan siapa sasarannya. Keterlibatan PMII menjadi nafas baru bagi hidupnya gerakan mahasiswa. Mencermati dari faktor gerakan sosial, taktik atau strategi adalah poin penting. Taktik atau strategi tersebut dapat berupa audiensi, diskusi, aksi massa, pernyataan sikap, surat terbuka, dan jenis lain sesuai kebutuhan tujuan tuntutan. Menilik model politik tingkat tinggi kampus, gerakan mahasiswa tidak dimaksudkan untuk menggeser posisi jabatan di birokrasi tertentu atau mengganti dengan jabatan lain, namun lebih pada tawaran atau penerapan kebijakan yang tidak tebang pilih. Atau upaya mempengaruhi pembuat undang-undang yang tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD '45, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI (P4).  

Sekian, Semoga Bermanfaat (Selamat Bergerak)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun