Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Budidaya Koi: Modal Kecil, Untung Besar, Benarkah?

29 September 2025   19:00 Diperbarui: 26 September 2025   15:01 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Budi Daya Ikan Koi (Sumber Gambar: unsplash.com via Kompas.com)

Budidaya ikan hias memang menarik banyak orang. Berawal dari hobi, sebagian melihat celah untuk dijadikan usaha. Tapi kenyataannya tidak selalu seindah cerita.

Di balik kisah sukses, ada tumpukan tantangan. Ada juga risiko yang perlu dipahami betul. Banyak yang salah menangkap kisah pembudidaya yang konon panen untung besar.

Mereka mengira budidaya ikan itu jalan pintas. Padahal laba datang dari kerja keras, ditambah pengetahuan dan manajemen risiko yang rapi.

Koi punya corak warna yang memikat. Enak dipandang, nilainya pun tinggi. Laporan pasar Spherical Insights menegaskan hal itu. Pasar koi global diperkirakan terus tumbuh dan bisa mencapai USD 6,98 miliar pada 2033.

Di Indonesia, ekspor ikan hias juga menunjukkan tren yang sangat positif dari tahun ke tahun. Pada semester I 2023 nilainya menyentuh USD 20,5 juta, naik 16,2 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Nilai ekspor koi bahkan melonjak hampir lima kali lipat, dari USD 19,2 ribu menjadi USD 94,3 ribu pada akhir 2022. Lonjakan terbesar datang dari negara-negara di Jazirah Arab. Jerman, Italia, dan Swiss juga rutin mengimpor koi.

Angka-angka ini jelas menunjukkan potensi pasar yang besar.

Masalahnya, banyak orang keliru membaca data tadi. Mereka berasumsi jika ekspor naik maka semua pembudidaya pasti untung.

Belum tentu. Keuntungan bisa saja lebih banyak dinikmati eksportir besar, sementara pembudidaya kecil belum tentu ikut merasakan.

Narasi yang beredar kerap terlalu menyederhanakan keadaan. Hanya sisi manisnya yang ditonjolkan. Cerita sukses sosok seperti Suwanto memang menginspirasi karena ia mampu mengubah hobi menjadi bisnis.

Tapi pengalamannya tidak bisa dijadikan patokan untuk semua orang. Bisa jadi ia ditopang faktor lain, misalnya jaringan pasar.

Risikonya pun tidak kecil. Inilah bagian yang jarang dibahas di narasi populer.

Koi rentan terserang penyakit. Satu kolam yang sakit bisa menular ke kolam lain dan berujung kematian massal.

Pasar juga volatil. Harga sangat dipengaruhi tren, bisa naik lalu turun tajam. Persaingan makin padat.

Semakin banyak pemain, harga jual makin tertekan. Ada faktor teknis yang krusial juga.

Memelihara koi bukan hanya soal menyiapkan modal. Pengetahuan tentang sistem filter dan kualitas air sering kali jauh lebih menentukan.

Soal hitung-hitungan laba, banyak yang perlu ditinjau ulang. Ambil contoh narasi omzet Rp800 juta.

Angka itu biasanya datang dari asumsi yang terlalu sederhana, misalnya setiap ikan laku Rp1 juta.

Kenyataannya, hanya ikan kualitas super yang bisa dihargai setinggi itu. Selebihnya terjual dengan harga jauh lebih rendah.

Perhitungan seperti itu juga sering menihilkan biaya operasional. Ada listrik, pakan, perawatan, dan biaya lain yang tidak sedikit.

Angka ratusan juta itu kotor, bukan bersih. Wajar kalau akhirnya hanya pemain yang benar-benar profesional yang bisa memetik laba stabil, bukan pemula yang baru mencoba.

Intinya, budidaya koi adalah investasi jangka panjang. Bisnis ini butuh modal besar. Bukan hanya uang, tetapi juga waktu dan pengetahuan.

Narasi yang menjanjikan untung instan sebaiknya disikapi kritis. Pahami semua sisi usaha, jangan terpukau hanya pada potensi cuan.

Bisnis ini menjanjikan, tetapi menuntut ketekunan, ilmu, dan kesiapan menghadapi risiko.

Varietas seperti Kohaku, Sanke, dan Showa dikenal mahal karena jenis dan kualitas genetiknya. Menguasai hal-hal seperti itu penting.

Budidaya koi jelas bukan sekadar bermodal Rp 10 juta lalu selesai.

***

Referensi:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun