Mohon tunggu...
Ajeng Pujianti Lestari
Ajeng Pujianti Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Ibu Tiga Anak. Menulis biar enggak pusing.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lebaran 2023, Bukan Diajak Mudik Malah Diajak Umroh!

10 Mei 2023   12:20 Diperbarui: 10 Mei 2023   12:52 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak hari pertama Ramadhan, aku sudah mengejar suami dengan pertanyaan, "Tahun ini kita mau lebaran di mana?"

Suami waktu itu cuma memberi jawabab, "Entar ya." 

Doh, sebuah jawaban yang bikin deg-degan. Sebelas tahun lebih kami menikah sehingga aku hafal begitu seja kebiasaannya. Kalau jawabannya entar-entar biasanya sih enggak sesuai harapan, hahaha. 

Dan benar, besoknya suami bilang kalau dia kelelahan dan tidak ingin mudik kemana-mana. Sejak awal tahun keluarga kecil kami memang sedang banyak diuji, mulai dari anak-anak bergantian masuk rumah sakit, mendadak pulang ke Jogja karena ada masalah keluarga, serta pekerjaan kantor yang seolah tidak ada habisnya. Belum lama ini, suami juga didapuk menjadi koordinator cluster sehingga kesibukannya makin bertambah. 

Suami adalah orang introvert. Dulu dia pendiam sekali, tapi seiring berjalannya waktu sepertinya dia tertular sikap ekstrovert-ku, wkwkwk. Memiliki istri yang suka sekali bicara dan ingin selalu ditanggapi membuat dia jadi lebih luwes untuk ngobrol dan ramah. Suami bisa seceria orang ekstrovert, tapi ketika sampai di rumah dan kami cuma berdua saja, dia akan memeluk aku dan bilang, "Aku capek banget." 


Jadi, aku mencoba memahami ketika dia memutuskan untuk tidak mudik. Dia hanya ingin menikmati waktu yang agak santai bersama aku dan anak-anak saja. Meski harus diakui, aku sebetulnya sedih dan kecewa. Lha wong udah ngarep pengen ketemu sodara-sodara. Enggak mungkin kan aku mudik sendiri sedangkan dia tetap di Tangerang? Malah dikira lagi perang dunia kan berabe, huhu. 

Suami bahkan tidak goyah ketika Mamanya dan Mamaku menelepon menanyakan rencana lebaran tahun ini. Dia dengan tegas mengatakan bahwa kali ini kami akan lebaran di rumah saja. Jika Mamanya dan Mamaku kangen dan ingin bertemu anak-anak, suami meminta agar mereka saja yang datang ke rumah kami. Jujur, aku sangat takjub dengan keberanian suami menghadapi para nenek yang juga kecewa karena enggak bisa kumpul keluarga, hahaha. 

Pada titik ini, aku melihat capeknya suami bukan sesuatu yang dibuat-buat. Rasa kecewaku entah kenapa hilang dan aku malah berbalik kasihan sama dia. Aku masih bersyukur setidaknya dia tidak 'capek' jika harus bersama aku dan anak-anak. Seberharga itu aku dan anak-anak bagi suami. 

Ajakan Umroh Tiba-Tiba 

Sehari setelahnya, mamer (mamanya suami) menelepon lagi. Tapi kali ini topik yang dibicarakan berbeda karena aku melihat raut wajah suami berubah serius. Begitu telepon ditutup dia mengajak aku ke kamar untuk bicara. 

"Mama berencana ingin umroh ramadhan ini, lebaran di sana. Tapi kita enggak pakai travel karena ada Kak H (keponakan bapak mertua) yang memang tinggal di Madinah dan bersedia membantu saat berada di sana. Mama nawarin apa aku sekalian pengen ikut. Aku pengen ikut, dan berharap kamu juga mau ikut." 

Butuh waktu semenit untuk mencerna penjelasan suami. Hah? Umroh?

Suami yang enggak sabar melihat aku loading-nya lama langsung bertanya lagi, "Kita ada simpanan yang tujuannya untuk beli kendaraan kan. Tapi kalau disuruh milih, kamu lebih milih umroh atau beli mobil?" 

"Ya Umrohlah!" jawabku cepat. 

Ajegil pertanyaan suami gueh, hahaha. Mobil mah bisa dibeli nanti-nanti. Tapi pergi ke Baitullah? Ke kota Mekkah? Ke Madinah? Ya kalau memang ada kesempatannya hayuk aja, mumpung masih ada umur gini.

"Tapi aku belum bisa kasih keputusan, aku harus tanya ke Mama (neneknya anak-anak dari pihak aku) dulu. Beliau mau tidak bantuin jaga anak-anak sementara kita ibadah kesana." tambahku lagi. 

Setelahnya, aku sibuk menelepon. Mamaku begitu tahu aku punya rencana untuk umroh jawabannya langsung yes. Beliau sangat mendukung. 

Aku sampaikan hasil pembicaraanku sama mama ke suami dan dia sangat lega. Sinar wajah suami betul-betul berubah 180 derajat. Dia yang tadinya klemar-klemer enggak semangat tiba-tiba aja jadi cerah lagi. Suami tampak sangat gembira. Dia langsung sibuk telepon ke mamer untuk mengonfirmasi kesediaan kami ikut umroh bersama mereka. 

Kejadian-Kejadian Menjelang Keberangkatan 

Hari-hari yang aku lalui di bulan ramadhan kemarin terasa begitu sibuk karena kami masih melakukan aktivitas seperti biasa ditambah persiapan berangkat. Hotel dan pesawat sudah fix dipesan. Paspor sedang dalam proses.

Jujur ya, aku sebetulnya masih kayak enggak percaya kalau akan berangkat umroh. Sampai di malam keberapa ramadhan aku lupa, suami mengirim dokumen e-visa milikku melalui Whatsapp. Aku memandangi dokumen tersebut dan muncul rasa haru. 

Ya Allah, aku beneran mau umroh. Ya Allah, aku beneran mau pergi ke Mekkah. Ya Allah, aku beneran bisa lihat Baitullah dan bisa berdoa di depan Ka'Bah secara langsung. Ya Allah...

Berbagai persiapan seperti sounding ke anak-anak tentang rencana kami untuk merayakan hari raya di tempat yang berbeda, memesan tiket KA untuk mengantarkan mereka ke Majalengka, rencana bertemu saudara, dan packing sangat menyita perhatian. Sesekali aku membuka sosial media, menonton konten-konten tentang tips umroh, kondisi di Mekkah, kondisi di Madinah.

Nah, setiap melihat konteng tentang Ka'bah ini mataku selalu berkaca-kaca, rindu sekali. Rasanya kayak udah enggak sabar pengen berada di sana. 

Tapi memang bahkan sebelum berangkat, aku dan suami saling mengingatkan untuk meluruskan niat. Kami juga menjaga kata-kata serta pikiran untuk tetap positif meski ada beberapa kejadian yang membuat kami panik:

  • Paspor Abah bermasalah, Visa tidak bisa keluar
  • Harus ganti nama dan mengurus ulang tiket pesawat
  • Aku jatuh sakit dua hari sebelum berangkat

Iya, setelah mengantar anak-anak ke tempat neneknya, aku demam tinggi. Kebetulan kami berangkat dari Jogja dan sudah berada di sana 2 hari sebelumnya. Aku tidak puasa, dirawat oleh mama mertua dan langsung istighfar. Mohon ampun sama Allah sambil memohon diberi kesembuhan karena tidak ingin sampai gagal berangkat. 

Keberangkatan

Alhamdulillah, di hari keberangkatan demamku turun. Tapi aku tetap tidak berpuasa karena harus minum obat dan menjaga kondisi. Kami naik maskapai Scoot yang transit di Singapura dulu, baru berangkat ke Jeddah. Lama perjalanan Singapura-Jeddah adalah 9 jam. Aku takuuttt sekali naik pesawat. Setiap terjadi turbulensi aku selalu memegang tangan suami erat-erat dan sedikit menyesal karena belum sempat menulis surat wasiat untuk anak-anak, hahaha. 

Tapi aku lawan rasa takut tersebut dengan membaca tilawah dan berdoa. Suami mengingatkan bahwa kami adalah 'tamu Allah' sehingga insya Allah, Allah akan memberi keselamatan. 

Pesawatku akhirnya mendarat di Jeddah pada jam 10 malam waktu setempat. Aku menangis karena lega akhirnya bisa kembali menapak daratan. Begitu turun, kami segera menyelesaikan proses imigrasi. Oh iya, kami juga sudah mengambil miqot di pesawat, ketika berada di atas Yalamlam sehingga ketika mendarat kami berada dalam kondisi ihram. 

Sepanjang perjalanan menuju Mekkah, aku dan suami bergandengan tangan sambil mengucapkan talbiyah. Mekkah sangat penuh, jalanan ditutup sehingga kami harus menggeret koper sejauh 1km ke hotel karena taksi tidak bisa masuk. Aku saksikan sendiri bagaimana orang-orang melakukan shalat malam di jalanan. Hotel kami dekat dengan masjidil haram hingga suara Imam Sudais terdengar begitu jelas. 

Malam ketika kami tiba adalah malam 27 ramadhan, dan di tengah jalan Ajyad kami mendengar Imam Sudais melantunkan surat Ar-Rahman. 

 "Fabiayyi 'aalaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan" ( ) 

Aku berjalan sambil terisak-isak penuh haru. Rasanya aku menjadi tamu terhormat yang mendapat sambutan kedatangan terbaik. Lelah karena di perjalanan tidak tidur, jetlag, semua seolah tidak mengapa ketika kaki ini sudah menginjak tanah haram.

Dokumentasi Pribadi 
Dokumentasi Pribadi 

Umroh Ramadhan

Setelah sampai di hotel, kami langsung bebersih, sahur, istirahat sebentar dan berangkat ke Masjidil Haram untuk melaksanakan kewajiban umroh. Aku dan suami bergandengan tangan lagi, mengikuti Kak H yang memimpin di depan. Masjidil Haram begitu penuhnya dengan lautan manusia yang memakai pakaian ihram. 

Kami masuk melalui gerbang utama, turun ke bawah dan akhirnya yang kutunggu-tunggu, yang selama ini selalu jadi mimpi, yang selalu ada di bayangan dan harapan terwujud sudah: aku melihat Ka'bah secara langsung. Kak H langsung menuntun kami melakukan thawaf. Selama melangkah aku speechless, hatiku seperti mau meledak dipenuhi rasa takjub dan bahagia. 

Ya Allah, aku datang memenuhi panggilanmu...

Saat thawaf, mataku kembali basah. Aku enggak sanggup meminta apapun, hanya bisa memohon ampun dan berterima kasih karena Allah mengundangku dan memampukanku bersama suami untuk datang ke rumahnya. Di bulan Ramadhan, di bulan suci penuh rahmat dan ampunan. Sungguh, betapa besar kasih dan sayang-Nya... 

Dokumentasi Pribadi 
Dokumentasi Pribadi 

Lebaran di Mekkah

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Lebaran 2023 terasa sangat istimewa karena aku dan suami merayakannya di Mekkah. Kami berebut tempat dengan jutaan orang lainnya dan hanya bisa berada di halaman Masjidil Haram. Bersama saudara muslim dari negara lain, kami melantunkan takbir. Indaaahh sekali suasananya waktu itu. Tidak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikannya. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

AKu menyimak khotbah yang disampaikan oleh Imam dengan hati penuh haru. Meski enggak paham bahasanya tapi beneran, di sana tuh rasanya cuma terharuu aja terus, haha. Selanjutnya kami kembali ke Hotel dan menikmati sarapan yang sudah disediakan. 

Lebaran 2023, aku mungkin tak bisa berangkat mudik, tidak menikmati opor, tidak salam-salaman dengan tetangga dan saudara, tidak foto-foto keluarga, tidak melakukan kebiasaan lebaran yang ada di tanah air. 

Tapii...

Tapi aku merayakannya langsung di tempat terbaik bagi umat Islam, bersama suami yang semangat hidupnya telah kembali. Aku tidak melihatnya merasa lelah sedikitpun selama di sana. Kami sangat bahagia. Tak pernah kami berhenti mensyukuri kesempatan luar biasa yang Allah beri ini.

Pengalaman lebaran 2023 ini membuat aku dan suami ingin mengulanginya lagi tahun depan. Bersama dengan ketiga anak kami, merayakan hari raya di tempat paling istimewa di muka bumi. Semoga Allah mampukan, semoga Allah rejekikan. Bantu Aaamin-kan ya teman-teman! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun