Mohon tunggu...
Aisyah Haura
Aisyah Haura Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Roblox: Fenomena Sosial Baru yang Membentuk Identitas dan Komunitas Digital Pemuda

28 Juni 2025   16:46 Diperbarui: 28 Juni 2025   17:12 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Latar Belakang Masalah

Di tengah pusaran era digital yang kian meresap ke setiap sudut kehidupan, platform daring telah menjelma menjadi panggung utama bagi interaksi sosial, ekspresi diri, dan, tak kalah pentingnya, pembentukan identitas. Di antara sekian banyak platform yang bermunculan, Roblox tampil mengejutkan dengan pertumbuhan signifikan dan jangkauan dampaknya yang meluas, bahkan menembus demografi pengguna yang lazim. Semula dikenal sebagai taman bermain virtual bagi anak-anak dan remaja, Roblox kini telah berevolusi menjadi ekosistem digital yang kompleks, menarik jutaan pengguna di seluruh dunia, termasuk kelompok pemuda yang tengah menapaki fase awal kedewasaan. Fenomena ini lantas memicu pertanyaan mendasar: bagaimana sebuah platform yang akar utamanya adalah permainan bisa sedemikian rupa membentuk identitas dan komunitas digital bagi mereka yang, secara asumsi, telah melewati masa "bermain-main"? 

Roblox, dengan fitur unggulannya berupa kreasi konten yang digerakkan pengguna (UGC) dan model ekonomi virtualnya yang inovatif, menawarkan jauh lebih dari sekadar hiburan biasa. Ia adalah sebuah semesta paralel, sebuah ruang di mana pengguna bebas membangun dunia mereka sendiri, merancang pengalaman interaktif yang unik, menciptakan avatar yang sepenuhnya personal, dan berinteraksi dalam beragam skenario sosial. Popularitasnya di kalangan pemuda seringkali dijuluki "digital natives" atau mereka yang termasuk dalam generasi milenial akhir dan generasi Z awal menunjukkan adanya pergeseran krusial dalam cara mereka mencari hiburan, berinteraksi, dan membangun jejaring sosial.

 Menariknya, justru kelompok usia ini, yang sedang sibuk membangun karier, mencari pasangan hidup, atau bahkan memulai keluarga, menemukan daya tarik yang kuat dalam semesta virtual Roblox. Bagi mereka, Roblox bukan lagi sekadar arena bermain layaknya anak-anak, melainkan wadah ekspresi kreatif, komunitas yang suportif, atau bahkan gerbang menuju peluang ekonomi baru. Namun, tentu saja, fenomena ini tidak datang tanpa tantangan. Keterlibatan yang terlalu mendalam dalam dunia virtual bisa saja berimbas pada interaksi sosial di dunia nyata, memengaruhi persepsi identitas diri, serta memunculkan potensi masalah seperti kecanduan digital atau paparan terhadap konten yang tidak sesuai. 

Maka dari itu, esai ini akan mengupas tuntas fenomena Roblox di kalangan pemuda dari kacamata sosiologi. Kita akan menganalisis bagaimana platform ini memengaruhi konstruksi identitas, melahirkan bentuk-bentuk komunitas baru, dan apa saja implikasinya terhadap interaksi sosial di era digital. Tak hanya itu, refleksi kependidikan juga akan turut disajikan, guna memahami bagaimana institusi pendidikan dapat merespons fenomena ini secara konstruktif, memaksimalkan potensinya, sekaligus memitigasi risiko yang mungkin timbul. 

Analisis Sosiologi

Dalam pandangan sosiologi, identitas bukanlah sebuah entitas yang beku, melainkan sebuah konstruksi sosial yang terus bergerak, dibentuk melalui serangkaian interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar. Erving Goffman, melalui teori dramaturginya, mengibaratkan individu sedang "pentas" di atas panggung sosial, senantiasa menyesuaikan "topeng" mereka sesuai dengan siapa audiensnya dan bagaimana situasinya. Di Roblox, avatar adalah perwujudan paling gamblang dari identitas digital seseorang. Bagi para pemuda ini, avatar di Roblox jauh melampaui sekadar representasi visual; ia adalah kanvas bebas untuk ekspresi diri dan ajang eksperimentasi identitas. 

Berbeda dengan identitas di dunia nyata yang seringkali terbelenggu oleh norma sosial, ekspektasi keluarga, atau batasan fisik, avatar di Roblox menawarkan kebebasan yang tak berbatas. Seorang pemuda yang di dunia nyata mungkin berprofesi sebagai akuntan yang selalu rapi berbusana formal, di Roblox ia bisa menjelma menjadi petualang fantasi dengan kostum epik, seorang desainer busana futuristik yang visioner, atau bahkan seorang DJ terkenal. Kebebasan ini memungkinkan mereka untuk: 

  • Bereksperimen dengan identitas alternatif: Mereka bisa mencoba peran atau persona yang mungkin tak pernah terpikirkan atau tak mungkin mereka ekspresikan di dunia nyata karena berbagai batasan. Ini menjadi wadah yang aman untuk menggali aspek-aspek diri yang tersembunyi atau bahkan mengasah keterampilan sosial baru.

  • Mencari validasi dan pengakuan: Melalui personalisasi avatar, mereka dapat menarik perhatian, pujian, atau pengakuan dari komunitas daring. Dalam masyarakat yang kian individualistis, pengakuan semacam ini menjadi krusial bagi harga diri.

  • Merepresentasikan aspirasi dan impian: Avatar dapat menjadi visualisasi dari impian atau tujuan hidup mereka. Misalnya, seorang calon arsitek bisa membangun lingkungan virtual yang rumit dan estetis, atau seorang pengusaha muda dapat menciptakan "toko" virtual untuk "menjual" produk-produk digital.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun