Kita harus melihat konteks zamannya, periode Rekonstruksi, ketika Green adalah pria kulit hitam yang baru meraih kebebasan sementara Daniel seorang pengusaha kulit putih.
Jurang kekuasaan saat itu sangat dalam, sebagaimana dicatat oleh museum (Searchable Museum). Hubungan kerja mereka mungkin saling menghormati, tetapi menyebutnya persahabatan menyederhanakan dinamika rasial yang rumit.
Sejarah Green bukan sekadar terlupakan begitu saja. Ia dihapus secara sistematis.
Pada masa itu, keahlian orang kulit hitam jarang diakui, apalagi jika menjadi fondasi kesuksesan bisnis milik orang kulit putih. Menyalahkan dokumen yang tidak rapi adalah alasan yang lemah.
Fakta yang lebih jujur: cerita tentang orang kulit hitam dianggap tidak penting untuk dicatat resmi.
Kisah Green bertahan melalui tradisi lisan, diteruskan oleh keturunannya dan komunitas lokal di Lynchburg. Cerita itu hidup lebih dari seratus tahun (Entrepreneur.com).
Titik terang datang pada 2016, saat perayaan 150 tahun Jack Daniel's. Perusahaan akhirnya mengakui Green secara terbuka sebagai bagian penting dari sejarah mereka.
Langkah ini didorong riset mendalam yang dipimpin penulis Fawn Weaver. Ia menyatukan kepingan-kepingan cerita dari dokumen sejarah dan wawancara dengan keluarga Green.
Namun ceritanya tidak berhenti di pengakuan. Isunya menyentuh keadilan ekonomi.
Metode penyulingan Green sangat fundamental. Ikut membangun kerajaan bisnis bernilai miliaran dolar. Green tidak pernah menerima kompensasi atas itu. Keturunannya pun tidak.
Weaver lalu mengambil langkah nyata: ia mendirikan merek wiski independen bernama Uncle Nearest Premium Whiskey, untuk menghormati warisan Green. Fakta ini terdokumentasi dalam catatan sejarah (History.com).