Mohon tunggu...
Aisyah
Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa Aktif Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

“Saya pribadi yang suka belajar hal baru dan terbuka terhadap pengalaman berbeda. Hobi saya berenang dan terkadang di waktu luang saya senang mendengarkan musik, serta berolahraga ringan seperti jogging.”

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sound Horeg dan Demokrasi: Antara Hak Berekspresi dan Hak untuk Tenang

27 September 2025   15:33 Diperbarui: 27 September 2025   15:33 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Fenomena sosial di Indonesia selalu dinamis, salah satunya terkait penggunaan sound system horeg atau sound system berdaya tinggi. Keberadaan sound system sering dipandang sebagai hiburan, media ekspresi budaya, bahkan peluang ekonomi kreatif. Namun, tidak jarang pula muncul keluhan akibat kebisingan yang ditimbulkan, mulai dari mengganggu kesehatan, merusak konsentrasi, hingga menimbulkan ketegangan sosial di tengah masyarakat.

Dalam konteks inilah negara hadir dengan membentuk norma hukum. Setidaknya ada tiga regulasi yang mengatur penggunaan sound system, baik mengenai batas tingkat kebisingan, durasi penggunaan, maupun sanksi yang diterapkan jika terjadi pelanggaran. Pertanyaannya, apakah pembentukan aturan seperti ini bisa disebut sebagai bagian dari demokrasi, atau justru dianggap membatasi kebebasan warga negara?

Pembentukan norma hukum pada dasarnya merupakan tugas negara untuk menjaga ketertiban, melindungi masyarakat, dan menjamin hak setiap individu. Hak atas kebebasan berekspresi memang diakui, tetapi harus berjalan beriringan dengan hak orang lain untuk memperoleh lingkungan yang tenang, sehat, dan aman. Jika tidak ada aturan yang mengikat, potensi konflik horizontal akan semakin besar. Misalnya, warga yang merasa terganggu bisa bersitegang dengan penyelenggara acara yang menggunakan sound system.

Norma hukum menjadi instrumen untuk menengahi kepentingan yang berbeda tersebut. Dalam konteks negara hukum, aturan ini adalah upaya menghadirkan keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara.

Sebagian orang mungkin menganggap aturan tentang sound system horeg membatasi kebebasan. Padahal, dalam prinsip demokrasi, kebebasan tidak boleh diartikan sebagai sesuatu yang absolut. Demokrasi justru menekankan pentingnya batasan agar kebebasan satu pihak tidak merugikan pihak lain.

Dengan demikian, pembentukan norma hukum terkait penggunaan sound system sejatinya merupakan wujud nyata dari praktik demokratis. Negara tidak hanya memberikan ruang bagi warga untuk berekspresi, tetapi juga memastikan bahwa ekspresi tersebut tidak merugikan kepentingan publik.

Namun saya juga berpandangan bahwa aturan ini harus dijalankan dengan asas proporsionalitas. Meski begitu, regulasi tidak boleh bersifat represif atau kaku, artinya aturan tidak boleh sampai mengekang kreativitas masyarakat. Pendekatan yang dilakukan sebaiknya tidak semata-mata melalui sanksi, melainkan juga edukasi, sosialisasi, dan dialog partisipatif dengan masyarakat.

Apabila aturan lahir dari aspirasi publik, maka keberadaannya akan lebih mudah diterima serta dijalankan. Inilah esensi demokrasi partisipatoris, yakni keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan yang memengaruhi kehidupan bersama.

Dari uraian di atas, menurut saya dapat disimpulkan bahwa pembentukan norma hukum mengenai penggunaan sound system horeg bukanlah tindakan yang bertentangan dengan demokrasi, melainkan bagian dari upaya menyeimbangkan hak individu dengan kepentingan umum. Yang terpenting adalah implementasinya dilakukan secara adil, transparan, serta mengutamakan dialog dan komunikasi dengan masyarakat. Dengan begitu, aturan ini benar-benar menjadi cermin negara hukum yang demokratis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun