Malam itu terasa hening, bulan purnama bersinar menerangi bumi. Di kejauhan, bayangan-bayangan pegunungan, pohon-pohon, dan hamparan permukaan laut yang berkedip-kedip, menciptakan suatu pemandangan yang sangat indah dan menenangkan.
Si pemuda dan si Abah sedang duduk di tepi sebuah tebing menikmati pemandangan itu, sambil melafazkan pujian-pujian agung.
Tiba-tiba si Pemuda teringat apa yang dilakukannya pada sore sebelumnya, saat itu ia menyingkirkan sebuah batu yang agak besar dari tengah-tengah jalan dan pada saat yang sama ia melihat segerombolan orang sedang berteriak-teriak menuntut seorang pemimpin untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah mengambil sebagian dana pembangunan bendungan irigasi untuk kepentingannya sendiri.
Kedua peristiwa itu mengingatkannya pada kata pahala dan dosa.
Ia belum memahami sepenuhnya penciptaan satuan kebaikan dan keburukan itu. Iapun menanyakannya kepada si Abah, dan si Abah pun menjelaskannya kepada si Pemuda.
Sambil tersenyum bijaksana, si Abah menatap si Pemuda dan berkata,
"Wahai anakku,
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.”
[An-Nisaa, 40].
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan dengan yang baik. Mereka itulah yang akan mendapat surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya. Dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!