Ada satu bab yang krusial dan menarik untuk ditelaah. Pada 1925, aturan hak pilih sangat berat bagi perempuan.
Mereka harus punya penghasilan sendiri dan mampu baca tulis. Syarat yang bagi banyak orang nyaris mustahil dipenuhi saat itu (Historia.id, 2018).
Tiga belas tahun kemudian, Emma menembus benteng politik tersebut. Lompatan ini besar sekali. Lalu apa yang terjadi di rentang waktu itu. Sejarah mencatat perjuangan hak pilih berlangsung bertahap, prosesnya panjang dan tidak instan (Alinea.id, 2021).
Strategi apa yang ditempuh Pasundan Istri. Apakah mereka mengadakan program pemberantasan buta huruf. Atau mendorong kemandirian ekonomi perempuan.
Jawaban atas pertanyaan ini kunci untuk memahami mereka. Dari situ kita bisa menilai seberapa efektif gerakan tersebut.
Emma juga piawai bermain simbol. Ia memanfaatkan simbol budaya Sunda, termasuk mengangkat kembali konsep Sunan Ambu yang menempatkan perempuan pada posisi terhormat.
Ia pun memakai sebuah idiom yang dikenal luas, perempuan Sunda ada di samping laki-laki (Poeradiredja, 1976).
 Strategi ini tampak efektif. Bisa menarik simpati publik sekaligus meredam resistensi kalangan tradisionalis. Namun apakah semua setuju?
Â
Kalangan yang lebih modern mungkin membaca berbeda. Mereka bisa menilai idiom itu justru melanggengkan peran sebagai pendamping, bukan individu yang setara.
Perdebatan ini penting. Ia menunjukkan bahwa jalan emansipasi tidak tunggal dan penuh diskusi di dalam tubuh gerakan sendiri.
***
Referensi:
- Alinea.id. (2021). Kiprah perempuan Sunda di parlemen dan pemilu 1955. Diakses dari https://www.alinea.id/nostalgia/kiprah-perempuan-sunda-di-parlemen-dan-pemilu-1955-b2e1C4XVe
- Historia.id. (2018). Jalan politik perempuan Sunda. Diakses dari https://historia.id/politik/articles/jalan-politik-perempuan-sunda-P95le/page/1
- Kompas.id. (2021). Emma Poeradiredja, pejuang pergerakan perempuan tiga zaman. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/tokoh/2021/04/20/emma-poeradiredja-pejuang-pergerakan-perempuan-tiga-zaman
- Poeradiredja, E. (1976). Riwayat perjuangan R.A.A. Wiranatakusumah V dan riwayat perjuangan paguyuban Pasundan, 1914-1942.
- Suryochondro, S. (2010). Potret pergerakan wanita di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.