Mohon tunggu...
Gusti Risna Mawarni
Gusti Risna Mawarni Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Minat dalam hal menulis dan sedang menempuh pendidikan di tingkat perguruan tinggi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Teknologi: Teman atau Musuh? Begini Cara Mengendalikannya!

9 Mei 2025   18:30 Diperbarui: 9 Mei 2025   15:11 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Images generated by chatGPT

Teknologi telah menjadi sahabat yang tak terpisahkan dalam kehidupan modern. Dari perangkat pintar yang selalu berada di saku hingga algoritma canggih yang mengetahui preferensi kita lebih baik daripada pasangan kita sendiri, teknologi tampaknya adalah penyelamat yang memberikan kenyamanan, efisiensi, dan hiburan. Tapi apakah teknologi benar-benar teman kita? Atau diam-diam ia adalah musuh yang mengancam kebebasan, privasi, dan bahkan kemanusiaan kita?

Mari kita mulai dengan fakta yang tak terbantahkan: teknologi memiliki kekuatan luar biasa. Namun, kekuatan ini datang dengan tanggung jawab yang sering kali diabaikan oleh penggunanya, pembuatnya, dan regulatornya. Ketika kita memberikan kepercayaan penuh pada teknologi, kita lupa bahwa teknologi itu netral. Ia hanya alat. Yang menentukan apakah ia menjadi teman atau musuh adalah cara kita menggunakannya dan bagaimana kita mengelolanya.

Teknologi: Teman yang Manipulatif

Pikirkan algoritma media sosial. Di satu sisi, mereka memungkinkan kita terhubung dengan teman lama, menemukan komunitas dengan minat yang sama, dan memperoleh informasi dalam hitungan detik. Tapi di sisi lain, algoritma yang sama ini dirancang untuk membuat kita kecanduan, menahan perhatian kita selama mungkin, dan sering kali memanfaatkan emosi kita demi keuntungan perusahaan.

Kita semua tahu betapa mudahnya terperangkap dalam spiral berita buruk atau konten sensasional di platform seperti Facebook atau TikTok. Kita tidak hanya kehilangan waktu berjam-jam, tetapi juga kehilangan perspektif. Berapa banyak dari kita yang menyadari bahwa algoritma ini secara aktif membentuk cara kita berpikir, memilih, dan bahkan merasa?

Dalam banyak kasus, teknologi bukan lagi sekadar alat, melainkan aktor aktif yang membentuk perilaku manusia. Ketika sebuah platform tahu apa yang membuat Anda marah dan menggunakan pengetahuan itu untuk membuat Anda terus menggulir layar, apakah teknologi itu masih teman Anda? Atau apakah ia sudah menjadi musuh yang tak terlihat, memanipulasi Anda untuk kepentingannya sendiri?

Ancaman Privasi dan Pengawasan

Kemudian ada masalah privasi. Dalam era di mana hampir semua aspek kehidupan kita dapat dilacak, dikumpulkan, dan dianalisis, siapa sebenarnya yang memiliki kendali? Kita rela menyerahkan data pribadi kita untuk mendapatkan kemudahan kecil, seperti rekomendasi film atau pengiriman makanan lebih cepat. Tapi apakah kita benar-benar memahami risiko yang kita hadapi?

Skandal seperti Cambridge Analytica mengungkapkan bagaimana data kita dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik dalam skala besar. Lebih menakutkan lagi, ini mungkin hanya puncak gunung es. Dengan teknologi pengenalan wajah, pengawasan masif, dan kecerdasan buatan yang semakin canggih, kita sedang berjalan menuju dunia di mana kebebasan pribadi menjadi ilusi.

Apakah kita bersedia hidup dalam masyarakat yang setiap gerakan, keputusan, dan interaksi kita diawasi? Jika tidak, mengapa kita terus mendukung ekosistem teknologi yang memungkinkan hal ini terjadi?

Teknologi yang Mengendalikan Kita

Lebih jauh lagi, kita harus bertanya: siapa yang benar-benar mengendalikan teknologi? Jawabannya adalah segelintir perusahaan besar dan elit teknologi yang sering kali memiliki agenda sendiri. Ketika kita mengandalkan teknologi untuk segalanya --- dari komunikasi hingga kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan --- kita memberikan kekuasaan luar biasa kepada entitas yang mungkin tidak selalu bertindak untuk kepentingan terbaik kita.

Dalam skenario ini, teknologi tidak hanya menjadi musuh, tetapi juga tiran. Kita menjadi bergantung pada sistem yang tidak sepenuhnya kita pahami dan tidak dapat kita kendalikan. Dan seperti yang ditunjukkan oleh sejarah, ketergantungan seperti itu hampir selalu mengarah pada penyalahgunaan.

Mengembalikan Kendali

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun