Mohon tunggu...
Ajeng Putri
Ajeng Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketimpangan Hukum di Indonesia, Neraka bagi Kelas Bawah

17 April 2021   17:30 Diperbarui: 17 April 2021   17:33 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ACADEMIC SKILL
"Ketimpangan Hukum di Indonesia, Neraka bagi Orang Miskin."

            Secara etimologis, hukum dalam bahasa Indonesia menurut KBBI adalah "undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat" dan juga pengertian lainnya, "peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah"[1]. Sementara, hukum dalam bahasa latin disebut Ius berarti memerintah atau yang mengatur. Dalam Bahasa Jerman merupakan Recht berasal dari Rechtum yang merupakan bahasa latin, dapat diartikan atau dimaknai sebagai tuntunan atau bimbingan. Sementara secara terminologis, menurut Woerjono Sastro Pranoto dan J.C.T Simorangir hukum merupakan:

"Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa. Dibuat oleh badan-badan resmi berwajib. Hukum menentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tersebut memiliki akibat diambilnya tindakan yang sesuai dengan hukum pula."[2]

Definisi hukum yang dikemukakan oleh para ahli diketahui sangat beragam, bervariasi dan luas sekali cakupannya, hingga sulit untuk menentukan definisi yang tepat bagi hukum sendiri itu apa. Namun dari beberapa definisi tersebut diketahui bahwa dari beberapa pengertian, hukum memiliki satu poin atau makna yang sama sehingga terdapat sebuah kata kunci bagi definisi hukum itu sendiri. Dapat dilihat dari beragam definisi mengenai hukum tersebut, kata kuncinya adalah aturan. Sehingga, disimpulkan oleh penulis hukum merupakan suatu aturan yang sifatnya mengikat dengan tujuan memberikan tuntunan dan arahan dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum yang berlaku bagi suatu golongan masyarakat dapat tidak memiliki nilai keberlakuan bagi golongan masyarakat lain yang berada di luar lingkupnya.

Hukum yang gunanya mengatur kehidupan bermasyarakat tentu tidaklah dapat dipisahkan dari masyarakat atau sekumpulan orang. Hukum dan masyarakat merupakan dua hal yang saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain, sesuai dengan pernyataan Marcus Tulius Cicero, "Ubi Societas Ibi Ius (Dimana ada masyarakat, di situlah terdapat hukum)". Ungkapan tersebut menggambarkan kondisi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini. Dimana Indonesia tertulis dalam konstitusi merupakan negara yang berbasis hukum dan dalam menyelenggarakan pemerintahan haruslah bersumber pada hukum yang berlaku. Pernyataan tersebut didukung oleh isi dari pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yakni, "Negara Indonesia adalah negara hukum".

Hukum, dalam proses menjalankan pemerintahan di negeri kita menduduki tahta tertinggi, yang mana artinya segala hal yang dijalankan terkait proses pemerintahan dan kehidupan bernegara haruslah tunduk pada hukum dan terdapat konsekuensi serta sanksi yang berlaku bagi para pelanggar hukum. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa hukum sifatnya mengikat dan memaksa. Hal ini ditujukan untuk mencegah tindakan otoriter pemerintah kepada yang diperintah atau rakyatnya. Hukum hadir untuk menghindari terjadinya bentuk konsekuensi negatif atau merusak atas kekuasaan mutlak yang dimiliki oleh pemerintah, jika hukum bersifat lemah dan tidak memaksa maka nilai kegunaan dari hukum sendiri menjadi tidak ada.

Setiap hal yang memiliki eksistensi pasti ada untuk suatu tujuan dan fungsi, begitu pula dengan hukum. Hukum hadir dengan tujuan mengatur tata tertib yang berlaku dalam masyarakat dengan cara damai dan adil, menurut Apeldoorn[3]. Sementara, menurut aristoteles terdapat dua teori mengenai apa itu tujuan adanya hukum. Dua teori tersebut ialah teori utilitis dan teori etis. Teori etis berisi mengenai tujuan hukum ialah keadilan, dengan berdasar pada pemahaman etis mengenai bagaimana sesuatu tersebut dianggap adil atau tidak. Teori lain ialah utilitis. Teori utilitis mengungkapkan tujuan dari adanya hukum sendiri adalah memberikan jaminan kepada sebanyak-banyaknya orang mengenai kebahagian yang dapat mereka dapatkan sebesar mungkin. 

Dalam proses pembuatannya, hukum yang berlaku di sebuah negara merupakan hukum yang dibentuk oleh lembaga otoritas yang berwenang. Produk hukum tersebutlah yang diakui oleh negara dan dijalankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sanksi dari pelanggaran hukum tersebut bersifat legal dan mendapatkan pengakuan dari negara sehingga bisa diberlakukan. Dalam melakukan pembuatan hukum tersebut terdapat berbagai faktor penting yang harus ada, diantaranya adalah adanya wewenang dari negara, institusi yang bertugas menyusun pembuatan hukum haruslah institusi yang sudah ditentukan dan sudah diberi wewenang, hukum yang dibuat haruslah disertai dengan sanksi bagi para pelaku pelanggar hukum dan sanksi tersebut diberikan oleh pihak terkait yang sudah memiliki otoritas dari negara untuk menjatuhi hukuman bagi para pelanggar hukum.

Kita menjalani hidup dengan rasa aman dan berada dalam sebuah kelompok masyarakat yang teratur merupakan suatu bukti dari eksistensialisme hukum itu sendiri. Dimana dapat dirasakan dan dilihat secara nyata, bahwa hukum mampu berkuasa sedemikian rupa sehingga dapat mengatur sebuah kehidupan dalam suatu masyarakat menjadi masyarakat yang tertib, teratur dan menciptakan lingkungan yang aman bagi individu-individu di dalamnya.

Pernyataan tersebut dapat menyimpulkan suatu hal secara tersirat, yakni hukum bersifat melindungi manusia. Manusia tentu sangat membutuhkan perlindungan dari hukum guna menjamin rasa aman dan nyaman dalam melakukan aktivitas sehari-harinya. Hukum juga dapat melindungi sebuah negara dari ketidakteraturan, pemberontakan dan tingkat kriminalitas tinggi dari masyarakatnya yang memberikan dampak merusak bagi keberlangsungan negara tersebut. Efek perlindungan hukum inilah yang semestinya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali dan tanpa ada perbedaan atau juga hukum harus bertindak adil.

Keadilan hukum yang seharusnya dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia didasarkan pada UUD 1945 Pasal 27 Ayat (1) yaitu, "Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa terkecuali." Dan penegakan keadilan dalam hukum didasarkan pada sila ke-5 pancasila, yang merupakan dasar ideologi bangsa Indonesia, yakni keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. Intinya, hukum seharusnya berdiri dengan tegak dengan memandang tiap-tiap individu dengan status yang sama, kedudukan yang sama, rupa yang sama ataupun kekayaan yang sama tanpa terkecuali. Namun, sangat disayangkan sekali dalam realita yang terjadi, pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tersebut seolah tidak digubris dan hanya berbentuk tulisan yang tidak nampak nilai gunanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun