Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menggagas Tata Kelola MBG: Antisipasi Risiko dan Menjamin Keberlanjutan

25 September 2025   07:00 Diperbarui: 25 September 2025   08:53 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara Foto via Kompas.com

Menjaga Keberlanjutan: GRC, Mitigasi Risiko, dan Akuntabilitas

Keberlanjutan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya diukur dari keberhasilan awal dalam menyalurkan makanan bergizi kepada anak-anak, tetapi juga dari kemampuannya untuk bertahan dalam jangka panjang, dengan kualitas yang konsisten dan risiko yang terkendali. Sebuah program sebesar MBG ibarat kapal besar yang berlayar di lautan luas---untuk bisa sampai tujuan, diperlukan nakhoda yang jelas, awak yang disiplin, serta peta navigasi yang akurat. Di sinilah prinsip Governance, Risk, dan Compliance (GRC) menjadi fondasi.

Governance dalam MBG berarti adanya struktur pengambilan keputusan yang transparan, akuntabel, dan berlapis. Tata kelola yang baik menuntut adanya kejelasan peran: sekolah dan posyandu sebagai titik layanan, pemerintah daerah sebagai operator, birokrat BGN daerah sebagai pengawas teknis, dan BGN Pusat sebagai regulator. Setiap lapisan tidak boleh bekerja dalam silo, melainkan harus saling terhubung dengan jalur komunikasi yang jelas. Transparansi data---mulai dari jumlah penerima manfaat, spesifikasi menu, hingga realisasi anggaran---harus dibuka tidak hanya untuk pemerintah, tetapi juga masyarakat. Dengan begitu, masyarakat dapat ikut serta sebagai pengawas sosial yang memperkuat legitimasi program.

Risk management menjadi instrumen vital karena potensi risikonya begitu kompleks. Risiko bisa datang dari hulu hingga hilir: pengadaan bahan pangan yang tidak sesuai standar, penyimpanan yang tidak higienis, distribusi yang terhambat cuaca atau infrastruktur, hingga kesalahan pengolahan makanan di dapur kantin sekolah. Bahkan, risiko nonteknis seperti penyalahgunaan anggaran, intervensi politik lokal, atau ketidakdisiplinan penyedia jasa juga harus diantisipasi. Untuk itu, dibutuhkan peta risiko nasional yang diperbarui secara berkala, SOP keamanan pangan yang ketat, sistem uji laboratorium sampling, serta mekanisme early warning system untuk mendeteksi indikasi keracunan sejak dini. Yang tak kalah penting, protokol tanggap darurat harus siap dijalankan---mulai dari evakuasi peserta, layanan medis, hingga investigasi cepat untuk mencegah kasus berulang.

Compliance memastikan seluruh proses sesuai dengan hukum dan regulasi yang berlaku. MBG tidak boleh dijalankan sekadar sebagai proyek sosial tanpa pijakan aturan yang kuat. Setiap pemasok harus memiliki sertifikasi keamanan pangan, setiap kantin sekolah wajib memenuhi standar higienitas, dan setiap pemerintah daerah harus mematuhi regulasi anggaran serta laporan pertanggungjawaban. BGN Pusat bersama birokrat daerah dapat melakukan audit rutin, baik administratif maupun teknis, dengan sanksi dan remediasi yang jelas jika ditemukan pelanggaran. Kepatuhan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan jaminan kualitas dan perlindungan terhadap hak anak sebagai penerima manfaat.

Jika ketiga pilar GRC ini diterapkan secara konsisten, keberlanjutan MBG tidak lagi hanya bergantung pada niat baik atau besarnya anggaran, melainkan pada sistem yang kokoh. Program ini akan mampu bertahan menghadapi perubahan politik, dinamika ekonomi, maupun tantangan teknis di lapangan. Lebih dari itu, keberlanjutan MBG akan menghadirkan manfaat ganda: membentuk generasi sehat dan cerdas, sekaligus memperkuat tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Dengan demikian, MBG bukan sekadar proyek populis jangka pendek, tetapi instrumen strategis pembangunan manusia Indonesia. Jika dijalankan dengan disiplin GRC, risiko dapat diminimalkan, kepercayaan publik meningkat, dan tujuan besar meningkatkan kualitas SDM bangsa dapat benar-benar tercapai.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun