Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiga Bakul Beras yang membakar Amarah Desa Unra

27 September 2025   07:00 Diperbarui: 23 September 2025   13:59 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tragedi besar kadang lahir dari percikan kecil. Tempatnya di Desa Unra, Kabupaten Bone.

Pemicu awalnya cuma tiga bakul beras. Tanggalnya jelas, 10 September 1943. Seorang petani tua bernama Ibbana didatangi aparat desa yang dipimpin Andi Mannuhung (Kompas, 2023).

Mereka menagih setoran padi paksa untuk logistik perang Jepang. Di atas kertas itu sekadar penagihan.

Nyatanya, kejadian ini membongkar amarah yang sudah lama disimpan. Emosi yang menumpuk di kampung-kampung akhirnya pecah.Ini gambaran kecil tentang perlawanan lokal di berbagai penjuru nusantara.

Kisah tentang Unra sering diringkas begini: Jepang menerapkan politik beras yang kejam, rakyat tertindas lalu melawan.

Alur itu benar, tapi belum seluruhnya. Kalau ditelusuri lebih dalam, ada api lain yang menyala pelan di bawah sekam.

Kajian akademis belakangan menunjukkan hal lain. Kemarahan warga Unra punya beberapa sasaran.

Bukan semata tentara Jepang. Mereka bahkan jarang berhadap-hadapan dengan tentara Jepang.

Yang paling mereka tuju adalah pejabat lokal, para bangsawan atau Arung, yang menjadi perpanjangan tangan kekuasaan (Mahardika & Ramadhan, 2019).

Bayangkan tegangnya suasana hari itu. Andi Mannuhung, seorang kepala distrik, datang bersama rombongannya.

Ia memaksa masuk ke rumah seorang petani miskin, di tengah masa paceklik. Beras yang diserahkan Ibbana dianggap kurang.

Seorang pengawalnya, Andi Dambu, mengobrak-abrik lumbung lalu melempar padi ke tanah. Bagi masyarakat agraris Unra, padi adalah napas hidup. Juga simbol kehormatan.

Dilempar ke tanah berarti penghinaan besar, sesuatu yang sulit dimaafkan (Syamsu A. Kamaruddin, 2012).

Sejak titik itu, ini bukan lagi urusan administrasi. Ini soal harga diri komunal yang diinjak di depan mata. Emosi meledak. Warga lalu berhimpun dalam satu barisan perlawanan.

Respons warga cepat dan serentak. Tanda bahwa akar masalahnya dalam. Kabar penghinaan menyebar dari mulut ke mulut, memantik emosi bersama.

Bukan reaksi spontan belaka, melainkan letupan dari kekecewaan yang menumpuk bertahun-tahun (Kemdikbud, 1985). Pejabat lokal yang semestinya melindungi, justru menindas.

Mereka menjadi alat penekan yang paling efektif, memakai legitimasi kekuasaan Jepang untuk semakin mengurung rakyat. Entah demi kepentingan pribadi, entah sekadar mempertontonkan dominasi feodal. Mungkin keduanya.

Peran elite lokal memang kunci. Andi Mannuhung dan putranya mewakili wajah kekuasaan.

Putranya, Andi Satinja, menjabat Kepala Desa Unra. Keduanya melambangkan struktur feodal yang menurun dari generasi ke generasi (Mahardika & Ramadhan, 2019).

Warisan kuasa seperti ini melahirkan jurang sosial yang dalam antara penguasa dan orang kebanyakan. Dari situlah rakyat Unra bergerak.

Akhirnya, para pejabat itu tewas di Alun-alun Abbolang 'Nge. Tindakan itu dibaca sebagai simbol perlawanan rakyat terhadap sistem yang mencekik.

Jepang adalah katalis, bukan satu-satunya lawan. Musuh yang mereka hadapi saban hari justru pejabat sebangsa sendiri.

Tragedi Unra adalah cerita yang rumit. Ia merangkum perlawanan anti-kolonial, pertentangan kelas, sekaligus kisah pengkhianatan elite lokal di bawah bayang-bayang Jepang (Kemdikbud, 1985).

***

Referensi:

  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1985). Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di daerah Sulawesi Selatan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
  • Kamaruddin, S. A. (2012). Pemberontakan Petani Unra 1943 (Studi Kasus Mengenai Gerakan Sosial di Sulawesi Selatan pada Masa Pendudukan Jepang). Pattingalloang: Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan, 1(2).
  • Kompas.com. (2023, 28 Juli). Perlawanan rakyat Unra di Bone, Sulawesi Selatan. Diakses pada 22 September 2025, dari https://www.kompas.com/stori/read/2023/07/28/100000379/perlawanan-rakyat-unra-di-bone-sulawesi-selatan
  • Mahardika, M. A., & Ramadhan, G. A. (2019). Politik Beras dan Gerakan Sosial: Resistensi Petani Unra Sulawesi Selatan Masa Kependudukan Jepang 1943. Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, 7(1).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun