Beragam serangan siber sekarang menghantam siapa saja. Pandangan lama pelan-pelan tumbang.
Dulu orang mengira peretas hanya mengejar korporasi raksasa. Nyatanya, UMKM justru jadi sasaran empuk.
Mereka kini masuk daftar target utama. Kenapa bisa begitu? Setidaknya ada tiga alasan besar.
Pertama, aksesnya makin mudah. Peretas tidak perlu trik yang ruwet.
Ada bantuan kecerdasan buatan. AI membuat serangan bisa digencarkan secara massal. Otomatisasi memungkinkan jutaan target diserang sekaligus.
Kedua, pasar UMKM sangat besar. Indonesia punya 64,2 juta unit UMKM (Kemenkop UKM, 2024).
Ini tulang punggung ekonomi. Kontribusinya melampaui 61 persen PDB (DJB Kemenkeu, 2024). Data sebesar ini jelas bernilai strategis.
Ketiga, pertahanan UMKM cenderung rapuh. Banyak pelaku usaha merasa bisnisnya terlalu kecil untuk dilirik.
Masalah utamanya kembali ke anggaran. Sumber daya serba terbatas, gaji karyawan saja sudah menyita porsi besar, apalagi belanja keamanan yang mahal.
Motif peretas jelas, uang. Mereka melihat data UMKM secara agregat, dan nilai jualnya tinggi.
UMKM juga sering jadi titik lemah dalam rantai pasok. Banyak yang berperan sebagai vendor bagi korporasi besar, sehingga lebih mudah ditembus untuk menyusup ke target bernilai tinggi di hulu (Palo Alto Networks, 2025).