Mohon tunggu...
AJ Susmana
AJ Susmana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

AJ Susmana, dilahirkan di Klaten. Dapat dihubungi via Email ajsusmana@yahoo.com Selain menulis, berbagai isu sosial, budaya dan politik, juga "menulis" lagu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menantunya Seorang Polisi

30 Januari 2023   09:08 Diperbarui: 30 Januari 2023   09:16 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak Ningrum, anak gadisnya yang kemudian menjadi anak tunggalnya, menikah dengan seorang polisi, Nenek Sri  mulai sakit-sakitan.

Umurnya baru setengah abad lewat lima tahun. Baru seminggu yang lalu, ia meniup lilin dengan angka 55 yang ditancapkan di atas nasi tumpeng berwarna kuning. Walau begitu, orang-orang di desa kami memanggilnya nenek sebagaimana anak-anak desa akrab memanggilnya: Nenek Sri. Ia pun tak keberatan dan justru tampak bahagia seakan cucunya sendiri yang memanggil. Di halaman rumahnya yang luas, setiap sore sehabis Ashar sampai Maghrib, biasanya anak-anak kecil datang berkumpul, ramai dan ribut dengan segala bentuk permainan, terlebih lagi di bulan puasa. Nenek Sri disayang anak-anak kecil dan ia sendiri tiada merasa terganggu dengan keramaian anak-anak. Ia hanya akan sedikit marah apabila terjadi pertengkaran yang menimbulkan tangis. Dengan caranya sendiri, ia akan mendamaikan mereka yang bertengkar; membuat semuanya rukun kembali dan selalu berusaha mendatangkan kegembiraan anak-anak. Barangkali Nenek Sri bisa bersikap begitu karena tinggal sendirian di rumahnya yang besar dan berhalaman luas itu. Orang-orang desa menyebutnya: Loji Nenek Sri.

Menurut cerita yang beredar di desa, suami Nenek Sri meninggal dunia sepuluh tahun sesudah mereka tinggal di desa kami. Mereka dikaruniai dua anak: lelaki dan perempuan. Agung, anak lelakinya, meninggal karena terpeleset dan jatuh ke jurang ketika sedang berburu. Ia masih sangat muda. Nenek Sri hampir satu bulan mengurung diri di kamar. Ningrumlah yang menyelamatkan hidupnya dan menjadi  penghiburan hatinya yang lara. Ningrum sembilan tahun lebih muda dari Agung, dilahirkan beberapa bulan setelah kematian suaminya yang tanpa sebab yang pasti. Sesudah itu, Sri yang cantik dan molek terus menjanda dan menolak berbagai lamaran yang datang sampai Ningrum belajar di kota dan ia menjadi ibu yang sendiri di antara keramaian anak-anak tetangga. Tidak ada saudara yang pernah datang berkunjung ke Loji Nenek Sri. Bahkan sahabat-sahabat? Hanya orang-orang desa yang menjadi tetangga dan anak-anaklah yang datang berkunjung dan bermain.

Orang-orang desa masih ingat bagaimana Sri dan suaminya mengaku sebagai sepasang suami -- isteri yang ingin membeli tanah dan membangun tempat tinggal. Mereka berdua seperti sepasang suami-isteri yang sebatang kara. Hanya kebaikan dan kedermawanan merekalah yang menyebabkan orang-orang desa tidak mau mengusik ketenangan hidup mereka dengan menelusuri asal-usul mereka. Berdua mereka diterima dengan ramah hingga menjadi bagian dari pasang surut kehidupan di desa kami. Dengan harta mereka, tanpa orang desa perlu mempersoalkan asal-usul kekayaan mereka, dibangunlah di desa kami tempat Ibadah berdinding batu, walau orang-orang desa juga tahu bahwa mereka berdua jarang beribadah sebagaimana orang-orang desa beribadah. Setelah kematian suaminya, orang-orang desa tetap menghargai dan menaruh hormat pada hidup Nenek Sri. Tidak ada orang-orang desa kami yang menolak panggilan Nenek Sri untuk membantu apa saja yang diperlukan Nenek Sri.

Di kala masih sehat, Nenek Sri banyak menghabiskan waktu bersama bunga-bunga di taman sembari menonton anak-anak tetangga bermain di halaman rumahnya yang luas.

***

"Sudahlah, Ning. Tak perlu cemas dan sedih. Paling besok Ibu juga sudah sembuh," katanya pada Ningrum yang datang menjenguknya. "Suamimu tidak menemanimu?" tanyanya pelan tapi bernada berat seakan tersumbat di kerongkongan. Ningrum diam saja. Tak berani memandang wajah ibunya. Ningrum juga tahu bahwa ibunya tidak senang pada suaminya yang polisi. Ningrum tidak tahu mengapa ibunya bisa begitu benci pada semua yang berbau polisi. Semua hal yang berurusan dengan polisi selalu diserahkan pada orang lain atau dirinya. Ibunya sudah tutup urusan dengan polisi.

Ketika Mas Giyon yang polisi menghadap ibunya untuk meminang Ningrum, ibunya tidak banyak berbicara dan bercerita.

"Terserah pada Ningrum saja, Mas Giyon. Bukankah muda-mudi sekarang memilih sendiri jodohnya?"

Sesudah basa-basi sebentar, ia langsung meninggalkan Ningrum dan Mas Giyon berdua. Ningrum yang perasa, pelan-pelan menyusul ibunya ke kamar. Di depan pintu kamar ibunya ia dihentikan oleh isak tangis ibunya. Ia beranikan diri terus melangkah ke kamar ibunya. Ibunya tengkurap menangis berkeluh kesah: "Barja, kau lihat kan? Calon suami Ningrum seorang polisi. Masih ingatkah kau di kebun tebu? Kita bersumpah tak akan pernah mempunyai menantu polisi? Maafkan aku Barja: tak bisa menjaga Ningrum putri kita. Aku hanya kepingin punya cucu, Barja. Aku sudah semakin tua dan sendiri. Kau terlalu cepat meninggalkan aku."

Air mata Ningrum pelahan jatuh. Ia tak kuasa menahan tangis. Ia lihat ibunya mencium potret ayahnya. Ia segera perlahan meninggalkan kamar ibunya. Hatinya gundah tak mengerti harus berbuat apa. Ia tahu ibunya ingin sekali punya cucu. Sering sekali Ningrum melihat betapa gembira wajah ibunya bila melihat anak-anak kecil berlarian di halaman rumah dan betapa sedih wajah ibunya bila halaman rumah mulai sepi dari teriakan dan tangisan anak-anak.  Tapi mengapa ibunya tidak suka bermenantu polisi. Mengapa ayah dan ibunya bersumpah demikian di kebun tebu? Ningrum tak habis pikir. Ada cerita yang masih tersimpan rapi dan belum pernah masuk ke telinganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun