Banyaknya Kasus keracunan MBG yang ada di berbagai Daerah menjadi bahan evaluasi. Penyajian menu dengan pemenuhan nilai gizi yang cukup dan higienis sebagai syarat mutlak. Lantas bagaimana  agar program MBG aman?Â
Program MBG (Makan Bergizi Gratis) telah diprogramkan oleh pemerintah  melalui Perpres  Nomor 83 Tahun 2024 dengan dibentuknya Badan Gizi Nasional.Â
Hingga saat ini per 8 september 2025 sebagaimana dilansir Jakarta, CNBacanggaran MBG yang terserap hanya sebesar 18,3% dari pagu anggaran MBG senilai Rp 71 triliun. Penerima  manfaat tersebut tersebar di seluruh Indonesia, dengan penikmat terbesar berada di Pulau Jawa.Â
Namun realisasi di lapangan terdapat  banyak kasus di berbagai daerah misalnya puluhan SMA Negeri Bojonegoro,  SDN 1 Gedung Pasar Rebo Jakarta Timur, SDN Dukuh 03 Sukoharjo, SMKN 5 Kota Ternate, SMP Negeri  35 Bandung, Pondok Pesantren Al Ishlah Lampung dan lainnya hingga mencapai  angka ribuan. Angka yang cukup signifikan  membuat kekhawatiran dari semua pihak terutama para orang tua.Â
 Berbagai keluhan pun  mencuat di berbagai platform media sosial tentang kualitas MBG  misalnya nasinya basi, rasanya tidak enak,  ayamnya pahit sehingga tidak dimakan siswa dan sebagainya.Â
 Dari hasil  dari  pernyataan seorang ibu rumah tangga di lingkungan penulis  sebut saja namanya Mak Inah,  "Saya suka dengan adanya MBG karena santai di Kebun. Lain lagi dengan lontaran dari Pak Rudi, " Kalo saya baik diberi uang saja dan dimasakkan di rumah karena takut keracunan"Â
Apakah perlu peninjauan ulang MBG?Â
Ada permasalahan bukan berarti lantas dihentikan suatu program yang telah disusun secara matang dengan melibatkan anggaran begitu besar.  Pemerintah telah menetapkan Pagu anggaran pendidik untuk tahun 2026 sebesar Rp. 757, 8 triliun , dan untuk program MBG hampir separuhnya yakni sebesar Rp 335 triliun sebagaimana termuat di laman um.surabaya.  Seorang Dekan  dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UM Surabaya, Bapak Achmad Hidayatullah, Pd. D. menyoroti tentang MBG  diambil 20% dari anggaran pendidikan sementara untuk alokasi yang yang lain masih kecil. Dalam  Hal ini dapat diartikan bahwa seharusnya MBG di alokasi  tersendiri tanpa mengurangi alokasi anggaran pendidikan.Â
Tidak ada yang salah dengan program MBG karena sangat membantu bagi orang yang tidak mampu atau  bagi yang mempunyai kesibukan tertentu. Berdasarkan pengalaman penulis yang berkecimpung di dunia pendidikan, anak  stunting bisa terjadi dari kalangan menengah keatas  Pekerjaan menjadi tuntutan sehingga tidak sempat memperhatikan pola makan anak.  Kurangnya edukasi juga merupakan  faktor pemicu. Dari Pengalaman yang saya dapatkan, .sekolah  melaksanakan pembelajaran P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dengan mengambil tema kearifan lokal dengan menampilkan makanan yang mengandung gizi seimbang. Setelah Proyek selesai dan dihidangkan tiba giliran  untuk  makan bersama. Ternyata banyak anak yang tidak menyukai makanan tertentu, bahkan sebagian besar tidak.mau makan sayur
Berkaca dari negara-negara tetangga, sebenarnya MBG sudah terdahulu dilaksanakan seperti : India, Thailand Malaysia.Bahkan kasus pun mencuat di China, anak anak TK keracunan makanan Channel youtube  Kompas.com.mewartakan terdapat 247 siswa. kasus tersebut akibat dari kelalaian dari pihak tertentu. Agar makanan  yang diberikan ke anak sekolah menarik diberi pewarna. Ternyata setelah diteliti mengandung kadar timbal tinggi yang berbahaya bagi kesehatan.Â
 Keamanan MBG
Unsur kelalaian  selalu ada di manapun berada. Kesalahan bisa datang dari oknum atau sesuatu hal yang tidak di sengaja. Untuk itu tindakan  penekanan terhadap kasus suatu keniscayaan. Dengan adanya SOP  (Sistem Operasional Prosedur) sistem pengawasan akan berjalan dengan baik.Â
Penetapan standar kompetensi pelaksana dapur MBG yakni Satuan Layanan Pemenuhan Gizi(SPPG) dilakukan  secara objektif dan transparan. Pemahaman tentang dasar higiene sanitasi makanan wajib dimiliki.Mereka juga harus mendapatkan  pelatihan  tentang keamanan makanan. Dengan demikian makanan yang diolah nantinya bebas dari bahan+bahan berbahaya seperti pewarna makanan, bahan pengenyal atau pelunak yang tidak mempunyai efek samping. Penggunaan bahan penyedap penambah rasa yang sering digunakan oleh rumah tangga juga tidak. Luput dari sasaran interferensi.Â
Syarat lanjutan berikut nya dipastikan berbadan sehat dan tidak rentan terhadap penyakit menular berdasarkan hasil pemeriksaan puskesmas atau rumah sakit.Â
Efisiensi alokasi anggaran MBG
Jatah porsi MBG yang ditetapkan oleh pemerintah  sebesar Rp 15.000,-  dikurangi biaya operasional hanya tersisa antara Rp 8.000,- hingga 10.000,- tergantung lokasi harus dikelola dengan baik. Pemenuhan gizi yang seimbang dan higienis merupakan prioritas. Pemakaian produk lokal mulai dari makanan pokok, sayuran yang di pesan langsung dari petani  Begitu juga pemasok  ikan dan lauk pauk untuk  memutus mata rantai kemahalan bahan.Â
Sebagai dasar perumpamaan, SPPG yang berada di wilayah Sampit Kalimantan Tengah. Saat ini di daerah tersebut tidak ada warung yang menjual 1 porsi makan Rp 10.000,-. Â Sebagai pelaksana MBG harus berpikir keras bagaimana anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah mampu mencukupi MBG. Perlu diketahui juga wilayah Sampit sebagian besar belum melaksanakan MBG yang kebetulan merupakan tempat domisili Saya. Walaupun ada beberapa SPPG berjalan namun mengalami kendala yakni kesulitan mendapatkan bahan baku. Struktur tanah dan kondisi alam yang menyebabkan harga bahan baku pangan sangat fluktuatif. Kemudian kendala berikutnya adalah ketersediaan infrastruktur menjadi PR yang belum tuntas.Â
Apakah MBG akan menuntaskan kekurangan gizi?
 Kebiasaan pola makan anak di dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap selera makan dalam penyajian MBG. Berbagai keluhan sering kita dengar bahwa siswa tidak mau menyantap menu yang disajikan MBG.Â
Seringkali anak anak sekolah tidak mau menyantap makanan yang disiapkan oleh dapur MBG karena kebiasaan di rumah yang kurang disiplin. Mereka berprinsip "yang penting mengenyangkan" Â Sedangkan untuk memenuhi gizi seimbang memerlukan keterampilan dalam penyediaan menu yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah-buahan.Â
Jika MBG mampu berjalan dengan baik diharapkan mampu jumlah anak yang  malnutrisi dan  penderita  stunting dengan sasaran anak balita dan ibu hamil.  Pembiasaan pola makan yang benar pun akan dilakukan mulai dini sehingga tidak ada anak yang pilih-pilih makanan.Â
 MBG dengan sasaran anak sekolah dilakukan sekali pada saat jam efektif sekolah. Porsi makanan pokok, lauk, sayuran dan buah buah diharapkan sesuai atau mendekati takaran yang ditetapkan oleh ahli gizi.  Dengan jumlah anggaran yang sama dari berbagai daerah Sudah barang tentu tidak sama pula porsi menu yang disajikan karena disesuaikan dengan tingkat kemahalan.  Hal tersebut perlu evaluasi yang lebih mendalam pemberian anggaran sesuai dengan tingkat kemahalan. Â
Untuk menuntaskan kekurangan gizi tidak hanya mengandalkan MBG yang dilaksanakan di sekolah, pola makan di rumah,  harus dilakukan penyesuaian. Pemberian edukasi dan Sinergi kepada orang tua harus dilaksanakan agar program pemerintah dapat berjalan dengan baik. Namun dengan  adanya MBG paling tidak anak sudah makan satu porsi dan untuk selanjutnya diteruskan di rumah masing-masing.Â
MBG  aman akan  berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan.  Siswa yang sehat akan  mudah beraktivitas melakukan pembelajaran. Penggunaan  prosedur  berdasarkan parameter penjaminan keamanan, program MBG akan terlaksana  dengan efektif. MBG aman orang tua pasti Senang. Semoga terlaksana!Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI