Pemberian fasilitas Kredit merupakan salah satu cara dunia Perbankan untuk menyalurkan dana ke Masyarakat dan harus diakui bahwa pendapatan atau keuntungan suatu Bank lebih banyak bersumber dari Pemberian Kredit kepada Nasabahnya. Pemberian Kredit dapat dilakukan dengan mengadakan Perjanjian atau menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa "Perjanjian ialah Hubungan Hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat". Perjanjian tersebut terdiri dari Perjanjian pokok berupa Perjanjian Kredit dan diikuti dengan Perjanjian tambahan berupa Perjanjian Pemberian Jaminan oleh pihak Debitur.
Perjanjian Kredit pada praktik Pebankan banyak menggunakan Akta Pengakuan Hutang Notariil sebagai tanda bukti terlaksananya Perjanjian Kredit dan memberi objek Jaminan berupa tanah yang dipasangkan Hak Tanggungan. Namun, terdapat kasus yang terjadi di Nusa Tenggara Timur antara Bank X dengan Tuan Y yang menggunakan Surat Pengakuan Hutang Di Bawah Tangan sebagai tanda bukti terlaksananya Perjanjian Kredit dan memberi objek Jaminan berupa tanah yang tidak dipasangkan Hak Tanggungan.
Pada kasus tersebut, terjadi Perjanjian Kredit macet hingga menyebabkan Wanprestasi (Cidera Janji) yang dilakukan Tuan Y, dimana tidak lagi membayar angsuran yang telah diperjanjikan dengan Bank X, serta mengharuskan Tuan Y untuk membayar ganti rugi. Penyelesaian kasus antara Bank X dengan Tuan Y tidak terjadi dengan mudah di Persidangan, dari awal terlaksana Perjanjian Kredit Para Pihak menggunakan Surat Pengakuan Hutang Di Bawah Tangan yang dimana tidak memiliki kekuatan pembuktian hukum yang kuat sebab hanya dibuat oleh Para Pihak sendiri tanpa bantuan Pejabat umum yang berwenang atau Notaris, serta tidak memiliki Kekuatan Eksekutorial terhadap Jaminan atas tanah Tuan Y.
Secara hakikat Kekuatan Eksekutorial terdapat pada Jaminan yang dipasangkan Hak Tanggungan sebab memiliki irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" sesuai ketentuan Pasal 224 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan Pasal 258 RBg (Rechtreglement voor de Buitengewesten) membuat Jaminan dapat di eksekusi secara langsung jika terjadi Wanprestasi (Cidera Janji) dalam Perjanjian Kredit.
Pemasangan Hak Tanggungan terhadap Jaminan atas tanah penting untuk dilakukan, ketentuan Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah menjelaskan bahwa "Hak Tanggungan merupakan Hak Jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur-Kreditur lain". Artinya jika Debitur Wanprestasi (Cidera Janji), Kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak melakukan penjualan secara langsung melalui Pelelangan Umum pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) terkait objek tanah yang dijadikan Jaminan.
Klausul Pasal di atas, tidak sejalan dengan ketentuan Bank X yang memberikan kebebasan untuk tidak perlu dipasangkan Hak Tanggungan pada Jaminan atas tanah dengan jumlah nominal hutang yang tidak terlalu besar. Sehingga, alasan yang mendasari Tuan Y tidak memasangkan Hak Tanggungan pada tanah miliknya sebab jumlah nominal hutang Tuan Y kepada Bank X tidak terlalu besar. Oleh karena itu juga, membuat Jaminan atas tanah milik Tuan Y yang tidak dipasangkan Hak Tanggungan tidak dapat dilakukan eksekusi penjualan secara langsung melalui Pelelangan Umum.
Konsep di atas terpatahkan oleh keterangan dari Legal Manager Bank X sendiri bahwa kenyataanya, Jaminan atas tanah yang tidak dipasangkan Hak Tanggungan juga dapat dilakukan penjualan secara langsung melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), jika menggunakan ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Piutang Yang Diistimewakan menjelaskan bahwa "Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik Debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi Jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan Debitur itu". Artinya Jaminan atas tanah Tuan Y akan menjadi milik Bank X sepenuhnya, maka Bank X dapat melakukan penjualan sekalipun dengan melakukan penjualan secara Pelelangan Umum terhadap Jaminan atas tanah Tuan Y.
Pelelangan pada Jaminan atas tanah yang tidak dipasangkan Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara; Bank X mengajukan Gugatan Perdata untuk melakukan Eksekusi Jaminan terlebih dahulu ke Pengadilan Negeri, secara bersamaan Bank X mengajukan permohonan untuk diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap Jaminan atas tanah Tuan Y sebab Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) merupakan salah satu prosedur untuk dapat dilakukan Pelelangan terhadap Jaminan atas tanah yang tidak dipasangkan Hak Tanggungan.
Meletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap Jaminan atas tanah Tuan Y berguna sebagai tindakan awal jika Tuan Y dinyatakan bersalah dalam Pengadilan dan Tuan Y tidak ingin melaksanakan Putusan Majelis Hakim secara sukarela, maka Bank X memohon untuk diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag). Jaminan atas tanah yang telah diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) dapat dieksekusi secara Fiat Eksekusi atau tindakan eksekusi berdasarkan Penetapan Pengadilan Majelis Hakim. Dengan demikian adanya Penetapan Pengadilan Majelis Hakim tersebut, maka Jaminan atas tanah yang tidak dipasangkan Hak Tanggungan milik Tuan Y dapat dilakukan penjualan secara langsung melalui Pelelangan Umum pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL). Proses itu dapat dikatakan dengan istilah Eksekusi Putusan.
Berbeda dengan kasus ini, Majelis Hakim menolak permintaan Bank X untuk diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap Jaminan atas tanah Tuan Y. Melihat ketentuan Pasal 227 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) tentang Beberapa Hal Mengadili Perkara Yang Istimewa menjelaskan terkait unsur yang menyebabkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim.
Unsur tidak diterima Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) oleh Majelis Hakim, berupa adanya persangkaan yang beralasan kuat dari tindakan Tuan Y yang berusaha mencari cara untuk melakukan penggelapan, serta mencari cara untuk membawa atau mengasingkan Jaminan atas tanah miliknya guna diberikan kepada Pihak lain atau Pihak Ketiga. Hal itu, dilakukan Tuan Y dengan maksud untuk menjauhkan Jaminan atas tanah tersebut dari Bank X.