Coba kita bayangkan: kota ini, yang diberkahi keindahan alam dan iklim sejuk, harus bisa mengelola sumber daya dan ruangnya agar tidak hanya nyaman hari ini, tapi juga lestari bagi generasi mendatang. Di sinilah peran kritis Pokja sebagai "penjaga watak kritis" menjadi amat vital---menjaga agar perubahan yang terjadi tidak sekadar instan, namun progresif dan inklusif.
Refleksi sebagai Peta, Harapan sebagai Kompas
Momentum menjelang seperempat abad Kota Batu hadir sebagai waktu refleksi: melihat kembali sejarah agar tidak terulang kesalahan yang sama, dan melangkah ke depan dengan visi yang lebih jelas. Kehadiran berbagai elemen masyarakat, akademisi, dan pejabat di sarasehan ini menunjukkan bahwa pembangunan kota bukan hanya monopoli pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama.
Seperti kata Rektor Universitas Negeri Malang, Prof. Dr. Hariyono, pendidikan dan pengetahuan harus turut mengawal perjalanan kota ini. Pengetahuan bukan hanya untuk teori, tapi menuntun tindakan yang nyata---dari perencanaan wilayah, pelestarian alam, hingga pemberdayaan masyarakat.
Pesan untuk Kita Semua
Kota Batu adalah rumah bersama yang didirikan atas dasar harapan dan kerja keras. Setiap warga dan pemimpin memiliki peran dalam menjaganya. Jangan sampai kita hanya menjadi penonton di kota yang kita cintai. Mari berkontribusi dengan sikap kritis namun konstruktif---mengingatkan, mengawal, dan berinovasi demi masa depan yang lebih cerah.
Karena pada akhirnya, sebuah kota hidup bukan dari fasad cantik dan deretan wisata yang memukau, tetapi dari jiwa kolektif yang saling menjaga, belajar dari sejarah, dan berani bermimpi besar.
Sumber Referensi:
Sarasehan Pokja Kota Batu, Andrek Prana Beberkan Sejarah Berdirinya Batu --- Malangraya.co, 14 Oktober 2025.
Ayo Bagikan