Selama ini kekuatan kolektif netizen sering diberi stigma buruk. Sudut pandangnya sempit, seolah hanya ada satu sisi.
Kekuatan itu dianggap rapuh, gampang goyah, bahkan destruktif. Pemicu utamanya disebut jumlah pengguna internet yang sangat besar.
Di Indonesia, penggunanya memang banyak. Lalu lahirlah citra massa maya yang raksasa, yang konon lebih percaya pada kebenaran semu ketimbang fakta.
Kita bisa melihat bayangannya dalam budaya populer. Salah satunya lewat film Budi Pekerti, cermin sisi kelam realitas digital (CNN Indonesia, 2023).
Masalahnya, cara pandang hitam putih seperti ini berbahaya. Ia menyederhanakan persoalan, dan kompleksitas nyata jadi terlewat.
Anggapan bahwa kekuatan netizen selalu buruk sebenarnya bisa ditantang. Asumsi itu perlu diuji lagi.
Kenyataannya, kekuatan yang sama memiliki dua wajah. Ia bisa berubah menjadi pengadilan massa yang kejam, tetapi juga dapat berfungsi sebagai alat kontrol sosial.
Fungsinya kuat untuk menyuarakan kebenaran. Tak sedikit kasus besar terbongkar berkat solidaritas warganet, dari korupsi sampai ketidakadilan sosial.
Seruan "netizen do your magic!" bukan sekadar slogan. Itu bukti yang terasa nyata.
Kekuatan kolektif ini bisa diarahkan ke hal positif, misalnya penggalangan dana kemanusiaan atau menuntut akuntabilitas pejabat. Arah seperti itu juga ditunjukkan dalam sebuah penelitian (ResearchGate, 2020).
Menyalahkan dunia digital semata kurang bijak. Karena akar masalahnya kerap berada di dunia nyata.
Ada logika lain yang patut ditelaah: hubungan antara jumlah pengguna dan kualitas ruang digital. Data memperlihatkan penetrasi internet yang sangat masif, merata di seluruh Indonesia.
Awal 2023, pengguna internet mencapai 213 juta (Databoks Katadata, 2023). Angkanya terus naik, awal 2024 sudah 221 juta orang (APJII, 2024).
Deretan angka ini menegaskan satu hal sederhana. Hampir semua orang kini terhubung ke internet.
Namun kuantitas tidak otomatis menentukan kualitas. Banyak bukan berarti membuktikan segalanya.
Tidak semua pengguna adalah massa tanpa nalar, dan mereka tidak selalu mudah digiring opini sesaat.
Dari sini, kita bisa mengambil sudut pandang lain. Mungkin kita bukan sedang memasuki era tanpa budi pekerti, melainkan fase adaptasi.
Adaptasi menuju dunia yang benar-benar baru. Masyarakat masih belajar. Kita sedang merumuskan etika bersama.
Biang masalahnya bukan pada teknologinya. Melainkan pada lembaga sosial yang tertinggal langkah.
Pendidikan, keluarga, juga hukum, masih lambat menyesuaikan diri dengan realitas digital yang sekarang ada.
Film Budi Pekerti pun bisa dibaca seperti itu. Bukan semata kritik yang pedas, tetapi pemantik percakapan yang penting, ajakan untuk membangun etika digital bersama (CNN Indonesia, 2023). Etika agar kita bisa hidup berdampingan dengan damai.
Ada hal yang tak bisa ditolak. Ruang digital melahirkan tantangan etika yang baru. Itu benar.
Tapi melabeli netizen sebagai satu kelompok seragam adalah kekeliruan. Kekuatan ini rumit, kompleks, seperti pisau bermata dua.
Bisa menjadi alat kebaikan, bisa pula bergeser menjadi senjata keburukan.
Keduanya sering berjalan beriringan, hadir dalam waktu yang sama. Sebuah film mungkin menyorot satu sisi, bagian mata pisau yang paling tajam. Kita hanya perlu ingat sisi lainnya.
Menganggap satu cerita mewakili semua kenyataan akan membuat kita kehilangan pandangan menyeluruh.
Potret digital kita jauh lebih utuh dan beragam. Kehidupan digital Indonesia lebih berwarna daripada yang sering dibayangkan.
***
Referensi:
- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2024). APJII: Jumlah pengguna internet Indonesia tembus 221 juta orang. APJII. Diakses pada 21 September 2025, dari https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang
- CNN Indonesia. (2023, 1 November). Sinopsis Budi Pekerti, nelangsa guru BK dirundung di medsos. CNN Indonesia. Diakses pada 21 September 2025, dari https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20231101184247-220-1018808/sinopsis-budi-pekerti-nelangsa-guru-bk-dirundung-di-medsos
- Fadhilla, F. N., & M, N. (2020). Fenomena Caption Twitter "Please Do Your Magic": Membangkitkan Netizen untuk Menolong. ResearchGate. Diakses pada 21 September 2025, dari https://www.researchgate.net/publication/345017580_FENOMENA_CAPTION_TWITTER_PLEASE_DO_YOUR_MAGIC_MEMBANGKITKAN_NETIZEN_UNTUK_MENOLONG
- Jayani, D. H. (2023, 20 September). Pengguna internet di Indonesia tembus 213 juta orang hingga awal 2023. Databoks Katadata. Diakses pada 21 September 2025, dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/20/pengguna-internet-di-indonesia-tembus-213-juta-orang-hingga-awal-2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI