Mohon tunggu...
Aisya
Aisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis dan menonton adalah hobi yang bersimpangan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Museum Adityawarman: Tempat untuk Menjelajahi Kehidupan Masa Lalu Masyarakat Minangkabau

7 Desember 2023   12:40 Diperbarui: 8 Desember 2023   07:17 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Padang terkenal dengan randang dan rumah makannya yang khas dan menjadi ikon yang unik bagi Sumatera Barat. Tetapi, selain randang dan Rumah Makan Padang, Padang juga menyimpan banyak koleksi hasil-hasil kebudayaan zaman dahulu yang masih terjaga dengan baik. Koleksi-koleksi tersebut tersimpan di Museum Adityawarman yang berlokasi di kompleks Tugu Jalan Diponegoro No.10, Padang Sumatera Barat. Dulunya, lokasi ini dikenal dengan Taman Melati, yaitu sebuah taman bermain bagi masyarakat kota Padang. Pada masa penjajahan Belanda, di lokasi yang sama juga berdiri sebuah Tugu Michelis. Tetapi, pada masa penjajahan Jepang, tugu tersebut dihancurkan oleh koloni-koloni Jepang dan beberapa sumber menyatakan tugu-tugu tersebut di bawa oleh Jepang ke negara mereka.

Nama Museum Adityawarman diambil dari nama seorang raja Minangkabau zaman dahulu dari Kerajaan Martapura abad ke-14, di mana kerajaan tersebut sezaman dengan Kerajaan Majapahit. Museum Adityawarman didirikan pada tahun 1974 kemudian diresmikan pada 16 Maret 1977.

Museum ini terbuka untuk umum pada hari Selasa- Kamis pukul 08.30-16.00 WIB, Jum'at pukul 08.30-11.300 WIB dan 13.30-16.30 WIB, dan Sabtu-Minggu pada pukul 08.00-17.00 WIB. Untuk mengunjungi museum, pengunjung hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp.5000 untuk dewasa dan Rp.3000 untuk anak-anak. Dengan biaya yang murah, pengunjung dapat menikmati semua fasilitas dan melihat koleksi-koleksi museum.

Awal memasuki perkarangan museum, pengunjung akan disambut oleh patung Bagindo Aziz Chan. Beliau merupakan Wali Kota Padang kedua dan tewas saat melawan agresi militer Belanda pada 19 Juli 1947 pada usia 36 tahun. Patung beliau didirikan sebagai pengingat jasanya pada Kota Padang. Di samping patung Bagindo Aziz Chan, terpajang luas relief wajah-wajah pahlawan dan tokoh Minangkabau yang berjasa pada saat masa penjajahan. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya Tuanku Imam Bonjol, Muhammad Hatta, Haji Agus Salin, Muhammad Yamin, Sutan Syahrir, Rasuna Said, Hamka dan Tan Malaka. Di belakang atau di sebelah relief tersebut, membentang Taman Melati yang menjadi wahana permainan anak-anak dan juga menjadi tempat beristirahat bagi para pengunjung. Di sebelah kiri dan agak jauh dari Patung Bagindo Aziz Chan, berdiri sebuah pesawat tempur peninggalan Perang Dunia II yang dijadikan sebagai monumen. Pesawat tempur ini dulunya di letakkan di Solok kemudian dipindahkan pada tahun 1977. Pada bagian depan pesawat, tertulis sebait puisi, yaitu:

"Aku hanya setitik darah bangsaku, kembangkan sayapku teruskan perjuanganku" 'Padang 6 April 1979 tertanda Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi."


 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Menuju  ke depan Museum, berdiri sebuah tugu kokoh yang menjulang tinggi dengan patung seorang pahlawan tak dikenal yang memegang senjata berupa bambu runcing. Pada tugu tersebut, ada sebuah prasasti yang bertuliskan puisi. Monumen ini dibangun oleh Ramudin pada tahun 1950. 

Di bagian belakang tugu Pahlawan Tak Dikenal, terdapat sebuah Monumen Proklamasi. Bagian bawahnya terukir relief yang melingkar yang menggambarkan perjuangan para pahlawan di Kota Padang saat melawan penjajah.

Di balik Monumen Prolakmasi, berdiri bangunan Museum yang berbentuk Rumah Gadang Bagonjoang dengan ukiran dinding khas Minangkabau. Di depan bangunan museum, ada beberapa buah rangkiang atau lumbung padi, yang menjadi simbol kemakmuran ranah Minang. Sebelum menaiki tangga untuk memasuki museum, pengunjung akan disambut oleh patung laki-laki dan perempuan yang membawa carano.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Ketika memasuki bagian dalam museum, pada pintu masuk, pengunjung akan melihat bermacam-macam logo seluruh wilayah Sumatera Barat, serta miniatur perkarangan dan bangunan Museum Adityawarman. Museum Adityawarman juga mempromosikan museum-museum lain yang berada di Sumatera Barat yang tertempel di dinding sebelah kiri pintu masuk. Pada bagian pintu, masuk pengunjung juga akan disambut oleh resepsionis.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Ada berbagai macam koleksi Museum Adityawarman. Koleksi-koleksi museum dikelompokkan menjadi 10 macam jenis koleksi, yaitu biologika, geologika/ geografika, etnografika, arkeologika, historika, filologika, numismatika/ heraldika, keramologika, seni rupa, dan teknalogika. Jumlah koleksi yang ada di Museum Adityawarman mencapai 6.217 koleksi, serta 100 jenis tanaman berupa apotek hidup dan pohon lindung.

Pada bagian pintu masuk sebelah kanan, berdiri patung laki-laki yang mengenakan pakaian adat tradisional Minangkabau. Pada ruangan yang sama, terdapat beberapa buah naskah kuno Minangkabau yang bertuliskan huruf Arab-Melayu. Ruangan itu juga menyimpan miniatur yang menggambarkan kehidupan dan masyarakat Minangkabau. Replika mini tersebut terdiri atas bangunan Rumah Gadang, surau, kincia aia (kincir air), sawah, sungai, lasuang (lesung), area bercocok tanam, balai dan lain lain sebagainya yang dilapisi dan dilindungi oleh kaca sehingga tetap terjaga dengan baik. Kemudian ada juga replika warung dan gerobak tradisional khas Minangkabau, serta pedati, yaitu sebuah kendaraan tradisional Minangkabau. Ruangan tersebut juga dipajang buku-buku yang berhubungan dengan Minangkabau di dalam sebuah lemari kaca, tetapi buku-buku tersebut hanya dijadikan sebagai pajangan. Terdapat juga beberapa koleksi benda-benda rumahan atau pajangan zaman dahulu.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
Ruangan sebelah kanan menyimpan koleksi yang berbeda, yaitu tersimpan koleksi senjata kuno seperti pedang, keris, pistol, meriam. Ketika pengunjung pertama kali memasuki ruangan sebelah kanan tersebut, akan tampak pengantin pria dan wanita dalam balutan baju pernikahan tradisional Minangkabau. Sepasang pengantin tersebut merupakan patung yang dipakaian baju tradisional dan berdiri di sebuah pelaminan khas Minangkabau. Kemudian tersusun beberapa buah kursi dan sebuah meja yang berada di sebelah kiri dan tidak jauh dari pengantin. 
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Untuk mengunjungi lantai bawah, pengunjung dapat berjalan turun dari tangga yang ada di ruangan sebelah kiri tadi. Pada lantai bawah tersebut, akan disuguhkan berbagai macam koleksi yang menarik, seperti perhiasaan masyarakat Minangkabau zaman dulu, seperti cincin, kalung, gelang, hiasan kepala, dan sebagainya, serta perhiasaan yang dipakai dalam acara adat pernikahan Minangkabau. Bahkan, ada satu ruangan yang mengkhususkan untuk menyimpan koleksi berbagai macam suntiang, yaitu hiasan kepala wanita yang digunakan pada saat upacara pernikahan atau baralek. Di lantai yang sama, juga tersimpan alat dan perlengkapan penangkap ikan tradisional seperti bubu, keramik kuno peninggalan China, Jepang, dan Eropa, naskah-naskah kuno, alat musik tradisional seperti rabab, bansi, koleksi artefak masyarakat Minangkabau zaman prasejarah seperti kapak batu, kapak lonjong, kapak persegi, belincung, koleksi sampel batuan yang terkandung dalam perut bumi Sumatera Barat seperti timah, nikel, kwarsit, senjata yang digunakan masyarakat Minangkabau zaman dahulu seperti pistol, keris, alat pembuat kue seperti kue sapik, kue maloyang, guci-guci kuno dari tanah liat, alat dan perlengkapan acara pernikahan tradisional Minangkabau.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Pada bagian belakang museum, yang masih berada di lantai bawah terdapat sebuah ruangan khusus, yaitu Museum Randang. Sesuai dengan namanya, terdapat berbagai jenis randang khas Minang, seperti randang dagiang, randang, talua, randang jariang, dan sebagainya. Ada juga sebuah peta yang menggambarkan persebaran rendang di seluruh dunia, yang membuktikan bahwa rendang menjadi salah satu makanan yang mendunia dan menjadi favorit banyak orang.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Memasuki ruangan lainnya, terdapat koleksi perkakas dan alat dapur zaman dahulu yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau seperti kambuik, niru, tungku, dandang, lasuang, pangukua karambia (pemarut kelapa), parutan kelapa, bangku duduk dari kayu, sendok masak dari kayu dan tempurung kelapa, dan lain sebagainya. Ada juga beberapa foto masyarakat Minangkabau yang menggambarkan kehidupan masyarakat Minangkabau zaman dulu, serta bangunan-bangunan seperti rumah masyarakat, Rumah Gadang, dan surau.  

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Masih di lantai yang sama, tetapi ruangan berbeda, terdapat Galeri Pameran Kebudayaan Suku Mentawai. Pada galeri tersebut ditemukan beberapa koleksi peralatan masak dan makan, seperti tudung saji, piring, cerek, gelas, serta alat-alat berburu, mesin jahit, telepon kabel kuno, aneka taxidemi fauna, seperti harimau sumatera, jerapah, ular, berbagai jenis kupu-kupu, rusa, kucing hutan, elang, kerang-kerangan, dan masih banyak lagi. Pada bagian lainnya, terdapat beberapa miniatur atau arsitektur Rumah Gadang, bangunan tradisional, dan Candi Borobudur.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Pada halaman belakang museum, terletak replika prasasti yang ditemukan di Sumatera Barat serta Arca yang dikaitkan sebagai perwujudan Raja Adityawarman. Patung Arca tersebut memiliki ukuran yang cukup besar. Prasasti tersebut adalah prasasti Saruaso I yang menceritakan pentasbihan Raja Adityawarman pada tahun 1296 saka. Selain prasasti Saruaso I, ada juga sebuah menhir dan batu prasasti yang bertuliskan huruf kuno.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

sumber: pribadi
sumber: pribadi

Musuem Adityawarman menyediakan sebuah mushalla yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk melaksanakan sholat, sehingga pengunjung yang beragama Islam tidak perlu khawatir ketika waktu sholat datang dan bisa langsung melaksanakan ibadah sholat wajib. 

Di depan mushalla, berdiri dengan gagah sebuah kendaraan zaman dulu masyarakat Minangkabau yang bernama bendi. Bendi merupakan kendaraan tradisional Minangkabau yang berbentuk kereta dan digerakkan oleh bantuan tenaga kuda. Tidak banyak orang yang menggunakan bendi pada zaman sekarang ini, meskipun masih bisa ditemukan di beberapa wilayah di Sumatera Barat. Karena itulah, bendi menjadi kendaraan tradisional yang langka selain pedati, dan juga menjadi salah satu ikon dan ciri khas Minangkabau.

 sumber: pribadi
 sumber: pribadi

Di luar lahan museum, ada banyak warung-warung makan dan caffe-caffe serta penjual-penjual pinggir jalan yang berjualan di sekitar museum, sehingga tidak perlu khawatir jika merasa lapar.

Museum Adityawarman dilengkapi dengan penunjuk arah, sehingga dapat diketahui posisi dan letak-letak bangunan dan hal-hal lainnya yang ada di wilayah museum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun