Ajeng Leodita
No.95
Pucat pagi dinginnya menukik ke tulang wanita renta
Entah jengah atau sebah ia berjalan menyusuri tanah basah di pagi dingin tanpa alas kaki
Rintik hujan ramairamai datang tanpa permisi, menambah ciut kulit si renta yang terlihat tak segar lagi.
Empat purnama sudah terlewati dengan jiwa yang semakin kosong tanpa cinta yang mengisi
Malaikat pun tak jua datang mencabut nyawa dari raganya
Perut lapar, pun tenggorokan mengering
Umur menua, rambut memutih, tanpa pelukan si darah daging
Anjing - anjing liar di sepanjang jalan sudah meneteskan liur mengendus bau tulang si renta malang
Nikmat Tuhan mulai tak mampu dirasakan
Detik demi detik berlalu habiskan hari
Ego manusia mengalahkan mata hati
Setiap kenangan berjalan meninggalkan
Airmata pun enggan diteteskan
Raganya kini tertidur pulas di atas tanah basah sendirian
Angin bertiup pun tak lagi mampu ia rasakan
Nyanyian kematian mulai bergaung di pendengaran
Getir hidup si renta sudah sampai di ujung jalan
Kepahitan akan segera ia lepaskan
Adakah manis sebagai gantinya? Tuhan ... hanya Tuhan yang punya kuasa..
Tidurlah kau wanita renta dalam pelukan pemilik Surga