Mohon tunggu...
Rihadatul AisyMardhiyah
Rihadatul AisyMardhiyah Mohon Tunggu... Relawan - Al'A'raf 199

Saya adalah mahasiswa Biologi FMIPA Universitas Brawijaya, dan saya adalah pengamat politik, pendidikan, dan gerakan perempuan (Feminis)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kemunduran Generasi Literasi di Era Digital

20 Mei 2019   16:25 Diperbarui: 29 Juli 2019   20:00 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca merupakan suatu kegiatan memahami, mengkaji, dan mencari informasi dari sebuah bahan bacaan, baik dalam bentuk berita, cerita fiksi dan non fiksi, atau artikel ilmiah. Pepatah mengatakan bahwa buku adalah jembatan ilmu, dengan membaca kita dapat mengetahui apa yang belum kita pahami. Meskipun banyak masyarakat kita yang gemar membaca, namun faktanya tingkat pemahaman mereka masih rendah, jarang ada masyarakat yang mencari fakta dari isu yang telah viral. Seolah tidak ada pembeda antara hasil dari aktivitas membaca dan mendengarkan. Salah satu alasan kenapa hal tersebut dapat terjadi adalah berkembangnya era digital, dikarenakan banyak para pecinta literasi yang beralih ke literasi online. 

Data PISA (Program of International Student Assesment) menjelaskan bahwa Indonesia menduduki peringkat 69 dari 76 negara terkait skor membaca siswa. Hal tersebut menjelaskan bahwa minat membaca Indonesia masih rendah yaitu masih di peringkat 8 dari bawah. Hal tersebut jelas terlihat dari banyaknya perpustakaan yang dibangun di perkotaan atau sebuah instansi, namun sangat minim jumlah pengunjung yang datang ke perpustakaan tersebut. Sangat memperihatinkan sebenarnya jika melihat sebuah tempat yang dibangun dan diberdayakan khusus untuk menunjang pemahaman masyarakat namun tidak dimanfaatkan dengan sempurna, dan inilah salah satu contoh bentuk pembangunan yang sia-sia dikarenakan budaya yang berkembang pada era tersebut.

Berdasarkan penjalasan dari Muhammad Zaini yaitu seorang uploader salah satu media berita di Malang saat menjadi pembicara di Sekolah Jurnalistik yang diselanggarakan oleh MIMESIS FIB UB (04/ 04/2019), bahwa semenjak era digital berkembang dan literasi berpindah ke media online, koran media cetak juga beralih ke media online, akibatnya produksi koran media cetak ditekan, namun masih tetap meraup keuntungan yaitu dengan adanya permintaan untuk penayangan sebuah iklan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kaum pecinta literasi beralih tempat ke media online, dan media online adalah media yang sangat berpengaruh dalam menguasai presepsi masyarakat. 

Selain itu, berdasarkan penuturan narasumber kedua yaitu Abdul Malik seorang wartawan mengatakan bahwa rata-rata pembaca berita online akan keluar dari media kurang dari 30 menit, hal tersebut dikarenakan isi dari berita tersebut yang tidak cukup banyak, dan hanya menarik pembaca pada satu judul bacaan. Namun bisa dipastikan bahwa akibat dari adanya peralihan literasi ke media online, mengakibatkan budaya membaca masyarakat hanya terpaut pada baacaan sekilas saja. Masyarakat tidak dituntut menikmati literasi yang mereka baca, dan inilah faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia mudah sekali tergiring isu-isu yang sudah viral, bahkan bersifat hoax. Hal tersebut dikarenakan masyarakat tidak dibiasakan mencari fakta, namun hanya memuaskan rasa ingin tahu mereka atas apa yang sudah viral.

Hal tersebut menandakan bahwa kaum literasi sejati sudah punah di era digital ini, padahal ranking membaca Indonesia masih rendah. Bahkan sekarang sudah jarang para pelajar yang terbiasa mencari sumber literasi di buku, padahal literasi dalam buku lebih relavan, bahkan temasuk berita di dalam koran media cetak. Jangankan pada sebuah artikel atau jurnal resmi, terakadang pelajar lebih memilih mencari sumber literasi pada artikel-artikel atau blog pribadi, dimana data keakuratannya masih sangat diragukan dan akan memicu pelajar terjerumus pada sebuah hoax. Hal tersebut menandakan bahwa berkembangnya literasi digital akan mengancam tingkat pemahaman pelajar di Indonesia. 

Bukan hanya itu, penekanan pada produksi koran cetak menandakan bahwa para pecinta literasi sejati sudah punah, dan kualitas pemahaman mereka tidak dapat disamakan dengan pemahaman pecinta literasi sejati seperti di era tersebut. Hal tersebut dikarenakan untuk mehami suatu bacaan atau bidang ilmu, kita dituntut untuk menikmati apa yang sedang dibaca, dan inilah yang membuat budaya membaca pada literasi online yang sekilas saja tidak akan mampu menyarap dan memahami isi materi yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Seharusnya era digital memberikan keuntungan karena kemudahan akses membaca, namun nyatanya kemudahan tersebut membuat masyarakat terlena dan tidak ingin mengkaji apa yang sudah dibaca.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) seharusnya memperhatikan hal ini, karena kemajuan zaman nampaknya telah menyebabkan adanya suatu kemunduran pemahaman. Sebagai lembaga negara yang bertugas untuk mengawasi, merencanakan dan mengembangkan pendidikan di Indonesia, sudah selayaknya Kemendikbud dapat menghimbau dan mengantisipasi hal-hal yang menyebabkan pelajar Indonesia dan masyarakat terjerumus dalam sebuah kebodohan atau buta akan literasi. 

Himbauan untuk membudayakan membaca informasi dari sumber yang relavan harus sudah disarankan dan diperingatkan kepada masyarakat sejak dini, dikarenakan tidak hanya instansi pendidikan, pelaku pendidikan, dan pengamat pendidikan yang berhak memberi peringatan, namun juga lembaga pemerintahan yang memiliki pengaruh yang cukup kuat akan hal tersebut. Dampak dari berkembangnya era digital nampaknya juga membuat masyarakat buta dengan isu pembangunan yang lebih real, banyak masyarakat Indonesia yang bicara pembangunan, namun buta dengan masalah pembangunan di wilayahnya sendiri. 

Hal tersebut terjadi karena masyarakat Indonesia lebih tertarik pada isu-isu nasional dibandingkan regional, sedangkan terkadang isu tersebut jauh dari domisili mereka berada, sehingga sangat sulit masyarakat memastikan kebanaran dari isu yang telah beredar. Masyarakat juga dibuat buta, salah satu contohnya adalah isu yang beredar sebelum dan saat penyelenggaraan pemilihan umum, masyarakat dibuat buta dan tergiring dengan isu politik yang berkembang disaat itu. Hal inilah yang menyebabkan harus ada sebuah dobrakan untuk merevolusi budaya literasi yang berkembang di tengah polemik yang ada di Indonesia,dan hal tersebut dapat terwujud jika ada integrasi yang sinergis untuk mendukung revolusi tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun