Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Sembako Ramadan Menjadi Pemicu Inflasi

16 Maret 2025   13:15 Diperbarui: 16 Maret 2025   13:15 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://genvoice.id/02-03-2025/harga-sembako-nggak-boleh-liar-selama-ramadan-spekulan-siap-siap-kena-sikat

Sembako Ramadan Menjadi Pemicu Inflasi: Antisipasi dan Solusi Teknologi AI

Setiap tahun, ketika bulan Ramadan tiba, masyarakat Indonesia mengalami fenomena yang konsisten: lonjakan harga kebutuhan pokok atau sembako. Fenomena ini, yang dikenal sebagai inflasi musiman, sering kali tidak disebabkan oleh masalah pasokan melainkan oleh peningkatan permintaan yang signifikan. Peristiwa ini memicu pertanyaan penting: mengapa fenomena ini terus berulang dan apakah mungkin untuk mengantisipasinya lebih efektif?

Dinamika Inflasi Ramadan: Perspektif Lebih Dalam

Ramadan tidak hanya membawa ibadah dan kebersamaan tetapi juga mengubah pola konsumsi masyarakat Indonesia. Kenaikan permintaan sembako selama bulan suci ini terutama dipengaruhi oleh persiapan untuk sahur dan berbuka puasa yang lebih meriah dibandingkan hari biasa. Masyarakat cenderung membeli lebih banyak makanan, termasuk bahan pokok dan lauk-pauk yang variatif, untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta untuk berbagi dengan yang kurang mampu.

Tradisi berbagi dan silaturahmi yang meningkat selama Ramadan berkontribusi pada peningkatan pengeluaran rumah tangga. Selain itu, THR yang dibagikan menjelang Lebaran memberikan lebih banyak likuiditas di tangan konsumen, yang sebagian besar digunakan untuk pembelian sembako dan kebutuhan lainnya. Akibatnya, permintaan yang meningkat sering kali tidak diimbangi oleh peningkatan pasokan yang proporsional, mengakibatkan peningkatan harga yang signifikan di pasar lokal. Situasi ini diperparah oleh pedagang yang mungkin menaikkan harga untuk memanfaatkan kenaikan permintaan, walaupun ini tidak selalu terjadi secara universal dan bisa berbeda-beda tergantung pada kebijakan lokal serta intervensi pemerintah.

Dinamika ini menciptakan tekanan inflasi yang spesifik pada bulan Ramadan, yang memerlukan strategi yang cermat dan koordinasi antar-sektor pemerintah untuk mengelola keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Ketersediaan dan aksesibilitas sembako menjadi krusial untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat merayakan bulan suci tanpa beban ekonomi yang berlebihan.

Mengapa Sulit Diantisipasi?

Mengantisipasi inflasi Ramadan merupakan tantangan yang kompleks karena berbagai faktor yang saling terkait. Pertama, variasi regional yang signifikan di Indonesia membuat pola konsumsi selama Ramadan berbeda-beda di setiap daerah. Misalnya, permintaan terhadap jenis sembako tertentu mungkin meningkat tajam di satu wilayah tetapi tidak di wilayah lain, bergantung pada tradisi kuliner lokal dan demografi masyarakat.

Kedua, prediksi inflasi juga dihadapkan pada tantangan dalam mengukur dampak dari faktor eksternal yang tidak terduga seperti cuaca ekstrem atau bencana alam, yang bisa mempengaruhi produksi pangan dan distribusi. Faktor lainnya adalah kondisi ekonomi makro, seperti fluktuasi kurs mata uang, yang dapat mempengaruhi harga impor bahan pokok.

Ketiga, perilaku spekulatif dari beberapa pedagang yang mungkin menimbun barang untuk menciptakan kelangkaan buatan atau menaikkan harga selama periode permintaan tinggi. Meskipun pemerintah berusaha keras mengatasi isu ini melalui regulasi dan pengawasan, kepatuhan dan efektivitas implementasi di lapangan sering kali variatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun