Keamanan MBG
Unsur kelalaian  selalu ada di manapun berada. Kesalahan bisa datang dari oknum atau sesuatu hal yang tidak di sengaja. Untuk itu tindakan  penekanan terhadap kasus suatu keniscayaan. Dengan adanya SOP  (Sistem Operasional Prosedur) sistem pengawasan akan berjalan dengan baik.Â
Penetapan standar kompetensi pelaksana dapur MBG yakni Satuan Layanan Pemenuhan Gizi(SPPG) dilakukan  secara objektif dan transparan. Pemahaman tentang dasar higiene sanitasi makanan wajib dimiliki.Mereka juga harus mendapatkan  pelatihan  tentang keamanan makanan. Dengan demikian makanan yang diolah nantinya bebas dari bahan+bahan berbahaya seperti pewarna makanan, bahan pengenyal atau pelunak yang tidak mempunyai efek samping. Penggunaan bahan penyedap penambah rasa yang sering digunakan oleh rumah tangga juga tidak. Luput dari sasaran interferensi.Â
Syarat lanjutan berikut nya dipastikan berbadan sehat dan tidak rentan terhadap penyakit menular berdasarkan hasil pemeriksaan puskesmas atau rumah sakit.Â
Efisiensi alokasi anggaran MBG
Jatah porsi MBG yang ditetapkan oleh pemerintah  sebesar Rp 15.000,-  dikurangi biaya operasional hanya tersisa antara Rp 8.000,- hingga 10.000,- tergantung lokasi harus dikelola dengan baik. Pemenuhan gizi yang seimbang dan higienis merupakan prioritas. Pemakaian produk lokal mulai dari makanan pokok, sayuran yang di pesan langsung dari petani  Begitu juga pemasok  ikan dan lauk pauk untuk  memutus mata rantai kemahalan bahan.Â
Sebagai dasar perumpamaan, SPPG yang berada di wilayah Sampit Kalimantan Tengah. Saat ini di daerah tersebut tidak ada warung yang menjual 1 porsi makan Rp 10.000,-. Â Sebagai pelaksana MBG harus berpikir keras bagaimana anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah mampu mencukupi MBG. Perlu diketahui juga wilayah Sampit sebagian besar belum melaksanakan MBG yang kebetulan merupakan tempat domisili Saya. Walaupun ada beberapa SPPG berjalan namun mengalami kendala yakni kesulitan mendapatkan bahan baku. Struktur tanah dan kondisi alam yang menyebabkan harga bahan baku pangan sangat fluktuatif. Kemudian kendala berikutnya adalah ketersediaan infrastruktur menjadi PR yang belum tuntas.Â
Apakah MBG mempunyai menuntaskan kekurangan gizi? Kebiasaan pola makan anak di dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap selera makan dalam penyajian MBG. Berbagai keluhan sering kita dengar bahwa siswa tidak mau menyantap menu yang disajikan MBG.Â
Seringkali anak anak sekolah tidak mau menyantap makanan yang disiapkan oleh dapur MBG karena kebiasaan di rumah yang kurang disiplin. Mereka berprinsip "yang penting mengenyangkan" Â Sedangkan untuk memenuhi gizi seimbang memerlukan keterampilan dalam penyediaan menu yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah-buahan.Â
Jika MBG mampu berjalan dengan baik diharapkan mampu jumlah anak yang  malnutrisi dan  penderita  stunting dengan sasaran anak balita dan ibu hamil.  Pembiasaan pola makan yang benar pun akan dilakukan mulai dini sehingga tidak ada anak yang pilih-pilih makanan.Â
 MBG dengan sasaran anak sekolah dilakukan sekali pada saat jam efektif sekolah. Porsi makanan pokok, lauk, sayuran dan buah buah diharapkan sesuai atau mendekati takaran yang ditetapkan oleh ahli gizi.  Dengan jumlah anggaran yang sama dari berbagai daerah Sudah barang tentu tidak sama pula porsi menu yang disajikan karena disesuaikan dengan tingkat kemahalan.  Hal tersebut perlu evaluasi yang lebih mendalam pemberian anggaran sesuai dengan tingkat kemahalan. Â