Mohon tunggu...
Ai Yuhani
Ai Yuhani Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN Cicariu Kota Tasikmalaya

Hobi membaca novel online

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Akhir Penantian

20 Januari 2023   14:47 Diperbarui: 20 Januari 2023   15:16 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terlihat wajah cemas dari ayah, apalagi aku dari tadi sudah cemas. "Jangan-jangan,ibu ...ahhh" segera kusingkirkan prasangka buruk di hatiku.

Dengan bantuan warga, aku dan ayah mencari ibu ke lokasi kejadian tadi. Pencarian dibagi  dua, kelompok 1 menyusuri sungai sebelah kiri, kelompok dua menyusuri bagian sungai sebelah kanan. Sepanjang pencarian, aku tak henti memanjatkan do'a , minta supaya ibu selamat.

Dari sebelah kanan terdengar teriakan " hoi-hoi di sini ada mayat-ada mayat, tolong bawakan senter di sini gelap", katanya suaranya berbaur dengan gemuruh suara sungai.

Aku terlonjak kaget, segera berlari ke arah sumber suara. Subhanallah, walaupun agak gelap, aku bisa mengenali baju yang dipakai ibuku. Aku menghambur ke arah ibu yang sudah membujur kaku dengan posisi badan menelungkup. Rupanya Ibu tertabrak lalu terpental sangat jauh dan terjatuh di bawah jembatan.  Aku akan memeluk ibu, tetapi ditahan oleh beberapa warga.  Aku meronta sambil menangis histeris ingin memeluk ibu.

Seseorang meraba pergelangan tangan ibu, dan  berseru" masih hidup- masih hidup, masih ada denyut nadi!" Semua merasa lega. Sore itu juga ibu dibawa ke rumah sakit di Bandung karena rumah sakit daerah tidak sanggup, ibu dinyatakan koma.

Tidak terasa  sudah satu bulan, aku  menunggu ibu bangun, dan selama itu aku tidak mau berpisah dengan ibu. Aku tidak peduli walaupun sekolahku diskors, yang penting aku bersama ibu.  Setiap hari kulantunkan ayat suci al qur'an untuk ibu. Memohon keajaiban kepada sang kholik.

Suatu pagi dengan gerimis tipis, kulihat ibu bergerak sedikit dan membuka mata, tetapi mulutnya komat- kamit seperti ingin mengucapkan sesuatu.Segera kupanggil ayah yang berada di luar ruangan. 

Ketika ayah sudah di ruangan ICU, ibu bergumam memohon maaf kepada ayah. Ayah berbisik kepadaku. Mari kita bimbing Ibu, untuk menghadap sang maha berkehendak. Aku menangis tersedu-sedu mengiringi kepergian Ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun