Liverpool yang bodoh?
Kata bodoh ini konotasinya cenderung negatif, dan sebagian pihak pun ingin menghapus dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Bukankah kalau kata bodoh itu tidak ada lagi, maka tidak ada juga kalimat Liverpool yang bodoh?
Tapi kenyataannya sampai sekarang ini masih ada atau tidak terhapus dari kamus kata bodoh itu. Dengan demikian, apa salahnya kata bodoh digunakan dalam sebuah kalimat, seperti Liverpool yang bodoh tadi, asal ada penjelasannya?
Tapi perlu ditegaskan, kalimat Liverpool yang bodoh ini tidak berkait dengan lamanya The Reds tidak pernah lagi juara Liga Inggris. YNWA pun dipelesetkan dari You'll Never Walk Alone menjadi You'll Never Win Again.
Kalau tak salah, lamanya itu tak beda jauh dengan negara yang tim sepakbolanya tak pernah lagi juara, meski hanya juara untuk wilayah Asia Tenggara. Makanya ada sebagian pihak yang heran dan bertanya, bodoh kok awet?
Sekali lagi, Liverpool yang bodoh di sini tidak berkait dengan lamanya Liverpool tidak pernah lagi meraih gelar juara Liga Inggris, melainkan Liga Champions musim ini.
Leg pertama babak semi final melawan AS Roma, Liverpool kebobolan dua gol pada 10 menit terakhir yang semestinya tidak perlu terjadi, eh diulangi lagi pada leg kedua.
Peribahasa mengatakan hanya keledai yang jatuh ke lubang yang sama dua kali. Artinya Liverpool yang bodoh seperti keledai saja, ada benarnya, bukan?
Ngemeng-ngemeng Liverpool yang bodoh, Liga Champions musim ini pun memperlihatkan kebodohan klub lainnya, yaitu Barcelona. Leg pertama menang 4-1, tapi kalah  0-3 di leg kedua melawan AS Roma dan tersingkir dari Liga Champions.
Ini kan bodoh?
Liverpool yang bodoh, Barcelona yang bodoh, apa lagi kemiripannya?