Misalnya menolak tegas RUU Pornografi dan Pornoaksi, karena dinilai menjadi celah untuk menjerat perempuan kedalam dilema peran sosial.
Bahkan saat menjadi Presiden, Gus Dur mampu mempelopori hadirnya inpres presiden nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender yang kemudian berubah jadi UU Keadilan dan Kesetaraan Gender.
Artinya, Gus Dur adalah sosok bagian yang mempengaruhi pikiran Gus Yahya dalam menyoal perempuan.
Meski kebijakan Gus Yahya menuai pro kontra dan sedikit menjadi hal asing bagi sebagian orang, tapi dengan segenap rasa hormat sehormat-hormatnya, takzim setakzim-takzimnya dan segala kerendahan hati, kita masih siap memanggil beliau itu sebagai kesatria.
Bagaimana tidak, ia telah mengukir sejarah baru. Dari masa ke masa, baru kali ini struktural PBNU melibatkan kaum hawa.
Hal itu menepis anggapan yang menilai NU sebagai organisasi kaum konservatif dan eksklusif yang menempatkan posisi perempuan dalam ruang domestik.
Sesudah kemerdekaan perempuan diperoleh di tubuh PBNU, masihkah suara bising tentang ketidak adilan gender gak berisik-berisik amat?
Para korban kekerasan seksual, para aktivis perempuan dan masyarakat pada umumnya, menunggu gelagat baik srikandi PBNU mempengaruhi kebijakan pemerintah yang semula diskriminatif dan eksploitatif menjadi ramah gender.
Kalau NU sudah tampil ke muka, apapun gagasan dan isi persoalannya, selalu merepotkan dunia.Â
Kalau gak begitu, ya bukan NU namanya. Orang yang sering nyinyir sekalipun kadang kala sering kebakaran jenggot dibuatnya.
Tapi sekali lagi dalam konteks keterlibatan perempuan di tubuh PBNU, bukankah wajah PBNU kini kian romantis, bukan?
Banjar, 17 Januari 2022