Mohon tunggu...
Rahmad Agus Koto
Rahmad Agus Koto Mohon Tunggu... Generalist

Aku? Aku gak mau bilang aku bukan siapa siapa. Terlalu klise. Mungkin tidak signifikan, namun melalui niat baik, doa dan usaha, aku selalu meyakini bahwa aku selalunya memberikan pengaruh yang baik bagi lingkungan sosial maupun lingkungan alam dimanapun aku berada.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Kerusuhan Nasional Agustus 2025: Emosi, Perasaan, dan Biomekanisme Otak

6 September 2025   05:45 Diperbarui: 6 September 2025   05:45 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kerusuhan Sosial (Gemini AI)

Bayangkan sebuah momen sederhana. Seorang pejalan kaki santai di trotoar, tiba-tiba sebuah sepeda motor melaju kencang dari samping. Seketika tubuhnya bereaksi: jantung berdegup, napas terengah, otot menegang, kaki spontan lompat mundur. Semua terjadi sebelum pikirannya sempat mencerna. Dari sini kita bisa melihat betapa rumit sekaligus sederhananya cara kerja otak: ada bagian yang otomatis bereaksi, ada bagian yang menimbang, dan ada sistem yang merekamnya menjadi memori. 

Biomekanismenya bermula dari detektor tubuh---mata, telinga, hidung, lidah, kulit, dan reseptor internal. Mereka menangkap sinyal dari luar maupun dalam tubuh, lalu data mentah itu dikirim ke otak lewat kabel-kabel saraf. Tanpa detektor ini, otak tak punya bahan untuk menilai, bereaksi, atau menyimpan pengalaman.

Begitu data-data masuk ke otak, langsung diolah di thalamus. Dari sini ada jalan tol, ada jalur saraf cepat yang langsung menuju amigdala, bagian otak seukuran kacang almond di bagian kiri dan kanan di kedalaman otak yang mengatur kerja emosional. Amigdala membuat tubuh bereaksi spontan, merangsang hipotalamus memacu saraf simpatis sehingga jantung berdetak lebih kencang, paru-paru bekerja lebih cepat, dan otot menegang. Hipofisis atau master gland, menggerakkan kelenjar adrenal untuk melepas adrenalin dan kortisol. Batang otak menyalakan refleks darurat: lompat, kaku, dan atau teriak. Semua itu berlangsung di wilayah otak tak sadar.
Baru setelah itu jalur lambat mengantar data ke korteks prefrontal, otak sadar. Di sinilah pikiran memberi makna: "Ya Allah, barusan hampir ketabrak." Dari titik ini kita bisa memilih sikap, apakah marah dan memaki, diam tenang, atau sekadar melanjutkan perjalanan.

Di titik ini perbedaannya jadi terlihat jelas. Emosi adalah reaksi biologis awal yang bersifat otomatis atau spontan. Perasaan lahir ketika otak sadar menempelkan label terhadap peristiwanya. Semuanya otomatis direkam di memori: hipokampus menyimpan detail, amigdala merekam jejak emosionalnya. Itulah sebabnya mengapa pengalaman emosional sering kali sulit dilupakan.

Pola ini sesungguhnya hadir di hampir setiap aspek hidup kita. Ketika melihat makanan yang terlihat lezat, misalnya, mata dan hidung langsung mengirim sinyal ke otak. Tanpa kita sadari, sistem reward di otak menyala, hormon dopamin dalam tubuh meningkat, dan tubuhpun memunculkan dorongan selera makan. Begitu juga saat seorang pria berhadapan dengan kecantikan seseorang wanita, apalagi berpenampilan seksi; visual yang tertangkap mata memicu pusat kesenangan di otak, hipotalamus mengatur pelepasan hormon seksual, dan tubuh memberi sinyal gairah yang kemudian diinterpretasikan pikiran sebagai rasa tertarik.

Hal serupa terjadi ketika kita menyaksikan kezaliman.

Amigdala langsung menyalakan alarm, tubuh menegang, jantung berdegup lebih cepat. Hanya butuh sekejap sebelum otak sadar memberi label: "ini tidak adil." Dari sinilah lahir perasaan marah yang kemudian membentuk sikap dan perilaku. Semua peristiwa ini mengikuti rantai yang sama: dari detektor sensorik, ke amigdala, tubuh bereaksi, korteks prefrontal memberi makna, perasaan terbentuk, lalu tersimpan sebagai memori. 

Pola biologis yang bekerja di level individu juga berlaku di level sosial. Kerusuhan nasional Agustus 2025 bukanlah sebuah peristiwa yang ujuk-ujuk tiba-tiba. Ia berawal dari sebuah peristiwa "kecil" yang menjadi percikan: driver ojek online yang ditabrak polisi saat demo di sekitar gedung DPR, demo yang menolak kenaikan tunjangan anggota DPR. Videonyapun viral, jutaan orang menonton. Dalam hitungan menit, amigdala publik menyala serentak. Orang yang melihat seolah-olah ikut berada di sana: tubuh mereka ikut tegang, jantung berdegup, dan rasa marah pun muncul. Otak sadar kolektif lalu memberi label: ini bukan kecelakaan biasa, melainkan simbol kesewenang-wenangan. Emosi biologis berubah menjadi perasaan kolektif berupa kemarahan moral.

Kemarahan itu tidak berhenti di sekitaran gedung DPR. Ia menjalar dengan cepat ke kota-kota lain melalui berbagai media online. Di media sosial, setiap unggahan video atau foto bentrokan menjadi gema emosional. Amigdala orang-orang yang bahkan tidak hadir di lokasi pun ikut menyala. Mereka merasa menjadi bagian dari peristiwa, ikut menanggung rasa sakit, ikut menyimpan memori emosional. 

Eskalasinya makin membesar karena memori lama ikut terseret otomatis. Rakyat sudah lama menyimpan kekecewaan terhadap DPR: undang-undang yang dipaksakan, kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat kecil, sikap elitis yang terkesan cuek, minimnya rasa empati. Peristiwa ojol yang ditabrak itu hanya percikan, tapi percikan api yang terjatuh di atas tumpukan jerami kering. Begitu aparat menembakkan gas air mata ke kerumunan demonstran, begitu ada pemukulan dan penangkapan, memori emosional makin menguat. Hipokampus merekam detailnya, amigdala menempelkan rasa sakitnya, dan begitu segala memori itu menumpuk, respons berikutnya akan lebih cepat, lebih keras, lebih luas. Gelombang yang semula kecil berubah menjadi arus besar: kerusuhan di ibu kota, merembet ke berbagai kota-kota besar, dan dalam hitungan hari menjelma menjadi krisis nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun