Mohon tunggu...
Aji NajiullahThaib
Aji NajiullahThaib Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Seni

Hanya seorang kakek yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK di Antara Harapan, Hopeless, dan Harap-harap Cemas

12 Maret 2020   10:28 Diperbarui: 12 Maret 2020   11:19 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KPK baru, paska revisi UU KPK, tampaknya semakin jauh dari harapan. "Hopeless" terhadap KPK sekarang, dibawah kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan. Seperti yang diungkapkan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, kepada CNNIndonesia, Selasa (11/3).

"Ini sudah kacau, para penyelenggara negara, terutama para komisioner KPK, sudah menyampingkan etika bahkan ketentuan UU. Kita mulai hopeless dengan KPK sekarang,"

Pernyataan ini terkait dengan kunjungan Pimpinan KPK ke MPR, dan kunjungan balik MPR, di Gedung Merah Putin, Jakarta, Senin (9/3).  Semua dilakukan dalam rangka melaksanakan agenda kelembagaan guna memperkuat sendi-sendi kehidupan bernegara dan pemberantasan rasuah.

Kunjung mengunjung antara KPK dan MPR ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak, sehingga menimbulkan harap-harap cemas terhadap independensi KPK kedepannya, dalam melaksanakan pemberantasan korupsi.

Sebegaimana diketahui, di antara pimpinan MPR ada setidaknya dua pihak yang tersangkut perkara di KPK, yakni Zulkifli Hasan alias Zulhas dan Jazilul Fawaid. Keduanya tersandung kasus yang dianggap merugikan negara.

Zulhas merupakan saksi terkait kasus suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau pada 2014 yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun. Sementara, Jazilul diduga turut menerima uang dalam kasus dugaan korupsi proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. 

Jazilul juga pernah diperiksa sebagai saksi terhadap kasus suap dana hibah yang menjerat eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.

Kecemasan terhadap eksistensi dan komitmen KPK terhadap pemberantasan korupsi, tentunya berdasarkan kinerja KPK paska revisi UU KPK. Banyak hal yang terlihat, KPK terkesan kurang progresif dalam menangani kasus korupsi. Sebaliknya ada juga yang menganggap, tidak adanya OTT diartikan sebagai sebuah keberhasilan KPK dalam memberantas korupsi.

Kalau OTT menjadi tolok ukur pemberantasan korupsi, lama kelamaan OTT bisa ditiadakan, demi untuk mencapai predikat tersebut. Itu makanya sekarang Kejaksaan dan Polri lebih agresif dalam mengungkap kasus-kasus korupsi, dan pada akhirnya KPK benar-benar "mati suri".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun