Walikota Batu Wajib Anugerahi Maestro Sastra Martinus Dwianto Setyawan: Simbol Kerja Keras, Kreativitas, dan Jiwa Budaya
Oleh : Akaha Taufan Aminudin
Martinus Dwianto Setyawan bukan sekadar penulis, melainkan "pemikir industri sastra" yang merangkai kata-kata menjadi jembatan budaya dan motivasi.
Dari kisah hidupnya yang penuh perjuangan, disiplin, dan profesionalisme, kita diajak merenungkan arti sesungguhnya dari kerja keras dan kontribusi terhadap masyarakat.
Dalam era digital yang menghantam dunia literasi, warisannya mengingatkan kita bahwa penghargaan tulus dan dukungan institusional --- seperti dari Walikota Batu --- bukan hanya layak, tapi juga perlu diberikan agar jiwa budaya dan sastra tetap bersemi.
Mari kita simak refleksi tentang sosok inspiratif ini dan alasan kuat kenapa anugerah itu harus ada.
Menghidupkan Kembali Jiwa Sastra di Kota Batu: Lebih Dari Sekedar Tulisan
Batu, sebuah kota yang dulunya sepi, penuh kesunyian dan aroma tanah pertanian, kini menjadi saksi perjalanan hidup seorang maestro sastra: Martinus Dwianto Setyawan.
Dalam pandangan sekilas, menjadi penulis di daerah yang dikuasai kultur agraris adalah pilihan yang aneh---bahkan bisa dipandang sebelah mata sebagai "tidak jadi orang". Namun Dwianto justru membuktikan bahwa pilihan hati dan kerja keras mampu mengubah jalan hidup, bahkan memberi warna pada budaya lokal dan nasional.
Kembali ke masa sebelum digitalisasi merambah, media cetak adalah medan utama kualitas tulisan: koran papan atas seperti Kompas, Harian Surya, hingga majalah legendaris seperti Bobo menjadi arena perjuangan para kreator sastra.
Dwianto dan DS Grup-nya hadir sebagai pengelola industri kreatif dengan manajemen ketat, mendidik dan memotivasi banyak penulis dan ilustrator muda yang sebelumnya tersendat kreativitasnya.