Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Yang Tak Terlihat Saat Kita Dipindah Tugas

26 September 2025   17:00 Diperbarui: 26 September 2025   14:08 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi karyawan. (nakaridore/Freepik via Kompas.com)

Lima tahun lalu, di usia 35, saya dipindah unit kerja.
Bukan karena minta, bukan juga karena promosi. Perintah atasan. Dari Fakultas ke Kantor Pusat universitas.
Kedengarannya sederhana. Cuma pindah meja. Pindah ruangan. Pindah atasan.

Nyatanya, yang ikut pindah bukan hanya tempat duduk. Perasaan ikut bergeser. Kebiasaan ikut goyah. Percaya diri ikut bergetar.

Lingkungan yang semula mapan dan akrab. Mendadak terasa asing dan bikin ragu.
Lalu kepala mulai penuh tanya.
Kenapa saya?
Kenapa sekarang?
Ini harusnya bikin senang atau malah bikin waswas?

Perpindahan ini jadi awal proses adaptasi. Yang rasanya lumayan berat. Diam-diam, saya lagi perang dengan diri sendiri.

Adaptasi yang Sunyi Tapi Berat

Hari pertama di kantor baru. Saya datang lebih pagi dari biasanya.
Bukan karena super semangat. Tapi karena gugup.
Saya tidak tahu meja saya di mana. Duduk di sebelah siapa. Pekerjaan apa yang menunggu saya. Semua baru.

Yang dulu saya bisa bercanda lepas dengan rekan kerja. Kini saya pilih-pilih kata.
Yang dulu saya paham alur kerja. Tahu siapa melakukan apa. Sekarang saya banyak bertanya. Rasanya seperti kembali jadi anak baru.

Lucunya, bukan cuma sistem kerja yang beda. Ada budaya-budaya kecil yang tidak tertulis.
Di tempat lama, hampir semua orang makan di meja masing-masing. Di tempat baru, mereka makan siang bareng.
Dulu saya bisa menyapa siapa saja yang lewat. Sekarang saya lihat-lihat dulu ekspresi mukanya. Siapa yang enak diajak ngobrol. Siapa yang lebih nyaman diam.

Di sinilah letak tantangan yang jarang orang bicarakan. Yakni adaptasi sosial.
Bukan karena orang-orangnya tidak ramah. Mereka baik.
Tapi saat kita masuk ke lingkungan yang sudah solid. Rasanya seperti melompat ke cerita yang sudah jalan.
Tugas kita sebagai anak baru. Adalah menemukan tempat di alur itu. Tanpa terkesan maksa. Tanpa kehilangan diri sendiri.

Ada juga tekanan halus yang tidak putus-putus.
Tekanan untuk cepat paham. Cepat berkontribusi. Cepat akrab.
Saya tidak mau jadi beban. Tapi sebagai manusia, saya butuh waktu untuk penyesuaian.

Anehya, justru di momen-momen ini saya melihat hal baru.
Di tempat lama, saya terlalu nyaman. Banyak hal jalan otomatis.
Di tempat baru, saya dipaksa lebih awas. Lebih belajar, lebih mikir.

Saya mulai memandang pekerjaan bukan sekadar tugas harian. Tapi bagian dari sistem yang lebih besar.
Saya ngobrol dengan orang-orang yang dulu tidak pernah saya temui. Dari mereka, saya dapat banyak sudut pandang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun