Hubungan antara ibu dan anak merupakan salah satu ikatan emosional paling kuat dalam kehidupan manusia. Sejak dalam kandungan, seorang ibu sudah merasakan detak kehidupan anaknya. Ia menanggung rasa sakit, melewati malam tanpa tidur, serta mengesampingkan kebutuhannya demi kebahagiaan sang anak. Namun, seringkali kasih dan pengorbanan ibu tidak disadari oleh anak-anaknya, hingga waktu memisahkan mereka.
Film Bila Esok Ibu Tiada mengangkat tema mendalam ini dengan cara yang menyentuh hati. Kisahnya berpusat pada sosok Rahmi (diperankan oleh Christine Hakim), seorang ibu yang harus berjuang membesarkan keempat anaknya seorang diri setelah suaminya, Haryo, meninggal dunia. Keempat anaknya yaitu Ranika (Adinia Wirasti), Rangga (Fedi Nuril), Rania (Amanda Manopo), dan Hening (Yasmin Napper) memiliki karakter dan jalan hidup yang berbeda, serta membawa konflik masing-masing dalam kehidupan keluarga.
Sejak kehilangan suami, Rahmi memikul beban ganda: sebagai ibu dan sekaligus kepala keluarga. Ia rela bekerja keras, mengorbankan kesehatannya, bahkan melupakan dirinya sendiri, hanya demi memastikan anak-anaknya tumbuh dengan baik. Sosok Rahmi menggambarkan realita banyak ibu di dunia nyata yang selalu hadir, selalu mencintai, meski lelah dan terkadang merasa dilupakan.
Seiring waktu, perubahan mulai terasa. Anak-anak Rahmi tumbuh dewasa dan tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Mereka mulai menjauh secara emosional dari ibu mereka. Rahmi merasa terasing dalam rumahnya sendiri. Ia masih memberi, namun jarang menerima. Situasi ini memperlihatkan kenyataan pahit: sering kali, cinta ibu dianggap sebagai sesuatu yang "selalu ada" dan karena itu, tak lagi disyukuri.
Konflik antar saudara pun perlahan memanas. Ranika, anak sulung yang kini memegang tanggung jawab besar, menjadi sosok otoriter terhadap adik-adiknya. Ia merasa harus menjaga ketertiban keluarga, namun dalam prosesnya, kehilangan empati dan kehangatan. Sementara itu, Rania dan Hening memiliki pandangan dan sikap yang berbeda, hingga benturan pun tak terhindarkan. Rahmi berada di tengah pusaran emosi yang rumit, namun ia tetap setia mencintai, memaafkan, dan mendamaikan.
Puncak emosi film ini terjadi saat keempat bersaudara itu dihadapkan pada kehilangan terbesar: kepergian sang ibu untuk selamanya. Di saat itulah, mereka baru benar-benar menyadari arti keberadaan Rahmi dalam hidup mereka. Penyesalan datang terlambat, dan setiap kenangan kecil bersama sang ibu kini menjadi luka yang menyayat.
Film ini bukan sekadar drama keluarga, tapi sebuah pengingat yang kuat bahwa keberadaan seorang ibu bukanlah sesuatu yang bisa terus ditunda untuk dihargai. Saat masih ada waktu, kasihilah ibu sepenuh hati, dengarkan ia, dampingi ia, dan hadir untuknya.
Soundtrack film ini, Setengah Mati yang dibawakan oleh Ghea Indrawari, turut memperkuat emosi penonton. Dengan suara khas dan nuansa pilu yang mendalam, lagu ini menggambarkan perasaan kehilangan dan kerinduan yang sulit diungkapkan. Liriknya menggambarkan penyesalan dan cinta yang tak sempat terucap mewakili suara hati keempat anak Rahmi yang baru menyadari arti ibu ketika semuanya telah terlambat.
Melalui Bila Esok Ibu Tiada, penonton diajak untuk merenung: sudahkah kita cukup mencintai ibu kita? Sudahkah kita memahami bahwa di balik senyumnya yang tenang, tersimpan rindu, lelah, dan pengorbanan yang tak terlihat?
Film ini bukan hanya tentang perpisahan, tetapi juga tentang harapan: bahwa selama masih ada waktu, kita bisa berubah. Kita bisa kembali merajut hubungan yang mulai retak, meminta maaf, menunjukkan kasih, dan membuat ibu tahu bahwa cintanya tak sia-sia.