Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Beda Tipis Antara WNA dengan WNI

22 Januari 2021   15:12 Diperbarui: 22 Januari 2021   15:27 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto illustrasi: Pikiran Rakyat.com

Pada tahun 1997, saat saya masih bekerja sebagai Art Director in house di Picture Palace. Kebetulan bekerja sama dengan Director dan DOP dari Australia, untuk pembuatan Iklan BMW.

Shooting di Studio Domino Pluit, konsepnya mobil stay, tapi secara visual harus terlihat bergerak. Semua dikerjakan dengan Green Screen Chroma key, sehingga ban mobilnya harus dikasih jarak dari lantai.

Persoalannya, secara shooting board mobil harus terlihat bergerak maju. Entah kenapa sutradara dan DOP seakan-akan tidak terkonsep teknik pengambilannya, mereka seakan-akan blank, tidak tahu harus berbuat apa.

Sebagai art director in house, mungkin mereka tidak memperhitungkan keberadaan saya, mereka pikir saya tahu apa soal teknisnya. Akhirnya saya memberikan solusi, saya minta dipasangkan jalur track untuk kamera di depan mobil.

Mereka langsung tanggap dengan ide saya tersebut. Sebetulnya mereka bukan tidak mengerti, hanya saja kemungkinan blank, karena lelah. Seketika itu juga sutradara dan DOP tersebut menghormati saya, karena sudah memberikan solusi yang dianggap cerdas.

Eksekusinya, semua roda mobil berputar, terutama roda depan, dan kamera track in ke arah mobil. Alhasil, di post production setelah di edit, mobil terlihat berjalan maju, meskipun eksekusinya hanya bergerak di tempat.

Illustrasi diatas, saya ingin mengatakan bahwa, tidak selalu WNA itu lebih hebat dari kita, kadang-kadang tidak semua mereka tahu. Kelebihan orang Indonesia dalam hal 'akal-akalan.' Dan bukan cuma satu kali itu saya kerjasama dengan sutradara dan DOP dari luar Indonesia.

Hampir rerata ekspektasi mereka terhadap performa kerja orang Indonesia agak rendah, tapi begitu mereka tahu kita pun tidak kalah hebat dari mereka, maka mereka juga akan menaruh hormat, dan menghargai kita secara sportif.

Dari cerita ini, saya ingin mengatakan kepada teman-teman yang bekerja sebagai penata artistik, bahwa profesi Art Director itu bukanlah profesi yang tidak berharga, profesi itu menjadi tidak berharga, kalau kalian yang ada diposisi itu tidak mampu menghargainya.

Bagaimana menghargai profesi itu? Bekerjalah secara profesional, dengan ilmu, dan pengetahuan yang cukup. Jangan anggap remeh jabatan art director, kalau kalian anggap remeh, maka kalian pun akan diremehkan.

Berani berdebat soal konsep, asal diyakini bahwa konsep yang direncanakan adalah benar, dan sesuai dengan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Bukan cuma berdebat gak ada junterungannya, buat apa didebat kalau konsepnya sendiri tidak jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun