Garut, 2 Mei 2025 – Sebuah terobosan dalam pengembangan ekonomi kreatif berbasis komunitas tengah diuji coba di sebuah desa wisata di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Desa Ciburial, yang sebelumnya dikenal sebagai kawasan agrowisata, kini dikembangkan sebagai Desa Wisata Digital pertama di wilayah Priangan Timur. Proyek ini menjadi pilot project sinergi antara pelaku kreatif lokal, universitas, dan pemerintah daerah.
Program ini memadukan pengembangan konten digital seperti film dokumenter desa, pemasaran produk lokal melalui e-commerce, dan pelatihan desain produk berbasis budaya lokal. Semua kegiatan dirancang dan dijalankan oleh komunitas muda desa yang tergabung dalam inisiatif Ciburial Creative Hub.
"Desa kami tidak hanya menjual pemandangan alam, tapi juga cerita, tradisi, dan kreativitas anak mudanya," ujar Rendi Firmansyah, koordinator komunitas, saat ditemui di studio kreatif mini yang baru diresmikan bulan lalu.Â
Proyek ini digagas oleh kolaborasi antara Fakultas Seni dan Desain Universitas Pasundan dan Dinas Pariwisata Kabupaten Garut, dengan pendanaan awal dari program hibah inovasi ekonomi kreatif Kemenparekraf. Selama enam bulan ke depan, tim peneliti akan memantau dampak proyek terhadap pertumbuhan ekonomi desa dan perubahan pola konsumsi produk lokal.
Menurut dosen pembimbing program, Dr. Lestari Widyaningsih, pendekatan berbasis komunitas sangat efektif dalam mendorong keberlanjutan. "Kami tidak datang membawa konsep dari luar, melainkan membangun dari kekuatan lokal yang sudah ada. Kreativitas warga adalah aset terbesar," jelasnya.
Jika program ini berhasil, pemerintah berencana mereplikasi model serupa di 10 desa lainnya di Jawa Barat pada 2026. Ciburial diharapkan dapat menjadi contoh nyata bagaimana ekonomi kreatif bisa tumbuh dari akar rumput dan tidak melulu berbasis kota besar.
Sejarah Desa Ciburial dan Potensi Awal
Desa Ciburial berada di kaki Gunung Papandayan, sekitar 40 km dari pusat kota Garut. Dengan udara sejuk dan pemandangan perbukitan hijau, desa ini dahulu dikenal sebagai kawasan pertanian dan peternakan. Sebelum adanya proyek digitalisasi, Ciburial hidup dari hasil bumi seperti kopi, sayur-mayur, serta kerajinan bambu yang dijual di pasar lokal. Namun keterbatasan akses pasar dan minimnya promosi membuat desa ini tertinggal dalam hal pengembangan ekonomi.
Menurut Kepala Desa Ciburial, Asep Sutiana, selama bertahun-tahun potensi desa kurang tergali karena tidak adanya strategi branding dan pemasaran yang efektif. "Kami punya kopi yang kualitasnya bersaing, punya seni pertunjukan tradisional, punya cerita rakyat yang kuat, tapi semua itu hanya berputar di lingkungan sendiri," ujarnya.Â
Seiring dengan meningkatnya konektivitas internet dan minat wisatawan terhadap pengalaman berbasis budaya, Ciburial mulai dilirik sebagai kandidat proyek ekonomi kreatif berbasis komunitas. Tahun 2023, desa ini mendapat pelatihan dari Yayasan Desamind dan mulai aktif di platform digital untuk mempromosikan produk dan layanan wisatanya.
Ciburial Creative Hub: Jantung Inovasi Desa