Mohon tunggu...
Ajay Sutriadi
Ajay Sutriadi Mohon Tunggu... Mahasiswa universitas Sulthan Maulana Hasanuddin Banten , prodi pengembangan masyarakat Islam.

Penulis , pembaca , futsal

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jaminan sosial di banten antara tantangan kesenjangan Dan harapan perlindungan

13 Oktober 2025   12:27 Diperbarui: 13 Oktober 2025   12:27 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Jaminan sosial merupakan hak dasar setiap warga negara, berfungsi sebagai jaring pengaman untuk memastikan kebutuhan dasar dan kesejahteraan terpenuhi, terutama saat menghadapi risiko ekonomi, kesehatan, atau ketenagakerjaan. Provinsi Banten, sebagai wilayah yang strategis dan berbatasan langsung dengan ibu kota, menunjukkan dinamika ekonomi yang tinggi namun juga menyimpan tantangan berupa kesenjangan dan tingginya sektor pekerja informal. Oleh karena itu, implementasi program jaminan sosial di Banten sangat krusial, utamanya melalui program nasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Pilar utama jaminan sosial di Banten adalah penyelenggaraan program BPJS. Dalam aspek kesehatan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan telah menjadi fondasi perlindungan kesehatan bagi masyarakat Banten. Tantangan utamanya terletak pada peningkatan cakupan kepesertaan, khususnya bagi segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI). Meskipun iuran PBI ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah, sinkronisasi data penduduk miskin dan rentan antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan data BPJS seringkali menjadi kendala. Kesenjangan akses fasilitas kesehatan, terutama di wilayah Banten selatan seperti Lebak dan Pandeglang yang memiliki kondisi geografis sulit, juga memerlukan intervensi kebijakan yang lebih spesifik.

Selain kesehatan, tantangan besar bagi Banten adalah sektor ketenagakerjaan. Meskipun terdapat kawasan industri besar di Serang dan Cilegon, sebagian besar masyarakat di kabupaten lain masih bergerak di sektor informal, seperti pertanian, perikanan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Para pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) di sektor informal ini seringkali luput dari perlindungan BPJS Ketenagakerjaan, yang mencakup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mendorong alokasi anggaran daerah untuk mensubsidi iuran pekerja BPU, sehingga perlindungan dasar atas risiko kerja dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Peran Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Banten dan Pemda Kabupaten/Kota sangat menentukan keberhasilan jaminan sosial. Selain alokasi anggaran untuk PBI Kesehatan dan subsidi BPU Ketenagakerjaan, Pemda juga bertanggung jawab dalam regulasi dan pengawasan kepatuhan pemberi kerja formal. Pengawasan yang ketat diperlukan agar perusahaan wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya. Selain itu, kolaborasi dengan BPJS dan pemangku kepentingan lain diperlukan untuk melaksanakan sosialisasi yang masif, terutama di komunitas pedesaan dan nelayan, agar masyarakat memahami manfaat dan mekanisme kepesertaan.

Kesimpulannya, sistem jaminan sosial di Banten secara fundamental telah berjalan melalui kerangka BPJS, namun implementasinya masih menghadapi hambatan struktural dan geografis. Tantangan utama mencakup penyelarasan data PBI untuk kesehatan dan perluasan cakupan bagi pekerja informal yang mendominasi ekonomi daerah. Dengan komitmen politik dan alokasi anggaran yang memadai dari pemerintah daerah, terutama dalam mendukung iuran bagi masyarakat rentan, harapan untuk mewujudkan perlindungan sosial yang merata dan komprehensif di seluruh wilayah Banten dapat tercapai.Jaminan Sosial di Banten: Antara Tantangan Kesenjangan dan Harapan Perlindungan

Jaminan sosial merupakan hak dasar setiap warga negara, berfungsi sebagai jaring pengaman untuk memastikan kebutuhan dasar dan kesejahteraan terpenuhi, terutama saat menghadapi risiko ekonomi, kesehatan, atau ketenagakerjaan. Provinsi Banten, sebagai wilayah yang strategis dan berbatasan langsung dengan ibu kota, menunjukkan dinamika ekonomi yang tinggi namun juga menyimpan tantangan berupa kesenjangan dan tingginya sektor pekerja informal. Oleh karena itu, implementasi program jaminan sosial di Banten sangat krusial, utamanya melalui program nasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Pilar utama jaminan sosial di Banten adalah penyelenggaraan program BPJS. Dalam aspek kesehatan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan telah menjadi fondasi perlindungan kesehatan bagi masyarakat Banten. Tantangan utamanya terletak pada peningkatan cakupan kepesertaan, khususnya bagi segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI). Meskipun iuran PBI ditanggung oleh pemerintah pusat dan daerah, sinkronisasi data penduduk miskin dan rentan antara pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan data BPJS seringkali menjadi kendala. Kesenjangan akses fasilitas kesehatan, terutama di wilayah Banten selatan seperti Lebak dan Pandeglang yang memiliki kondisi geografis sulit, juga memerlukan intervensi kebijakan yang lebih spesifik.

Selain kesehatan, tantangan besar bagi Banten adalah sektor ketenagakerjaan. Meskipun terdapat kawasan industri besar di Serang dan Cilegon, sebagian besar masyarakat di kabupaten lain masih bergerak di sektor informal, seperti pertanian, perikanan, dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Para pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) di sektor informal ini seringkali luput dari perlindungan BPJS Ketenagakerjaan, yang mencakup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT). Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mendorong alokasi anggaran daerah untuk mensubsidi iuran pekerja BPU, sehingga perlindungan dasar atas risiko kerja dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Peran Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Banten dan Pemda Kabupaten/Kota sangat menentukan keberhasilan jaminan sosial. Selain alokasi anggaran untuk PBI Kesehatan dan subsidi BPU Ketenagakerjaan, Pemda juga bertanggung jawab dalam regulasi dan pengawasan kepatuhan pemberi kerja formal. Pengawasan yang ketat diperlukan agar perusahaan wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya. Selain itu, kolaborasi dengan BPJS dan pemangku kepentingan lain diperlukan untuk melaksanakan sosialisasi yang masif, terutama di komunitas pedesaan dan nelayan, agar masyarakat memahami manfaat dan mekanisme kepesertaan.

Kesimpulannya, sistem jaminan sosial di Banten secara fundamental telah berjalan melalui kerangka BPJS, namun implementasinya masih menghadapi hambatan struktural dan geografis. Tantangan utama mencakup penyelarasan data PBI untuk kesehatan dan perluasan cakupan bagi pekerja informal yang mendominasi ekonomi daerah. Dengan komitmen politik dan alokasi anggaran yang memadai dari pemerintah daerah, terutama dalam mendukung iuran bagi masyarakat rentan, harapan untuk mewujudkan perlindungan sosial yang merata dan komprehensif di seluruh wilayah Banten dapat tercapai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun