Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Occupy Wall Street: Gagal di Politik, Sukses di Budaya

26 September 2025   05:00 Diperbarui: 22 September 2025   10:31 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slogan 99 persen yang menjadi ikon kelompok Occupy Wall Street melawan ketidakadilan dalam sistem kapitalisme.(PAUL STEIN/FLICKR via Kompas.com)

Gerakan Occupy Wall Street sering dipuja. Banyak yang mengingatnya sebagai kisah heroik yang nyaris sempurna.

Narasinya gampang menyebar. Cerita tentang rakyat kecil yang bangkit menantang kaum kaya serakah.

Slogan “Kami adalah 99 persen” menempel di kepala. Ia jadi simbol perlawanan yang terasa kuat di banyak negara.

Seolah-olah mewakili semua suara rakyat yang ditindas oleh sistem yang rusak. Gambarannya rapi, mudah dicerna, dan nyaman dipercaya.

Tapi kalau kita kupas pelan-pelan, ceritanya tidak sesederhana itu. Aslinya jauh lebih berlapis, penuh nuansa abu-abu, dan bagian ini jarang diomongkan.

Mulai dari pertanyaan dasar, siapa sebenarnya para pengunjuk rasa itu? Mereka memang berkemah di Zuccotti Park.

Banyak orang membayangkan mereka kaum miskin kota, para pekerja yang baru di-PHK, atau keluarga yang kehilangan rumah. Kenyataannya lebih rumit. Berbagai survei waktu itu memberi gambaran lain.

Studi CUNY pada 2011, misalnya, menunjukkan temuan penting: mayoritas peserta berpendidikan tinggi, banyak yang bergelar sarjana, bahkan lebih.

Kebanyakan berasal dari keluarga kelas menengah. Mereka tentu merasakan dampak krisis dan cemas soal masa depan. Hanya saja, mereka bukan kelompok yang paling rentan.

Fakta ini tidak menihilkan nilai protes, tetapi meluruskan narasi yang terlanjur mapan tentang suara kaum paling tertindas.

Lalu soal strategi. Gerakan ini sengaja tidak menyusun daftar tuntutan yang jelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun