Kabar yang muncul tiba-tiba ini bikin banyak orang waswas. Katanya, kebiasaan sepele bisa berkaitan dengan penyakit berat.
Kebiasaannya apa? Mengupil atau mengorek hidung. Penyakitnya? Alzheimer, yang jelas menakutkan. Wajar kalau orang jadi bertanya.
Apa benar hal itu bisa merusak otak? Dan kerusakannya berkembang cepat, progresif.
Asal cerita ini dari sebuah penelitian milik ilmuwan Griffith University di Australia. Tujuan risetnya sederhana: ingin tahu apakah bakteri bisa masuk ke otak lewat saraf penciuman.
Mereka menggunakan Chlamydia pneumoniae pada model tikus. Hasilnya, bakteri itu mencapai otak dalam 72 jam, lalu memicu pembentukan plak protein beta amiloid, ciri khas Alzheimer. Laporan lengkapnya terbit di Scientific Reports pada 2022.
Temuan tersebut kemudian menyebar luas dan diliput di mana-mana. Judul beritanya sering memotong konteks, seolah hubungan sebab akibatnya sudah beres. Kesan yang muncul: mengupil sama dengan mengundang Alzheimer.
Akibatnya apa? Panik massal yang sebenarnya tidak perlu, karena gambaran ilmiahnya jauh lebih rumit dan sering menghilang dalam pemberitaan.
Masalah pertama ada pada subjek penelitiannya. Tikus bukan manusia, kita semua tahu itu. Banyak ahli sudah mengingatkan hal ini.
Tubuh manusia bekerja berbeda. Pada manusia, Alzheimer berkembang sangat pelan, bisa puluhan tahun.
Sementara perubahan pada otak tikus dapat terjadi dalam waktu singkat sehingga mudah diamati. Proses penyakit pada hewan cenderung cepat, sedangkan pada manusia kronis dan lambat.
Menyamakan keduanya adalah lompatan logika yang terlalu jauh. Peringatan ini juga disampaikan oleh Royal Australian College of General Practitioners.