Penulis: Suardi
Tulisan ini adalah refleksi kembali ketika saya masih kuliah dan belajar sejarah intelektual. Pembahasan mengenai intelektual sangat penting untuk diketahui oleh berbagai kalangan terutama para akademisi, aktivis, mahasiswa sejarah atau mahasiswa jurusan lain yang senang mempelajari sejarah.Â
Mengapa intelektual harus dilihat dalam perspektif kesejarahan? karena dinamika intelektual bisa diukur oleh ada tidaknya perdebatan kesejarahan. Selain itu perdebatan kesejarahan sebenarnya tidak lain daripada pantulan dari usaha untuk sekali-kali melihat dan memahami diri kembali. Demikian kata Taufik Abdullah.Â
Istilah intelektual ternyata masih menjadi pertanyaan. Bahkan seorang novelis ternama Pramoedya Ananta Toer pernah mempertanyakan.
Siapakah yang dimaksud intelektual itu, apakah sarjana termasuk intelektual,?Â
"Apa yang dimaksudkan dengan kaum intelektual bagi saya kurang jelas apakah menurut pengertian kamus ataukah menurut pendapat bebas dari setiap orang yang mempunyai kepentingan dengan kata tersebut," kata Pram.
Pram pun mempertanyakan apakah sarjana termasuk intelektual,? Apakah kata intelektual itu satu atribut (sifat) dari sebagain kecil bangsa yang merasa diri berpikir lebih daripada yang lainnya,'?Â
Intelektual Durhaka
Antonio Gramsci, salah satu tokoh dunia yang sangat populer dalam berbagai kajian tentang intelektual menjelaskan terkait pertanyaan tersebut. Gramsci mengatakan bahwa setiap orang adalah intelektual, semua orang menggunakan inteleknya dalam tingkatan tertentu, perbedaan pendapat pada drajatnya, bukan jenisnya.Â
Menurut Gramsci sebagaimana dikutip Lafran Pane, sangatlah problematik jika harus mengidentifikasi para intelektual sebagai orang-orang yang memiliki kualitas khusus yang bersifat bawaan (innate). Dalam pandangannya seperti dikutip Nursyaid, setiap orang menjalankan beberapa bentuk aktivitas intelektual. Tetapi tidak semua orang dalam masyarakat menjalankan fungsi sebagai intelektual.Â